28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

PTPN 2 Ngotot Pertahankan Lahan

Solusi Sengketa Tanah Masih Janji-janji

MEDAN-PTPN 2 akan terus mempertahankan lahan di Kapveld E Rayon B Kebun Sei Semayang Desa Sei Mencirim Kecamatan Kutalimbaru, yang kini dikuasai oleh penggarap. Soalnya kawasan yang masuk dalam lahan seluas 413,48 hektar itu, masih berada di lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 2 dengan nomor sertifikat 92.

“Meskipun terjadi bentrok antara karyawan PTPN 2 dengan penggarap, bukan berarti kita patah semangat. Kami akan terus mempertahankan hak kami,” kata Djon Ismed, Kabag Hukum dan Pertanahan PTPN 2 kepada Sumut Pos, Kamis (24/5) sore.

Dia menjelaskan, sertifikat HGU yang dikeluarkan oleh BPN itu berlaku hingga 2028.

Hal ini seiring dengan perpanjangan HGU yang dilakukan PTPN 2 sesuai dengan batas HGU yang telah ditentukan. “Secara umum lahan kita ini sudah punya SK sejak 1965 dan keluar sertifikat HGU pada 1985. Sertifikat HGU terakhir keluar dari 2003 hingga 2028. Jadi kami pun dari PTPN 2 memiliki hak legal atas penguasaan tahan ini,” ucap Djon Ismed.

Dia menceritakan, upaya untuk perebutan lahan yang dikuasai oleh penggarap ini sudah lama dibicarakan. Bahkan perusahaan plat merah itu juga sudah mengundang pihak kepolisian terkait pengamanan ketika terjadi bentrok antara karyawan dan penggarap. Upaya ini dilakukan selain dari desakan karyawan, juga dilakukan atas desakan serikat pekerja. Hal ini selain untuk mempertahankan aset PTPN 2, juga untuk meningkatkan produksi tebu yang ditanam di areal tersebut.

“Selama ini areal yang digarap warga itu kita tanami tebu. Tapi belakangan karena arealnya dikuasi penggarap maka produksi tebu menjadi berkurang hingga akhirnya berdampak pada jam operasi pabrik yang tidak menentu akibat pasokan tebu yang minim,” beber Djon Ismed.

Lantas apa yang dilakukan saat ini? Ditanya begitu Djon Ismed menjawab pascabentrok dengan penggarap itu pihaknya sudah melaporkan kejadian tersebut kepada pihak Poldasu. Serta membuat laporan tertulis kepada Kementerian BUMN di Jakarta, Komnas HAM, dan pihak-pihak terkait. “Intinya, kita akan tetap mempartahankan hak kami,” tegasnya.

Di sisi lain, reaksi keras disampaikan beberapa tokoh Sumut terkait bentrokan karyawan PTPN 2 dengan warga di Kecamatan Kutalimbaru. Bahkan, ada yang memprediksi bentrok lain akan terjadi di tanah Sumut dan melebihi kasus di Mesuji, Lampung. Pasalnya, penyelesaian persoalan tanah di Sumut hanya janji-janji.

“Setiap pekan hampir selalu ada bentrok, tapi yang ini (bentrok di Kutalimbaru, Red), memang keras. Dan, bisa muncul yang lebih keras lagi,” ujar Anggota DPD RI, Rahmat Shah kepada Sumut Pos, Kamis (24/5).

Sebagai anggota DPD RI dan Komite I yang membidangi  Pertanahan, Rahmat Shah menyesalkan kejadian tersebut. “Kami sudah berkali-kali melakukan pertemuan dengan berbagai pihak. Baik dengan Pemprovsu, Kanwil BPN serta Kakan. Lalu, BPN se-Sumut, dengan Ka BPN Pusat, Menteri Negara BUMN, Menteri Keuangan, instansi terkait, beserta kepala daerah yang berhubungan dengan lahan eks HGU di Kantor DPD RI. Dan, terakhir dengan sembilan puluh lima aliansi berbagai elemen yang datang ke Senayan, namun semuanya hanya menyampaikan janji-janji dan mengulur-ulur waktu,” tambahnya.
Dia mengingatkan aparat keamanan, BPN, PTPN II, dan gubernur, untuk segera mengambil solusi yang komprehensif. Selama ini, menurutnya, penyelesaian-penyelesaian hanya bersifat sporadis, setiap kali muncul bentrok. Solusi yang permanen belum pernah muncul.Jika begini terus, kata Rahmat, maka potensi bentrok yang lebih besar lagi dibanding bentrok di Kutalimbaru, bisa muncul. Bahkan, bisa lebih besar dibanding kasus Mesuji, Lampung, beberapa waktu lalu. “Bisa lebih ngeri dibanding Mesuji,” cetus Rahmat, dengan nada tinggi.

