BELAWAN-Banyak akal untuk mendapat keuntungan terkait bisnis Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain soal ‘tangki kencing’, Sumut Pos juga menemukan gaya oplosan lain. Yakni, mengolah limbah avtur (bahan bakar pesawat terbang) menjadi premium.
Rencana pembatasan dan pengendalian BBM bersubsidi harus benar-benar diawasi oleh pemerintah serta aparat penegak hukum. Karena bukan tidak mungkin dalam pendistribusiannya praktik penyalahgunaan peruntukan dimanfaatkan para oknum maupun pebisnis penampungan dan penimbunan tak resmi, seperti yang terjadi di wilayah utara kota Medan.
Dari penelusuran Sumut Pos, Selasa (24/4) kemarin, aktivitas penampungan dan penimbunan di beberapa titik lokasi di Jalan KL Yos Sudarso Km 16,5 Medan Labuhan, praktik penyalahgunaan peruntukan masih terus berlangsung tanpa hambatan. Truk-truk tangki pengangkut BBM subsidi tampak menyinggahi tempat penampungan ilegal yang mendapat pengawalan dari oknum petugas keamanan.
Seorang mantan pekerja di salah satu lokasi penampungan BBM saat ditanyai awalnya sempat enggan berkomentar. Namun, setelah disepakati namanya tidak akan dikorankan akhirnya pria bertubuh sedikit gemuk ini mulai berkicau. Dia mengungkapkan praktik bisnis penimbunan BBM ilegal, yang konon BBM dimaksud juga dipasok ke negara jiran Malaysia.
“Nggak cuma bensin (premium) dan solar saja yang ditampung, tapi truk tangki bawa avtur juga terkadang membuang muatannya ke lokasi,” sebut dia.
Biasanya bahan bakar pesawat tersebut didapat dari truk-truk tangki khusus pengangkut avtur yang keluar dari depot pengisian Pertamina di Medan Labuhan dan akan dipasok ke Bandara Polonia, Medan.”Dan sebaliknya, sisa limbah avtur bekas pemakaian dari pesawat juga ditampung, untuk selanjutnya diolah menjadi minyak tanah dan bahan bakar lainnya, dengan harga tinggi,” ucapnya.
Menurut pria berusia sekitar 43 tahun ini, dalam praktik pencampurannya ada pekerja yang khusus membidanginya. Adapun takarannya satu banding dua, atau misalnya dua ton avtur dicampur dengan satu ton minyak tanah jika hendak dijadikan minyak tanah.
“Kalau soal warna ada zat pewarna minyaknya. Contohnya mau dibikin warnanya agak kemerahan ya tinggal dicampur saja. Takarannya biasanya hanya satu atau dua sendok makan saja, jadi tak perlu terlalu banyak campuran zat pewarnanya,” ungkapnya.
Sedangkan, untuk penampungan BBM jenis premium dan solar yang diperoleh dari truk tangki pertamina yang ‘kencing’ lanjut dia, pihak pengelola lokasi penampungan tidak melakukan pencampuran. Pasokan BBM subsidi itu hanya ditampung untuk ditimbun kemudian dijual ke industri ataupun didistribusikan kepada ‘mafia BBM’ bermodal besar.
“Kalau dijual ke industri harganya sekitar Rp5.300 per liternya. Begitu juga kalau dijual ke ‘mafia BBM’ bermodal besar. Karena oleh mereka akan dipasok lagi ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura dengan harga dolar, dan menggunakan kapal tongkang ataupun kapal kayu berbobot di atas 30 gross ton milik ‘mafia BBM’ itu sendiri,” beber dia.
Ketika ditanya apakah para pelaku tidak takut ditangkap oleh aparat penegak hukum seperti petugas kepolisian dan TNI, pria berkulit gelap ini terlihat tersenyum sembari menjawab:”Itu semua sudah dikondisikan, mulai dari oknum yang di atas sampai oknum bawahannya.”
Disebutkannya, keberadaan lokasi-lokasi penampungan di pinggiran jalan besar seperti di Jalan KL Yos Sudarso Medan, Jalan Titi Pahlawan dan Jalan Kapten Rahmad Buddin Medan Marelan hingga menuju ke Jalan Hamparan Perak Bulu Cina serta Tandem Kebupaten Deliserdang ini merupakan bukti nyata lemahnya penegakan hukum di Sumatera Utara khususnya Kota Medan.
