26.7 C
Medan
Wednesday, May 1, 2024

Taksi Online Minta Diistimewakan

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
UNJUK RASA_Ratusan pengemudi transportasi online roda empat yang tergabung dalam Asosiasi Transportasi Online Sumatera Utara (ATOS) melakukan aksi damai di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Pangeran Diponegoro, Medan, Kamis (1/2). Ratusan pengemudi taksi online itu menolak keras Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

SUMUTPOS.CO – Penolakan sopir angkutan daring (dalam jaringan) — lebih dikenal dengan sebutan taksi online–, terhadap pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108/2017, terus bergulir. Setelah sebelumnya demo di Jakarta, kemarin (1/2) giliran Medan yang menggelar aksi demo. Puluhan sopir taksi daring mendemo Pemprov Sumut, meminta agar peraturan Menhub itu batal diberlakukan per 1 Februari. Mereka ingin diistimewakan dari berbagai peraturan yang selama ini diterapkan pada angkutan konvensional.

Seharusnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Sumut maupun Medan akan menggelar operasi simpatik mulai 1 Ferbruari, sebagai penegakan Permenhub Nomor 108/2017 yang dikeluarkan Oktober tahun lalu. Namun para sopir taksi online menolak karena peraturan tersebut dinilai masih memberatkan dan terkesan memuat kembali poin yang telah dicabut oleh Mahkamah Agung pada Permenhub sebelumnya (Permenhub 26/2017). Menurut para sopir, penerapan beberapa ketentuan di dalamnya akan menghilangkan keistimewaan transportasi berbasis aplikasi tersebut.

“Ada aturan yang telah dicabut oleh Putusan MA Nomor 37 P/HUM/2017 yang masih diadopsi Permenhub 108/2017 yang sangat memberatkan kami. Seperti uji Kir dan penempelan stiker. Padahal kendaraan yang bergabung di dalam transportasi online (daring) ini rata-rata berusia 3-5 tahun dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Maka otomatis kondisinya baik,” ujar Hendrik, salah satu pendemo dalam orasinya.

Sementara untuk penempelan stiker khusus, menurutnya kewajiban itu akan dapat menimbulkan kecemburuan sosial pada transportasi lain (umum), seperti angkutan kota (angkot) dan becak motor. Mereka khawatir akan ada potensi konflik horizontal. Juga akan menghilangkan keistimewaan transportasi online, serta berpotensi menghilangkan nilai jual pelayanan, di mana konsumen taksi online serasa naik mobil pribadi.

Selain itu, poin yang mewajibkan para sopir memiliki sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), juga dinilai memberatkan pengemudi taksi daring.

“Begitu juga soal penentuan tarif dasar, kami harapkan ada pertemuan. Karena selama ini yang menentukan hanya sepihak. Kami tidak pernah diajak rembuk soal itu,” katanya.

Kemudian, poin soal batas kuota jumlah armada di satu kawasan (Mebidang, Red), menurut mereka juga akan memunculkan kecemburuan sosial. Selain itu, keberatan mereka terkait diharuskannya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) taksi daring berbadan hukum. Sebab bukan hanya harus mengganti nama, juga ada kutipan oleh perusahaan/koperasi transportasi yang dinilai memberatkan pengemudi.

“Kami juga menolak diberlakukannya peraturan yang mengharuskan pengalihan SIM A ke SIM A Umum. Kami juga meminta agar perusahaan aplikasi jangan memunculkan diskriminasi dengan mengutamakan kendaraan baru dari badan usaha tertentu. Karena itu kami minta agar pemerintah dan kepolisian agar tidak melakukan razia terhadap transportasi online (daring) dalam bentuk apapun,” sebutnya.

SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
UNJUK RASA_Ratusan pengemudi transportasi online roda empat yang tergabung dalam Asosiasi Transportasi Online Sumatera Utara (ATOS) melakukan aksi damai di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Pangeran Diponegoro, Medan, Kamis (1/2). Ratusan pengemudi taksi online itu menolak keras Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

SUMUTPOS.CO – Penolakan sopir angkutan daring (dalam jaringan) — lebih dikenal dengan sebutan taksi online–, terhadap pemberlakuan Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108/2017, terus bergulir. Setelah sebelumnya demo di Jakarta, kemarin (1/2) giliran Medan yang menggelar aksi demo. Puluhan sopir taksi daring mendemo Pemprov Sumut, meminta agar peraturan Menhub itu batal diberlakukan per 1 Februari. Mereka ingin diistimewakan dari berbagai peraturan yang selama ini diterapkan pada angkutan konvensional.

Seharusnya, Dinas Perhubungan (Dishub) Sumut maupun Medan akan menggelar operasi simpatik mulai 1 Ferbruari, sebagai penegakan Permenhub Nomor 108/2017 yang dikeluarkan Oktober tahun lalu. Namun para sopir taksi online menolak karena peraturan tersebut dinilai masih memberatkan dan terkesan memuat kembali poin yang telah dicabut oleh Mahkamah Agung pada Permenhub sebelumnya (Permenhub 26/2017). Menurut para sopir, penerapan beberapa ketentuan di dalamnya akan menghilangkan keistimewaan transportasi berbasis aplikasi tersebut.

“Ada aturan yang telah dicabut oleh Putusan MA Nomor 37 P/HUM/2017 yang masih diadopsi Permenhub 108/2017 yang sangat memberatkan kami. Seperti uji Kir dan penempelan stiker. Padahal kendaraan yang bergabung di dalam transportasi online (daring) ini rata-rata berusia 3-5 tahun dan digunakan untuk kepentingan pribadi. Maka otomatis kondisinya baik,” ujar Hendrik, salah satu pendemo dalam orasinya.

Sementara untuk penempelan stiker khusus, menurutnya kewajiban itu akan dapat menimbulkan kecemburuan sosial pada transportasi lain (umum), seperti angkutan kota (angkot) dan becak motor. Mereka khawatir akan ada potensi konflik horizontal. Juga akan menghilangkan keistimewaan transportasi online, serta berpotensi menghilangkan nilai jual pelayanan, di mana konsumen taksi online serasa naik mobil pribadi.

Selain itu, poin yang mewajibkan para sopir memiliki sertifikat registrasi uji tipe (SRUT), juga dinilai memberatkan pengemudi taksi daring.

“Begitu juga soal penentuan tarif dasar, kami harapkan ada pertemuan. Karena selama ini yang menentukan hanya sepihak. Kami tidak pernah diajak rembuk soal itu,” katanya.

Kemudian, poin soal batas kuota jumlah armada di satu kawasan (Mebidang, Red), menurut mereka juga akan memunculkan kecemburuan sosial. Selain itu, keberatan mereka terkait diharuskannya Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) taksi daring berbadan hukum. Sebab bukan hanya harus mengganti nama, juga ada kutipan oleh perusahaan/koperasi transportasi yang dinilai memberatkan pengemudi.

“Kami juga menolak diberlakukannya peraturan yang mengharuskan pengalihan SIM A ke SIM A Umum. Kami juga meminta agar perusahaan aplikasi jangan memunculkan diskriminasi dengan mengutamakan kendaraan baru dari badan usaha tertentu. Karena itu kami minta agar pemerintah dan kepolisian agar tidak melakukan razia terhadap transportasi online (daring) dalam bentuk apapun,” sebutnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/