Menurut dia, para petinggi, baik di Sumut maupun di Jakarta, tampak menyepelekan masalah kasus tanah ini. “Kepala BPN, kepala daerah, menteri, semua sombong di hadapan rakyat. Mentang-mentang tidak ada aparat yang membekingi rakyat. Masyarakat sungguh tak mendapatkan keadilan,” ujarnya lagi.

Dikatakan, sebenarnya sikap Presiden SBY sudah tegas, yakni putusan pengadilan yang sudah incrach, yang menyatakan lahan milik rakyat, harus segera dieksekusi, lahan dikembalikan ke rakyat. “Tapi BPN tidak menindaklanjutinya, tidak menerbitkan sertifikat hak milik untuk rakyat,” kata Rahmat.
Sejatinya, Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho telah membentuk tim khusus penanganan areal lahan eks HGU PTPN II, yang dipayungi SK Gubsu tertanggal 23 September 2011. Tugas tim ini, kata Rahmat, melakukan pengukuran dan pemetaan lahan.

Namun tim khusus ini tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga diperpanjang hingga Mei 2012. “Ini sudah akhir Mei, tapi belum juga selesai,” ujar Rahmat.

Sayangnya, saat dikonfirmasi soal tim ini kepada Gatot secara langsung, dia tidak merespon. Pun saat Sumut Pos menghubunginya melalui Blackberry Messenger (BBM), Gatot enggan menjawab pertanyaan. Namun ketika Sumut Pos menyebutkan, adanya indikasi dugaan korupsi salah seorang Kepala Dinas (Kadis) di lingkungan Pemprovsu, Gatot bersedia membalasnya.

Sebelumnya, Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, BPN sebenarnya sudah menindaklanjuti putusan-putusan pengadilan yang sudah incrach. Yakni, BPN menerbitkan surat perintah agar ditunda dulu perpanjangan HGU untuk PTPN II. “Sehingga banyak tanah PTPN II tak dapat diperpanjang HGU-nya karena ada tanah rakyat di situ,” imbuhnya.

Hanya saja, langkah BPN hanya sebatas itu, tidak langsung menyerahkan tanah dimaksud kepada warga. Ini yang menurut Iwan mengundang nafsu para mafia tanah untuk menguasai lahan yang status kepemilikannya terus digantung itu.

Sementara, pihak BPN di Jakarta sulit untuk dimintai konfirmasi. Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Yuswanda A. Tumenggung, saat dihubungi pun, tak sudi mengangkat telepon.

Di sisi lain, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Jafar Nainggolan berjanji akan menelusuri kasus di Kutalimbaru hingga tuntas. Menurutnya, apapun akar persoalan yang ada, satu hal yang paling utama, bahwa sedini mungkin pemerintah daerah harus dapat mengendalikan situasi. “Jadi saya mau meminta keterangan secara rinci dari Pemda Deliserdang. Saya akan coba menghubungi bupatinya,” ungkapnya di Jakarta, kemarin.
Langkah ini dinilainya cukup penting sebagai langkah awal. Sehingga sebagai anggota dewan, dirinya dapat lebih fokus lagi menjembatani persoalan yang ada. “Saat ini saya belum punya data lengkapnya. Makanya untuk itu, kita akan pelajari dan cari data lebih lengkap lagi. Sehingga permasalahan yang ada dapat segera diatasi,”ujarnya. (dra/ila/sam/ari/gir)

Anatomi Konflik PTPN2 vs Warga Kutalimbaru

  1. SK BPN tentang perpanjangan jangka waktu HGU ditengarai sebagai pemicu konflik antara kelompok petani penggarap dan PTPN2.
  2. Sembilan SK Kepala BPN terkait perpanjangan HGU sejumlah lahan harus direvisi karena memicu konflik.
  3. Dari 9 SK itu, 5 di antaranya tentang perpanjangan HGU PTPN II terhadap 42 bidang tanah seluas 38 ribu hektare di Deliserdang, Langkat, dan Binjai.
  4. Lima SK diterbitkan tahun 2000
  5. Empat SK terhadap 55 bidang tanah seluas 17 ribu hektare di wilayah yang sama diterbitkan pada tahun 2002 dan 2004.

