JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Buni Yani resmi ditetapkan tersangka oleh penyidik Subdit Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya atas dugaan penyebaran kebencian terhadap Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Buni Yani dinilai Bareskrim Polri telah memenuhi unsur menyebarkan informasi SARA.
“Malam ini pukul 20.00 WIB dengan bukti permulaan yang cukup saudara BY kita naikan statusnya sebagai tersangka,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (23/11).
Awi menjabarkan, postingan di status Facebook Buni Yani dinilai telah menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan kebencian dan permusuhan. Bukan masalah penyebaran video Ahok yang menukil Al Maidah 51.
Buni Yani dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 45 ayat 2 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman maksimal 6 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.
“Penyidik punya alat bukti yang cukup kuat untuk menetapkan Buni sebagai tersangka dalam kasus tersebut,” sambung Awi.
Usai penetapan itu, Buni tak diizinkan kembali ke rumahnya. Dia diwajibkan menjalani pemeriksaan lanjutan. “Sementara ini 1×24 dilakukan pemeriksaan kembali sebagai tersangka. Kami langsung ulur pemeriksaan sebagai tersangka dulu,” tambah Awi.
Namun begitu, Awi juga mengungkapkan, status tersangka yang disematkan terhadap Buni bisa dicabut setiap saat. Namun, pencabutan itu dilakukan sesuai penilaian dari penyidik.
“Terkait statusnya dibatalkan atau tidak, kita tunggu dari penyidik. Baik itu syarat formil atau materiilnya, termasuk alasan. Semuanya kita kembalikan pada penyidik,” tutupnya.
Pengacara Buni Yani, Aldwin Rahadian langsung memprotes penetapan status tersangka kliennya dalam perkara penghasutan SARA. Proses hukum disebut tidak fair.
“Jadi saya nyatakan hari ini sangat kecewa dan sangat kaget dan ini prosesnya tidak fair. Pak Buni Yani baru pertama kali dimintai (keterangan) sebagai saksi dan selalu kooperatif,” kata Aldwin kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/11).
Menurut Aldwin, penyidik tiba-tiba menyodorkan surat penangkapan saat pemeriksaan Buni Yani sebagai saksi belum rampung. Surat ini diprotes lantaran Buni dipanggil sebagai saksi dan selalu bersikap kooperatif.
“Kenapa Pak Buni Yani harus ditangkap? Dia kooperatif kok, mau diperiksa, dipanggil datang. Menurut saya ini diskriminatif. Lonceng keadilan sudah mati di tempat ini terhadap klien saya Buni Yani,” imbuh Aldwin.
Buni Yani memang langsung diperiksa sebagai tersangka. Soal penahanan, penyidik menurut Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono yang akan memutuskan.
“Karena dia tidak siap harus mengumpulkan tenaga, terpaksa harus di sini. Ini prosesnya sangat tidak fair, diskriminatif,” ujar Aldwin.(bbs/adz)