25 C
Medan
Friday, October 11, 2024
spot_img

Petani Siap Melawan Tindakan Okupasi

Kelompok tani yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB) Sumatera Utara siap melakukan perlawanan terhadap upaya okupasi baik yang dilakukan karyawan PTPN 2 maupun kelompok lainnya.

Demikian disampaikan, ketua harian FBR Rabualam didampingi ketua kelompok tani asal Desa Silebo lebo Kecamatan Kutalimbaru, TA Sitepu dalam acara diskusi publik tentang putusan eksaminasi publik terhadap surat keputusan kepala Badan Pertanahan Nasional RI, digelar di rumah makan Pondok Mining, Tanjungmorawa, Rabu (23/5).

Rabualam menyebutkan, perlawanan
yang diberikan oleh kelompok petani terhadap massa dari PTPN 2 karena keterpaksaan untuk membela diri. Pasalnya, sejak semula kelompok tani yang dibawa naungan FBR diintruksikan jangan melakukan tindakan anarkis, tapi boleh melakukan perlawanan kalau sudah terdesak. “Petani dilarang menjual. Tapi kalau lawan menjual, petani siap melawan sampai titik darah terakhir,” katanya.

Menurut dia, bentrok di Kutalimbaru Selasa lalu tidak bisa dihindari oleh petani yang tanamannya hendak ditertibkan oleh pihak PTPN2. Tentu petani tidak terima dengan upaya okupasi itu, petani merasa mereka memiliki alas hak atas lahan tersebut.

Masih soal tragedi Selasa lalu, TA Sitepu menceritakan ketika kejadian penyerangan dirinya berada di tempat itu. Menurutnya ada 20 unit truk yang disewa PTPN 2 mengangkut hampir 1000 orang massa untuk melakukan okupasi. “Karena didesak kelompok tani tanpa dikomando langsung melakukan pelemparan,” sebutnya.

Lebih lanjut, dia menyebutkan massa PTPN dilengkapi persenjatan berupa parang panjang, panah, serta pentungan panjang. Sedangkan petani hanya dipersenjatai alat-alat pertanian cangkul serta babat. “Bila ada senapang angin, itu hanya kebetulan dipakai hendak menembak burung,” ucapnya.
Di Langkat, ratusan petani tergabung dalam Koalisi Kelompok Tani Korban Penjoliman Tahun 1966/67 dan Praktik Mafia Hukum di Kabupaten Langkat, Rabu (23/5) menggelar aksi demo ke Kantor Manajer PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) Kebun Tanjung Beringin Kecamatan Hinai.

Kedatangan ratusan petani yang mewakili dari kordinator bersama 4  koalisi yang selama ini telah mengklaim lahan dan bercocok tanam di luar HGU PTPN II —  kini ditangani   PT Langkat Nusantara Kepong (LNK), meminta pertanggung jawaban sekaligus mempertanyakan alasan surat Manajer PT LNK Kebun Tanjung Beringin, yang ditujukan kepada keempat kelompok petani.

Surat tersebut antara lain mengintruksikan agar para petani membersihkan tanaman. Apabila surat tersebut tidak diindahkan, PT LNK sendiri yang akan melakukan  pembersihan  areal . “Penempatan bahasa itu menunjukkan sikap arogansi kekuatan yang kesampingkan kebenaran hukum dan azas-azas musyawarah. Kami petani penggarap warga Langkat menjunjung tinggi kebenaran hukum dan etika, tidak menginginkan kekerasan,” kata Aminthon Pakpahan SH yang mendampingi koalisi masyarakat petani yang saat itu hanya diterima Sumpeno, Humas PT LNK Tanjung Beringin.

Ditegaskan dia, harus ada pengukuran areal perusahaan yang disebut masuk dalam hak guna usaha (HGU) agar diketahui berapa luas lahan yang berada di HGU sesuai sertifikat yang ada. “Kalau memang benar ada HGU-nya, masyarakat siap hengkang dari lokasi,” katanya lagi.

Di sisi lain beberpa tokoh yang peduli dengan sengketa tanah akan mendirikan lembaga adhoc independen untuk penyelesaian konflik anah di luar pengadilan. Setidaknya hal ini diungkapkan DR H Hasim Purba SH Mhum (Kepala Pusut Penelitian HAM USU), DR Arief Sugiarto SH (Advokad dan Pakar Hukum Pertanahan dari Jakarta), Syhari R Tarigan SH MH (advokad), H Hamdani Harahap SH MH (praktisi hukum), Marasamin Ritonga SH (Ketua Kadin Medan), dan Benget Silitonga (Direktur Bakumsu) di Medan, kemarin siang.

Adapun target lembaga adhock independen untuk penyelesaian konflik anah di luar pengadilan tersebut antara lain untuk mempertemukan kepentingan hak dan penguasaan objek tanah sengketa antara para pihak yang bersengketa. Selain itu, mengoptimal upaya tercapainya kesepakatan para pihak melalui musyawarah dalam rangka mewujudkan kehendak para pihak untuk memperoleh kepastian hukum atas suatu bidang tanah. (btr/mag-4/gus)

Kelompok tani yang tergabung dalam Forum Rakyat Bersatu (FRB) Sumatera Utara siap melakukan perlawanan terhadap upaya okupasi baik yang dilakukan karyawan PTPN 2 maupun kelompok lainnya.