NB: Kanwil BPN BPN Sumut membantah sudah menerbitkan HGU perpanjangan

* Data Olahan Sumut Pos

Tata Cara Perolehan Hak Guna Usaha dari Tanah Negara

Syarat Pemohon

  1. Akta Notaris atau Peraturan/Keputusan tentang pendirian Badan Hukum. Jika Badan     Hukum tersebut berbentuk Perseroan Terbatas, permohonan tersebut dilengkapi :
    – SK Menkeh tentang Pengesahan Badan Hukum;
    – Tambahan Berita Negara yang mengumumkan Akta Pendirian Badan Hukum.
  2. Surat Referensi Bank Pemerintah, yang menunjukkan bonafiditas Pemohon
  3. Studi kelayakan atau Proyek Proposal atau Rencana mengusahakan tanah perkebunan     yang dilegalisir oleh Dinas Perkebunan (Disbun) Propinsi.
  4. Surat Pernyataan tersedianya tenaga ahli yang berpendidikan dan berpengalaman dalam pengusahaan perkebunan disertai riwayat hidupnya.

Ketentuan Tanah yang Dimohon

  1. urat Keterangan Pendaftaran tanah (SKPT) dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat, jika mengenai tanah Hak
  2. Girik/Ketitir, bila mengenai tanah adat ;
  3. Bukti Perolehan hak (Pembebasan atau Jual Beli) ;
  4. Gambar Situasi atau Surat Ukur yang dibuat oleh Kantor Pertanahan Kab/Kota atau Kanwil  BPN Propinsi setempat.
  5. Rekomendasi dari Pejabat/Instansi yang terkait, misalnya :
    – Dinas Kehutanan
    – Dinas Pertanian bila tanah yang dimohon merupakan kawasan hutan/tanah Pertanian.
  6. Fatwa Tata Guna Tanah yang dibuat oleh Kanwil BPN Propinsi
  7. Pertimbangan Kepala Kanwil BPN Propinsi, apabila tanah yang dimohon merupakan tanah negara yang belum diusahakan sebagai perkebunan.

* Sumber: Permen Negara Agraria/Kepala BPN No. 9/1999 juncto Permen Negara Agraria/Kepala BPN No. 3/1999

Pejabat Berwenang Menerbitkan HGU

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tanggal 9 Februari 1999
disebutkan kewenangan:

  1. Kepala Kanwil BPN Propinsi menerbitkan SK Pemberian HGU yang luasnya tidak lebih dari 200 Hektare (Pasal 8)
  2. (b) Lahan di atas 200 Ha, tetap pada kewenangan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN (Pasal 13)

Penyebab Hilangnya HGU

  1. Jangka waktunya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Pemberian atau Perpanjangannya.
  2. Dihentikan/dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi, misalnya : Tidak terpenuhinya dan/atau dilanggarnya kewajiban- kewajiban pemegang hak; Adanya Putusan Pengadilan  yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
  3. Dilepaskan oleh pemegang haknya secara sukarela sebelum jangka waktunya berakhir
  4. Dicabut untuk kepentingan umum.
  5. Tanah diterlantarkan.
  6. Tanahnya musnah.
  7. Orang atau Badan Hukum yang mempunyai hak itu, tidak lagi memenuhi syarat untuk memiliki hak tersebut.

* Sumber: Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria juncto Pasal 17 PP 40/ 1996

Tiga Area Panas Sengketa Lahan di Sumut

  1. Area bekas perkebunan Deli yang dibangun Belanda tahun 1917 ke bawah. Areanya mencakup kawasan Pantai Timur Sumut. Mulai Asahan, Binjai, Deliserdang, hingga Pematangsiantar. Model sengketa di kawasan ini menyangkut lahan eks perkebunan zaman Belanda, yang di era awal kemerdekaaan dinasionalisasi menjadi lahan PTPN. Belanda mengambil lahan dari tanah milik masyarakat dan atau masyarakat adat.
  2. Pada 1979 pernah ada upaya redistribusi tanah, yang menurut UU Pokok Agraria, lahan yang diduduki warga harus dikeluarkan dari area perkebunan. Sebelumnya, tahun 1960-an, ada sejumlah surat land reform yang dikeluarkan. Sebagian tanah di Sumut sudah mendapatkan surat land reform ini. Tapi karena ada masalah politik, tanah tak jadi didistribusikan, tapi balik lagi ke PTPN.
  3. Konflik lahan di area perkebunan yang izinnya dikeluarkan di era Orde Baru. Ini biasanya lahan kebun sawit dan HTI. Areanya sebagian besar di kawasan Tapanuli bagian Selatan. Sumber konflik menyangkut kawasan hutan yang dilepas menjadi area perkebunan. Padahal di sana ada tanah garapan masyarakat atau masyarakat adat. Juga dipicu masalah dengan perusahaan perkebunan inti plasma.

