27 C
Medan
Thursday, July 4, 2024

Operasional Alat PCR RS USU, Butuh Dukungan Pemda Sumut

PCR: Alat PCR yang berada di RS USU.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam rangka percepatan penanganan Coronavirus Desease (Covid-19) di Sumut, pemerintah daerah (pemda) diminta segera menunjukkan dukungan nyata terkait keberadaann

alat Polymerase Chain Reaction (Lab PCR) RS USU. Hal ini guna memaksimalkan operasional alat pemeriksaan swab tenggorok pasien diduga terinfeksi virus corona atau Covid-19.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar menyebutkan, salah satu faktor kunci keberhasilan Sumut mempercepat penanganan virus corona adalah adanya keseriusan dukungan semua pihak, terutama pemda dalam memaksimalkan pengoperasian alat PCR RS USU yang saat ini ada berjumlah dua unit.

Abyadi mengaku, pihaknya sudah meninjau langsung keberadaan Lab PCR RS USU pada Senin (20/4) lalu. Dari hasil peninjauan, selain mendapat penjelasan tentang pentingnya alat PCR dalam percepatan penanganan Covid-19, juga menerima banyak informasi terkait kendala operasionalisasi alat tersebut.

“Beberapa kendala tersebut berpotensi menjadi hambatan kurang maksimalnya operasionalisasi alat PCR RS USU. Padahal, keberadaan alat itu demikian sangat penting dalam percepatan penanganan Covid-19 di Sumut,” ujarnya, Rabu (22/4).

Dikatakan Abyadi, sebagai contoh yaitu masih terbatasnya reagensia atau cairan reaksi kimia pendeteksi virus corona yang digunakan dalam pengujian swab. Untuk melakukan pemeriksaan swab dengan alat PCR, dibutuhkan dua jenis reagensia, yaitu reagen Pra-PCR dan Reagen PCR. Reagen merupakan produk impor dari Jerman, Jepang, Inggris, China dan Korea.

“Hingga Senin lalu ketersediaan reagen Pra-PCR di RS USU hanya sekitar 600 unit. Sedangkan reagen untuk PCR sekitar 1.000 unit. Reagen yang didatangkan dari Jerman tersebut telah digunakan sejak dari hari Jumat (17/4) lalu. Jika salah satu dari dua jenis reagen tidak tersedia, maka uji swab tidak dapat dilaksanakan,” jelasnya.

Kata Abyadi, RS USU sendiri telah memesan reagensia melalui supplier dengan menggunakan alokasi anggaran mereka. Namun, supplier masih kesulitan memenuhinya mengingat sulit mendapatkannya di pasar internasional. Karena, saat ini reagensia menjadi komoditas rebutan dunia.

“Mengingat kondisi itulah, sehingga diharapkan pemerintah daerah di Sumut, terutama Pemprovsu dan Pemerintah Kab/Kota se-Sumut untuk serius membantu RS USU dalam pengadaan reagensia PCR tersebut. Artinya, bila kita ingin segera dapat menangani Covid-19 maka pemerintah daerah harus segera bertindak cepat dan nyata. Sebab, pemeriksaan laboratorium ini memang menjadi kunci utama dalam penanganan virus corona,” tegasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, dalam bincang Ombudsman RI dengan Kepala Lembaga Eijkman, Prof Amin Soebandrio pada 8 April lalu, terungkap bahwa kelambanan uji laboratorium menjadi salah satu lambannya penanganan Covid-19. Selama ini, pengujian spesimen Covid-19 di Indonesia hanya dilakukan di Eijkman, sebuah lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.

“Jadi, awalnya spesimen Covid-19 dari seluruh rumah sakit di Indonesia, dikirim ke Eijkman melalui Balitbangkes. Inilah yang membuat lambannya proses uji laboratorium Covid-19. Tapi sekarang, Kemenkes sudah membantu alat PCR yang dioperasionalkan di sejumlah rumah sakit di Indonesia, termasuk dua unit di RS USU. Sehingga diharapkan, alat PCR di RS USU ini dapat mempercepat penanganan covid-19 di Sumut. Karena itu, pemerintah daerah harus memberi dukungan penuh untuk memaksimalkan operasionalisasi PCR di RS USU dengan membantu dalam pengadaan reagen PCR,” terang Abyadi.

Ia menyatakan, selain kebutuhan reagensia, RS USU juga membutuhkan bantuan baju hazmat. Ini untuk kebutuhan lima orang petugas analis laboratorium yang mengoperasionalkan mesin PCR. Baju hazmat merupakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang hanya digunakan sekali pakai. “Hingga Senin lalu, ketersediaan baju hazmat di RS USU hanya tinggal tujuh unit. Jumlah itu hanya mencukupi kebutuhan untuk 2 -3 hari,” akunya.

Sejalan dengan itu, sambung Abyadi, Ombudsman RI juga mengharap agar pemda di Sumut segera berupaya mendapatkan APD tersebut. Sehingga, mesin PCR bisa dioperasionalkan oleh lima petugas laboratorium. “Tanpa baju hazmat itu, bagaimana petugas laboratorium melaksanakan tugasnya,” tukasnya.