“Coba lihat yang jaga di sekitar lokasi saja oknum, jadi bagaimana mau ditindak? Kalaupun ada razia gabungan, itu cuma trik saja. Seperti operasi ‘kuda laut’ pada tahun lalu, jangankan barang buktinya berton-ton BBM yang diamankan, tersangkanya saja yang sempat ditangkap tak pernah menjalani proses persidangan. Dan itu baru permainan di darat, belum di laut lagi,” jelas dia.
Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) pun mengakui “permainan” pengoplosan BBM itu. Tapi, soal limbah avtur yang menjadi premium, para pengusaha SPBU ini mengaku kurang yakin. “Kalau limbah avtur, saya kurang mengetahuinya. Karena sepengetahuan saya, tidak ada limbahnya,” ujar Penasihat Hiswana Migas, Datmen Ginting.
Sepengetahun pria ini, yang ada sisa avtur yang dijual oleh AURI dan maskapai penerbangan. “Kalau sisa avtur yang biasanya dijual, kemudian dicampur dengan premium. Ini tidak masalah untuk masyarakat, karena oktannya tidak turun. Tetapi, yang rugi ‘kan pemerintah, karena sisa avtur itu kepemilikan pemerintah,” ungkapnya.
Karena oktannya tidak turun, sehingga tidak menimbulkan kerugian pada masyarakat, seperti kerusakan mesin kendaraan dan lainnya.. “Kalau oktan yang rendah itu yang salah, karena bisa membuat mesin kendaraan rusak,” tambahnya.
Nah, kalau premium dengan minyak tanah atau solar ini yang akan menimbulkan kerugian pada masyarakat, karena oktan dari premiumnya akan turun. Pengoplosan antara premium dengan avtur, pada umumnya dijual di SPBU akan dijual sebagai premium. “Saat pengoplosan tersebut, nanti akan ditambah dengan zat pewarna, sehingga warna nya tetap seperti premium dengan perbandingan 2:1 untuk premium,” ungkapnya.
Selain antara sisa avtur dan premium, jenis lain BBM yang biasanya dioplos untuk dijual ke masyarakat adalah pertamax dicampur dengan premium. Dua jenis BBM ini akan dijual sebagai pertamax, dan dipastikan akan membuat oktan pada BBM akan menurun.
Elnusa Rugi hingga Rp400 Juta
Terpisah, terkait aktivitas ‘tangki kencing’ menajemen PT Elnusa Petrofin Medan sebelumnya sempat mengeluhkan dan memberitahukan prihal yang jelas-jelas merugikan perusahaan tersebut ke PT (Persero) Pertamina Upms I Medan. Namun, sejauh ini belum ada solusi bagaimana lokasi-lokasi penampungan dimaksud dapat ditertibkan.
Bahkan tak tanggung-tanggung dalam triwulan pertama tahun ini PT Elnusa yang merupakan anak perusahaan pertamina menanggung kerugian mencapai Rp20 juta akibat mengganti kerugian kepada pihak SPBU.
“Selama bulan Januari-Maret 2012 saja kita sudah rugi sekitar Rp20 juta akibat mengganti kekurangan BBM di SPBU. Sedangkan untuk tahun 2011 lalu kerugian kita mencapai Rp400 juta lebih,” terang, Hendrik Staf Pengawas PT Elnusa Petrofin Medan.
Dia berharap, agar pertamina selaku pengelola BBM juga memberikan jaminan keamanan atas dampak dari terjadinya tindakan penyelewengan BBM subsidi dimaksud.”Kita sudah sering melaporkan kejadian seperti ini termasuk soal pengancaman sopir oleh pihak lokasi, tapi jawabnya nanti kita akan koordinasikan ke penegak hukum. Tapi tetap saja tak ada solusinya baik itu penertiban dari pihak aparat sendiri,” kata, Hendrik.
Menurut dia, aktivitas ‘tangki kencing’ sebenarnya sudah terjadi sejak lama bahkan lebih dari 20 tahun lalu sudah terjadi. Namun sampai saat ini belum ada tindakan tegas dari pihak penegak hukum.”Sebelum PT Elnusa ada soal ‘tangki’ kencing’ ini sudah terjadi, bahkan sistem pengangkutan pola lama dulu sudah ada aktivitas tak resmi itu,” ungkapnya.
Dia menambahkan, saat ini ada sekitar 125 unit truk tangki yang dikelola PT Elnusa untuk mengangkut BBM subsidi dari pertamina. Dari jumlah tersebut sudah termasuk di antaranya sekitar 30 unit truk tangki yang sudah diremajakan.”Semua truk yang kita kelola ini merupakan milik pertamina dan PT Elnusa hanya menjalankan serta mengelolanya saja. Tapi soal pengamanan pertamina terkesan lepas tangan,” ujar dia.(mag-17/ram)