30 C
Medan
Sunday, November 24, 2024
spot_img

Orang Mati Bayar Retribusi

MEDAN-Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002 tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat dinilai salah alamat. Pasalnya hal itu akan memberatkan masyarakat, terutama orang miskin. Masalah tarif pemakaman dan pengabuan tersebut tidak perlu diatur dalam Perda.

TERENDAM: Seorang warga melintas  perkuburan  terendam banjir  Banten.  Medan, pemakaman kini kena retribusi.//DONI KURNIAWAN/BANTEN RAYA/jpnn
TERENDAM: Seorang warga melintas di perkuburan yang terendam banjir di Banten. Di Medan, pemakaman kini kena retribusi.//DONI KURNIAWAN/BANTEN RAYA/jpnn

“Perda itu luar biasa. Bagaimana pula orang yang sedang berduka kita paksa untuk membayar retribusi itu. Ini tidak masuk akal dan sudah salah alamat,” ujar Ketua Fraksi Medan Bersatu (FMB) DPRD Kota Medan, Godfried Effendi Lubis kepada Sumut Pos, Minggu (24/3).

Menurut Godfried, Pemko Medan harus realistis, terutama pasal 11 ayat 2 tentang retribusi pengabuan mayat. Retribusi sebesar Rp400 ribu hingga Rp600 ribu tersebut dikatakan sangat memberatkan, khususnya bagi orang miskin. Apalagi, Pemko Medan sendiri belum memiliki krematorium.
“Perda itu sudah menetapkan retribusi pengabuan mayat, sementara Pemko Medan sendiri belum memiliki krematorium. Objek Perda itu belum ada, sehingga masih angan-angan. Perda itu tidak memiliki regulasi,” tegasnya.

Sedangkan, untuk retribusi penguburan mayat, Godfried menilai wajar karena Pemko Medan memang ada mengelola pemakaman. Namun, untuk tarif pemakaman, dikatakan harus gratis, apalagi untuk orang miskin. Retribusi pemakaman sebesar Rp100 ribu tersebut harus sudah bersama biaya perawatan makam selama 3 tahun.

“Untuk biaya pemakaman harus gratis. Tapi, kalau untuk biaya pengorekan tanah dan biaya perawatan selama tiga tahun, itu memang wajar untuk bayar. Perda ini benar-benar tidak memihak rakyat lagi,” tegasnya.

Ketua Indonesia Tionghoa (INTI) Kota Medan Dra Lily MBA ketika ditanya soal retribusi pengabuan mayat tersebut mengaku keberatannya. Pasalnya, tidak semua yang diabukan tersebut mayat orang kaya, tapi juga ada yang miskin. “Tergantung permintaan keluarga. Kalau kelurganya berada jauh, maka biasa diabukan,” ungkapnya.

Namun, retribusi pengabuan sebesar Rp400 ribu hingga Rp600 ribu tersebut dinilai terlalu memberatkan. Pasalnya, keluarga orang yang meniggal biasanya sudah mengeluarkan biaya untuk proses pemakaman, tapi juga dipaksa untuk membayar retribusi. “Lagi pula, Pemko Medan belum memiliki krematorium, jadi untuk apa dibuat perda itu,” tegasnya.

Ketua Pansus Revisi Perda No 32 tahun 2002, Roma Simaremare ketika dikomfirmasi mengatakan, orang miskin tidak perlu takut terhadap perda itu. Pasalnya, pemakaman dan pengabuan mayat orang miskin akan gratis. “Tapi harus ada keterangan dari pihak kelurahan ataupun kecamatan,” jelasnya.
Mengenai penggratisan pemakaman dan pengabuan mayat orang miskin, dikatakan akan diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwal). “Soal penggratisan pemakaman dan pengabuan mayat orang miskin itu memang tidak ada diatur dalam perda, tapi akan diatur oleh Perwal. Perwal itu akan diberlakukan bersamaan dengan Perda ini,” tegasnya.

Pengesahan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002, tentang retribusi pengabuan mayat sebesar Rp600 ribu disahkan DPRD Medan melalui rapat paripurna di Gedung DPRD Kota Medan, Kamis (21/3) lalu.