Abyadi menambahkan, ia mengapreisasi Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang melihat dan meresmikan langsung alat PCR RS USU. Kala itu, gubernur menjanjikan beberapa hal dalam rangka kelancaran operasionalisasi alat tersebut. “Kita berharap gubernur Sumut segera memberi perhatian serius,” pungkas dia. (ris/ila)

PCR: Alat PCR yang berada di RS USU.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Dalam rangka percepatan penanganan Coronavirus Desease (Covid-19) di Sumut, pemerintah daerah (pemda) diminta segera menunjukkan dukungan nyata terkait keberadaann

alat Polymerase Chain Reaction (Lab PCR) RS USU. Hal ini guna memaksimalkan operasional alat pemeriksaan swab tenggorok pasien diduga terinfeksi virus corona atau Covid-19.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar menyebutkan, salah satu faktor kunci keberhasilan Sumut mempercepat penanganan virus corona adalah adanya keseriusan dukungan semua pihak, terutama pemda dalam memaksimalkan pengoperasian alat PCR RS USU yang saat ini ada berjumlah dua unit.

Abyadi mengaku, pihaknya sudah meninjau langsung keberadaan Lab PCR RS USU pada Senin (20/4) lalu. Dari hasil peninjauan, selain mendapat penjelasan tentang pentingnya alat PCR dalam percepatan penanganan Covid-19, juga menerima banyak informasi terkait kendala operasionalisasi alat tersebut.

“Beberapa kendala tersebut berpotensi menjadi hambatan kurang maksimalnya operasionalisasi alat PCR RS USU. Padahal, keberadaan alat itu demikian sangat penting dalam percepatan penanganan Covid-19 di Sumut,” ujarnya, Rabu (22/4).

Dikatakan Abyadi, sebagai contoh yaitu masih terbatasnya reagensia atau cairan reaksi kimia pendeteksi virus corona yang digunakan dalam pengujian swab. Untuk melakukan pemeriksaan swab dengan alat PCR, dibutuhkan dua jenis reagensia, yaitu reagen Pra-PCR dan Reagen PCR. Reagen merupakan produk impor dari Jerman, Jepang, Inggris, China dan Korea.

“Hingga Senin lalu ketersediaan reagen Pra-PCR di RS USU hanya sekitar 600 unit. Sedangkan reagen untuk PCR sekitar 1.000 unit. Reagen yang didatangkan dari Jerman tersebut telah digunakan sejak dari hari Jumat (17/4) lalu. Jika salah satu dari dua jenis reagen tidak tersedia, maka uji swab tidak dapat dilaksanakan,” jelasnya.

Kata Abyadi, RS USU sendiri telah memesan reagensia melalui supplier dengan menggunakan alokasi anggaran mereka. Namun, supplier masih kesulitan memenuhinya mengingat sulit mendapatkannya di pasar internasional. Karena, saat ini reagensia menjadi komoditas rebutan dunia.

“Mengingat kondisi itulah, sehingga diharapkan pemerintah daerah di Sumut, terutama Pemprovsu dan Pemerintah Kab/Kota se-Sumut untuk serius membantu RS USU dalam pengadaan reagensia PCR tersebut. Artinya, bila kita ingin segera dapat menangani Covid-19 maka pemerintah daerah harus segera bertindak cepat dan nyata. Sebab, pemeriksaan laboratorium ini memang menjadi kunci utama dalam penanganan virus corona,” tegasnya.

Lebih lanjut dia mengatakan, dalam bincang Ombudsman RI dengan Kepala Lembaga Eijkman, Prof Amin Soebandrio pada 8 April lalu, terungkap bahwa kelambanan uji laboratorium menjadi salah satu lambannya penanganan Covid-19. Selama ini, pengujian spesimen Covid-19 di Indonesia hanya dilakukan di Eijkman, sebuah lembaga penelitian pemerintah yang bergerak di bidang biologi molekuler dan bioteknologi kedokteran di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi.

“Jadi, awalnya spesimen Covid-19 dari seluruh rumah sakit di Indonesia, dikirim ke Eijkman melalui Balitbangkes. Inilah yang membuat lambannya proses uji laboratorium Covid-19. Tapi sekarang, Kemenkes sudah membantu alat PCR yang dioperasionalkan di sejumlah rumah sakit di Indonesia, termasuk dua unit di RS USU. Sehingga diharapkan, alat PCR di RS USU ini dapat mempercepat penanganan covid-19 di Sumut. Karena itu, pemerintah daerah harus memberi dukungan penuh untuk memaksimalkan operasionalisasi PCR di RS USU dengan membantu dalam pengadaan reagen PCR,” terang Abyadi.

Ia menyatakan, selain kebutuhan reagensia, RS USU juga membutuhkan bantuan baju hazmat. Ini untuk kebutuhan lima orang petugas analis laboratorium yang mengoperasionalkan mesin PCR. Baju hazmat merupakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang hanya digunakan sekali pakai. “Hingga Senin lalu, ketersediaan baju hazmat di RS USU hanya tinggal tujuh unit. Jumlah itu hanya mencukupi kebutuhan untuk 2 -3 hari,” akunya.

Sejalan dengan itu, sambung Abyadi, Ombudsman RI juga mengharap agar pemda di Sumut segera berupaya mendapatkan APD tersebut. Sehingga, mesin PCR bisa dioperasionalkan oleh lima petugas laboratorium. “Tanpa baju hazmat itu, bagaimana petugas laboratorium melaksanakan tugasnya,” tukasnya.

Abyadi menambahkan, ia mengapreisasi Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang melihat dan meresmikan langsung alat PCR RS USU. Kala itu, gubernur menjanjikan beberapa hal dalam rangka kelancaran operasionalisasi alat tersebut. “Kita berharap gubernur Sumut segera memberi perhatian serius,” pungkas dia. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/