31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Gadis Korban Tsunami Aceh Dipaksa Mengemis

Kembali ke Pelukan Orangtua setelah Tujuh Tahun Hilang

Ada tahi lalat di kelopak mata dan tangan remaja perempuan 15 tahun itu. Bercak hitam juga terdapat di perut. Semua ciri-ciri itulah yang membuat pasangan suami-istri, Tarminus (42) dan Yusnidar (36) yakin bahwa gadis tersebut adalah anak kedua mereka, Meri Yulanda, yang hilang tujuh tahun silam saat terjadi tsunami di Aceh

Tujuh tahun silam, tepatnya 26 Desember 2004, pasangan Tarminus dan Yusnidar kehilangan dua anak sekaligus saat tsunami dahsyat menggulung tempat tinggal mereka di Meulaboh. Saat itu, karena tempat mereka menyelamatkan diri di teras lantai 2 sebuah rumah hampir roboh dihajar tsunami, Tarminus dan Yusnidar menitipkan Meri dan anak pertama mereka ke kapal penyelamat yang melintas.

Namun, akibat terlalu banyak penumpang, kapal itu oleng. Kakak Meri lenyap ditelan gelombang. “Meri terseret terus dan rupanya selamat,” kata Tarminus ketika ditemui di kediamannya yang sekarang di Lorong Sangkis, Desa Ujung Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, kemarin (23/12).

Tarminus dan Yusnidar sejak itu tak pernah lagi mendengar kabar dua anaknya tersebut. Mereka pun berdamai dengan kenyataan tak akan lagi pernah bertemu dengan dua buah hatinya tersebut.
Hingga kemudian, Tarminus dan Yusnidar dipanggil ke rumah geuchik (kepala kampung) Desa Ujung Baroh pada Rabu lalu (21/12). Di sana mereka dipertemukan dengan seorang gadis yang ternyata diyakini pasangan tersebut sebagai Meri Yulanda. “Ya, dia anak kami,” tegas Yusnidar.

Menurut penuturan Meri, begitu selamat dari gulungan gelombang tsunami, dia bertemu dengan seorang wanita bernama Fatimah Cam. Dalam kondisi trauma dan Aceh yang sangat kacau balau saat itu, bocah delapan tahun itu pun menurut ketika diajak pergi meninggalkan Meulaboh menuju Banda Aceh. Mereka akhirnya menetap di sebuah rumah di kawasan Khaju, Kabupaten Aceh Besar.

Di Khaju, oleh Fatimah, nama Meri Yulanda diganti menjadi Hera Wati. Tapi, dalam asuhan ibu angkatnya, Meri ternyata disuruh meminta-minta kepada pengguna jalan di Simpang Lima Peunanyong, Kota Banda Aceh.
“Rambut anak saya dipangkas cepak agar orang yang melihat merasa iba dan mau memberikan sedekah,” kata Tarminus.

Celakanya lagi, jika pulang ke rumah tanpa mendapat rezeki dari hasil meminta-minta, Meri mendapat kekerasan fisik, dipukul Fatimah. “Tapi, saat Meri minta pulang, Fatimah Cam itu bilang bahwa semua keluarga Meri telah meninggal,” urainya.

Namun, karena tidak tahan lagi dengan perlakuan kasar yang terus-menerus dari Fatimah, Meri memberanikan diri mendatangi terminal angkutan umum di Banda Aceh dan mencari bantuan untuk pulang ke kampung halaman yang masih diingatnya dengan baik, Desa Ujung Baroh, Meulaboh.

Pada Rabu siang (21/12), Meri diturunkan mobil penumpang di Mal Meulaboh. Saat tiba di Meulaboh, Meri cuma meminta agar diantar ke rumah Pak Yus dan Makyus kepada orang-orang yang iba melihat dirinya kebingungan.