Dalam paripurna itu, lima fraksi di DPRD Medan menerima, sedangkan satu fraksi menolak secara tegas, dan dua fraksi lainnya menolak dengan catatan.
Meski telah disetujui, namun pengesahan Perda ini berjalan alot. Tarik ulur dukungan terus menyeruak dari seluruh fraksi. bahkan perdebatan kian memanas dengan muncul pernyataan Perda dimaksud hanya angan-angan Pemko Medan.

“Retribusi pemakaman kami menerima, karena Pemko Medan ada mengelola pemakamanan di daerah ini. Sedangkan untuk pengelolaan pengabuan atau krematorium, jelas kami tolak. Karena hingga kini Pemko tidak memiliki fasilitas untuk kremasi itu. Jadi wajar saya katakan berangan-angan. Perda diterapkan, sementara subjeknya tidak ada,” kata Ketua Fraksi PPP Ahmad Parlindungan Batubara.

Dia menjelaskan, saat ini Pemko Medan belum memiliki krematorium, sedangkan krematorium yang berada di Tanjungmorawa masuk dalam wilayah Kabupaten Deliserdang.

Dia menambahkan, ketika subjek tidak disediakan, sementara objeknya dilegalkan, bukan tidak mungkin ke depan akan muncul krematorium milik swasta, untuk memenuhi kebutuhan pengabuan mayat tadi.

“Dan ini akan kembali merugikan Pemko Medan. Dimana aturan retribusinya ada, namun tidak bisa dikutip, karena tidak dikelola atau dimiliki Pemko Medan. Dan ini juga berimbas pada ruginya masyarakat. Dimana harus mengeluarkan sejumlah dana besar untuk pengabuan mayat,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Perda Nomor 32 tahun 2002 ini Roma Simaremare, Pemko Medan mengusulkan untuk memungut retribusi Rp5 juta lebih untuk pemeliharaan pemakaman muslim dan Rp15 juta lebih untuk pemakaman Kristiani.
“Namun hal ini kita tolak. Dan biaya pemeliharaan digratiskan dengan catatan masing-masing pemakaman melakukan penertiban dan memberikan tanda terhadap pemakaman dimaksudkan,” tegasnya. (mag-7)

MEDAN-Revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002 tentang retribusi pemakaman dan pengabuan mayat dinilai salah alamat. Pasalnya hal itu akan memberatkan masyarakat, terutama orang miskin. Masalah tarif pemakaman dan pengabuan tersebut tidak perlu diatur dalam Perda.

TERENDAM: Seorang warga melintas  perkuburan  terendam banjir  Banten.  Medan, pemakaman kini kena retribusi.//DONI KURNIAWAN/BANTEN RAYA/jpnn
TERENDAM: Seorang warga melintas di perkuburan yang terendam banjir di Banten. Di Medan, pemakaman kini kena retribusi.//DONI KURNIAWAN/BANTEN RAYA/jpnn

“Perda itu luar biasa. Bagaimana pula orang yang sedang berduka kita paksa untuk membayar retribusi itu. Ini tidak masuk akal dan sudah salah alamat,” ujar Ketua Fraksi Medan Bersatu (FMB) DPRD Kota Medan, Godfried Effendi Lubis kepada Sumut Pos, Minggu (24/3).

Menurut Godfried, Pemko Medan harus realistis, terutama pasal 11 ayat 2 tentang retribusi pengabuan mayat. Retribusi sebesar Rp400 ribu hingga Rp600 ribu tersebut dikatakan sangat memberatkan, khususnya bagi orang miskin. Apalagi, Pemko Medan sendiri belum memiliki krematorium.
“Perda itu sudah menetapkan retribusi pengabuan mayat, sementara Pemko Medan sendiri belum memiliki krematorium. Objek Perda itu belum ada, sehingga masih angan-angan. Perda itu tidak memiliki regulasi,” tegasnya.

Sedangkan, untuk retribusi penguburan mayat, Godfried menilai wajar karena Pemko Medan memang ada mengelola pemakaman. Namun, untuk tarif pemakaman, dikatakan harus gratis, apalagi untuk orang miskin. Retribusi pemakaman sebesar Rp100 ribu tersebut harus sudah bersama biaya perawatan makam selama 3 tahun.