Demikian disampaikan, ketua harian FBR Rabualam didampingi ketua kelompok tani asal Desa Silebo lebo Kecamatan Kutalimbaru, TA Sitepu dalam acara diskusi publik tentang putusan eksaminasi publik terhadap surat keputusan kepala Badan Pertanahan Nasional RI, digelar di rumah makan Pondok Mining, Tanjungmorawa, Rabu (23/5).

Rabualam menyebutkan, perlawanan
yang diberikan oleh kelompok petani terhadap massa dari PTPN 2 karena keterpaksaan untuk membela diri. Pasalnya, sejak semula kelompok tani yang dibawa naungan FBR diintruksikan jangan melakukan tindakan anarkis, tapi boleh melakukan perlawanan kalau sudah terdesak. “Petani dilarang menjual. Tapi kalau lawan menjual, petani siap melawan sampai titik darah terakhir,” katanya.

Menurut dia, bentrok di Kutalimbaru Selasa lalu tidak bisa dihindari oleh petani yang tanamannya hendak ditertibkan oleh pihak PTPN2. Tentu petani tidak terima dengan upaya okupasi itu, petani merasa mereka memiliki alas hak atas lahan tersebut.

Masih soal tragedi Selasa lalu, TA Sitepu menceritakan ketika kejadian penyerangan dirinya berada di tempat itu. Menurutnya ada 20 unit truk yang disewa PTPN 2 mengangkut hampir 1000 orang massa untuk melakukan okupasi. “Karena didesak kelompok tani tanpa dikomando langsung melakukan pelemparan,” sebutnya.

Lebih lanjut, dia menyebutkan massa PTPN dilengkapi persenjatan berupa parang panjang, panah, serta pentungan panjang. Sedangkan petani hanya dipersenjatai alat-alat pertanian cangkul serta babat. “Bila ada senapang angin, itu hanya kebetulan dipakai hendak menembak burung,” ucapnya.
Di Langkat, ratusan petani tergabung dalam Koalisi Kelompok Tani Korban Penjoliman Tahun 1966/67 dan Praktik Mafia Hukum di Kabupaten Langkat, Rabu (23/5) menggelar aksi demo ke Kantor Manajer PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) Kebun Tanjung Beringin Kecamatan Hinai.

Kedatangan ratusan petani yang mewakili dari kordinator bersama 4  koalisi yang selama ini telah mengklaim lahan dan bercocok tanam di luar HGU PTPN II —  kini ditangani   PT Langkat Nusantara Kepong (LNK), meminta pertanggung jawaban sekaligus mempertanyakan alasan surat Manajer PT LNK Kebun Tanjung Beringin, yang ditujukan kepada keempat kelompok petani.

Surat tersebut antara lain mengintruksikan agar para petani membersihkan tanaman. Apabila surat tersebut tidak diindahkan, PT LNK sendiri yang akan melakukan  pembersihan  areal . “Penempatan bahasa itu menunjukkan sikap arogansi kekuatan yang kesampingkan kebenaran hukum dan azas-azas musyawarah. Kami petani penggarap warga Langkat menjunjung tinggi kebenaran hukum dan etika, tidak menginginkan kekerasan,” kata Aminthon Pakpahan SH yang mendampingi koalisi masyarakat petani yang saat itu hanya diterima Sumpeno, Humas PT LNK Tanjung Beringin.

Ditegaskan dia, harus ada pengukuran areal perusahaan yang disebut masuk dalam hak guna usaha (HGU) agar diketahui berapa luas lahan yang berada di HGU sesuai sertifikat yang ada. “Kalau memang benar ada HGU-nya, masyarakat siap hengkang dari lokasi,” katanya lagi.

Di sisi lain beberpa tokoh yang peduli dengan sengketa tanah akan mendirikan lembaga adhoc independen untuk penyelesaian konflik anah di luar pengadilan. Setidaknya hal ini diungkapkan DR H Hasim Purba SH Mhum (Kepala Pusut Penelitian HAM USU), DR Arief Sugiarto SH (Advokad dan Pakar Hukum Pertanahan dari Jakarta), Syhari R Tarigan SH MH (advokad), H Hamdani Harahap SH MH (praktisi hukum), Marasamin Ritonga SH (Ketua Kadin Medan), dan Benget Silitonga (Direktur Bakumsu) di Medan, kemarin siang.

Adapun target lembaga adhock independen untuk penyelesaian konflik anah di luar pengadilan tersebut antara lain untuk mempertemukan kepentingan hak dan penguasaan objek tanah sengketa antara para pihak yang bersengketa. Selain itu, mengoptimal upaya tercapainya kesepakatan para pihak melalui musyawarah dalam rangka mewujudkan kehendak para pihak untuk memperoleh kepastian hukum atas suatu bidang tanah. (btr/mag-4/gus)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/