Dia pun akhirnya diantar ke rumah geuchik Desa Ujung Baroh. “Baru kami dipangil dengan Pak Geuchik untuk memastikan apakah Meri benar anak kami. Setelah istri saya melihat semua tanda, dia memastikan benar bahwa dia adalah anak kami,” tutur Tarminus. (den/jpnn/c4/ttg)

Kembali ke Pelukan Orangtua setelah Tujuh Tahun Hilang

Ada tahi lalat di kelopak mata dan tangan remaja perempuan 15 tahun itu. Bercak hitam juga terdapat di perut. Semua ciri-ciri itulah yang membuat pasangan suami-istri, Tarminus (42) dan Yusnidar (36) yakin bahwa gadis tersebut adalah anak kedua mereka, Meri Yulanda, yang hilang tujuh tahun silam saat terjadi tsunami di Aceh

Tujuh tahun silam, tepatnya 26 Desember 2004, pasangan Tarminus dan Yusnidar kehilangan dua anak sekaligus saat tsunami dahsyat menggulung tempat tinggal mereka di Meulaboh. Saat itu, karena tempat mereka menyelamatkan diri di teras lantai 2 sebuah rumah hampir roboh dihajar tsunami, Tarminus dan Yusnidar menitipkan Meri dan anak pertama mereka ke kapal penyelamat yang melintas.

Namun, akibat terlalu banyak penumpang, kapal itu oleng. Kakak Meri lenyap ditelan gelombang. “Meri terseret terus dan rupanya selamat,” kata Tarminus ketika ditemui di kediamannya yang sekarang di Lorong Sangkis, Desa Ujung Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, kemarin (23/12).

Tarminus dan Yusnidar sejak itu tak pernah lagi mendengar kabar dua anaknya tersebut. Mereka pun berdamai dengan kenyataan tak akan lagi pernah bertemu dengan dua buah hatinya tersebut.
Hingga kemudian, Tarminus dan Yusnidar dipanggil ke rumah geuchik (kepala kampung) Desa Ujung Baroh pada Rabu lalu (21/12). Di sana mereka dipertemukan dengan seorang gadis yang ternyata diyakini pasangan tersebut sebagai Meri Yulanda. “Ya, dia anak kami,” tegas Yusnidar.

Menurut penuturan Meri, begitu selamat dari gulungan gelombang tsunami, dia bertemu dengan seorang wanita bernama Fatimah Cam. Dalam kondisi trauma dan Aceh yang sangat kacau balau saat itu, bocah delapan tahun itu pun menurut ketika diajak pergi meninggalkan Meulaboh menuju Banda Aceh. Mereka akhirnya menetap di sebuah rumah di kawasan Khaju, Kabupaten Aceh Besar.

Di Khaju, oleh Fatimah, nama Meri Yulanda diganti menjadi Hera Wati. Tapi, dalam asuhan ibu angkatnya, Meri ternyata disuruh meminta-minta kepada pengguna jalan di Simpang Lima Peunanyong, Kota Banda Aceh.
“Rambut anak saya dipangkas cepak agar orang yang melihat merasa iba dan mau memberikan sedekah,” kata Tarminus.

Celakanya lagi, jika pulang ke rumah tanpa mendapat rezeki dari hasil meminta-minta, Meri mendapat kekerasan fisik, dipukul Fatimah. “Tapi, saat Meri minta pulang, Fatimah Cam itu bilang bahwa semua keluarga Meri telah meninggal,” urainya.

Namun, karena tidak tahan lagi dengan perlakuan kasar yang terus-menerus dari Fatimah, Meri memberanikan diri mendatangi terminal angkutan umum di Banda Aceh dan mencari bantuan untuk pulang ke kampung halaman yang masih diingatnya dengan baik, Desa Ujung Baroh, Meulaboh.

Pada Rabu siang (21/12), Meri diturunkan mobil penumpang di Mal Meulaboh. Saat tiba di Meulaboh, Meri cuma meminta agar diantar ke rumah Pak Yus dan Makyus kepada orang-orang yang iba melihat dirinya kebingungan.

Dia pun akhirnya diantar ke rumah geuchik Desa Ujung Baroh. “Baru kami dipangil dengan Pak Geuchik untuk memastikan apakah Meri benar anak kami. Setelah istri saya melihat semua tanda, dia memastikan benar bahwa dia adalah anak kami,” tutur Tarminus. (den/jpnn/c4/ttg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/