“Untuk biaya pemakaman harus gratis. Tapi, kalau untuk biaya pengorekan tanah dan biaya perawatan selama tiga tahun, itu memang wajar untuk bayar. Perda ini benar-benar tidak memihak rakyat lagi,” tegasnya.

Ketua Indonesia Tionghoa (INTI) Kota Medan Dra Lily MBA ketika ditanya soal retribusi pengabuan mayat tersebut mengaku keberatannya. Pasalnya, tidak semua yang diabukan tersebut mayat orang kaya, tapi juga ada yang miskin. “Tergantung permintaan keluarga. Kalau kelurganya berada jauh, maka biasa diabukan,” ungkapnya.

Namun, retribusi pengabuan sebesar Rp400 ribu hingga Rp600 ribu tersebut dinilai terlalu memberatkan. Pasalnya, keluarga orang yang meniggal biasanya sudah mengeluarkan biaya untuk proses pemakaman, tapi juga dipaksa untuk membayar retribusi. “Lagi pula, Pemko Medan belum memiliki krematorium, jadi untuk apa dibuat perda itu,” tegasnya.

Ketua Pansus Revisi Perda No 32 tahun 2002, Roma Simaremare ketika dikomfirmasi mengatakan, orang miskin tidak perlu takut terhadap perda itu. Pasalnya, pemakaman dan pengabuan mayat orang miskin akan gratis. “Tapi harus ada keterangan dari pihak kelurahan ataupun kecamatan,” jelasnya.
Mengenai penggratisan pemakaman dan pengabuan mayat orang miskin, dikatakan akan diatur dalam Peraturan Wali Kota (Perwal). “Soal penggratisan pemakaman dan pengabuan mayat orang miskin itu memang tidak ada diatur dalam perda, tapi akan diatur oleh Perwal. Perwal itu akan diberlakukan bersamaan dengan Perda ini,” tegasnya.

Pengesahan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 32 Tahun 2002, tentang retribusi pengabuan mayat sebesar Rp600 ribu disahkan DPRD Medan melalui rapat paripurna di Gedung DPRD Kota Medan, Kamis (21/3) lalu.

Dalam paripurna itu, lima fraksi di DPRD Medan menerima, sedangkan satu fraksi menolak secara tegas, dan dua fraksi lainnya menolak dengan catatan.
Meski telah disetujui, namun pengesahan Perda ini berjalan alot. Tarik ulur dukungan terus menyeruak dari seluruh fraksi. bahkan perdebatan kian memanas dengan muncul pernyataan Perda dimaksud hanya angan-angan Pemko Medan.

“Retribusi pemakaman kami menerima, karena Pemko Medan ada mengelola pemakamanan di daerah ini. Sedangkan untuk pengelolaan pengabuan atau krematorium, jelas kami tolak. Karena hingga kini Pemko tidak memiliki fasilitas untuk kremasi itu. Jadi wajar saya katakan berangan-angan. Perda diterapkan, sementara subjeknya tidak ada,” kata Ketua Fraksi PPP Ahmad Parlindungan Batubara.

Dia menjelaskan, saat ini Pemko Medan belum memiliki krematorium, sedangkan krematorium yang berada di Tanjungmorawa masuk dalam wilayah Kabupaten Deliserdang.

Dia menambahkan, ketika subjek tidak disediakan, sementara objeknya dilegalkan, bukan tidak mungkin ke depan akan muncul krematorium milik swasta, untuk memenuhi kebutuhan pengabuan mayat tadi.

“Dan ini akan kembali merugikan Pemko Medan. Dimana aturan retribusinya ada, namun tidak bisa dikutip, karena tidak dikelola atau dimiliki Pemko Medan. Dan ini juga berimbas pada ruginya masyarakat. Dimana harus mengeluarkan sejumlah dana besar untuk pengabuan mayat,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus (Pansus) Revisi Perda Nomor 32 tahun 2002 ini Roma Simaremare, Pemko Medan mengusulkan untuk memungut retribusi Rp5 juta lebih untuk pemeliharaan pemakaman muslim dan Rp15 juta lebih untuk pemakaman Kristiani.
“Namun hal ini kita tolak. Dan biaya pemeliharaan digratiskan dengan catatan masing-masing pemakaman melakukan penertiban dan memberikan tanda terhadap pemakaman dimaksudkan,” tegasnya. (mag-7)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/