* Sumber: Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA)

Solusi Sengketa Tanah Masih Janji-janji

MEDAN-PTPN 2 akan terus mempertahankan lahan di Kapveld E Rayon B Kebun Sei Semayang Desa Sei Mencirim Kecamatan Kutalimbaru, yang kini dikuasai oleh penggarap. Soalnya kawasan yang masuk dalam lahan seluas 413,48 hektar itu, masih berada di lahan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 2 dengan nomor sertifikat 92.

“Meskipun terjadi bentrok antara karyawan PTPN 2 dengan penggarap, bukan berarti kita patah semangat. Kami akan terus mempertahankan hak kami,” kata Djon Ismed, Kabag Hukum dan Pertanahan PTPN 2 kepada Sumut Pos, Kamis (24/5) sore.

Dia menjelaskan, sertifikat HGU yang dikeluarkan oleh BPN itu berlaku hingga 2028.

Hal ini seiring dengan perpanjangan HGU yang dilakukan PTPN 2 sesuai dengan batas HGU yang telah ditentukan. “Secara umum lahan kita ini sudah punya SK sejak 1965 dan keluar sertifikat HGU pada 1985. Sertifikat HGU terakhir keluar dari 2003 hingga 2028. Jadi kami pun dari PTPN 2 memiliki hak legal atas penguasaan tahan ini,” ucap Djon Ismed.

Dia menceritakan, upaya untuk perebutan lahan yang dikuasai oleh penggarap ini sudah lama dibicarakan. Bahkan perusahaan plat merah itu juga sudah mengundang pihak kepolisian terkait pengamanan ketika terjadi bentrok antara karyawan dan penggarap. Upaya ini dilakukan selain dari desakan karyawan, juga dilakukan atas desakan serikat pekerja. Hal ini selain untuk mempertahankan aset PTPN 2, juga untuk meningkatkan produksi tebu yang ditanam di areal tersebut.

“Selama ini areal yang digarap warga itu kita tanami tebu. Tapi belakangan karena arealnya dikuasi penggarap maka produksi tebu menjadi berkurang hingga akhirnya berdampak pada jam operasi pabrik yang tidak menentu akibat pasokan tebu yang minim,” beber Djon Ismed.

Lantas apa yang dilakukan saat ini? Ditanya begitu Djon Ismed menjawab pascabentrok dengan penggarap itu pihaknya sudah melaporkan kejadian tersebut kepada pihak Poldasu. Serta membuat laporan tertulis kepada Kementerian BUMN di Jakarta, Komnas HAM, dan pihak-pihak terkait. “Intinya, kita akan tetap mempartahankan hak kami,” tegasnya.

Di sisi lain, reaksi keras disampaikan beberapa tokoh Sumut terkait bentrokan karyawan PTPN 2 dengan warga di Kecamatan Kutalimbaru. Bahkan, ada yang memprediksi bentrok lain akan terjadi di tanah Sumut dan melebihi kasus di Mesuji, Lampung. Pasalnya, penyelesaian persoalan tanah di Sumut hanya janji-janji.

“Setiap pekan hampir selalu ada bentrok, tapi yang ini (bentrok di Kutalimbaru, Red), memang keras. Dan, bisa muncul yang lebih keras lagi,” ujar Anggota DPD RI, Rahmat Shah kepada Sumut Pos, Kamis (24/5).

Sebagai anggota DPD RI dan Komite I yang membidangi  Pertanahan, Rahmat Shah menyesalkan kejadian tersebut. “Kami sudah berkali-kali melakukan pertemuan dengan berbagai pihak. Baik dengan Pemprovsu, Kanwil BPN serta Kakan. Lalu, BPN se-Sumut, dengan Ka BPN Pusat, Menteri Negara BUMN, Menteri Keuangan, instansi terkait, beserta kepala daerah yang berhubungan dengan lahan eks HGU di Kantor DPD RI. Dan, terakhir dengan sembilan puluh lima aliansi berbagai elemen yang datang ke Senayan, namun semuanya hanya menyampaikan janji-janji dan mengulur-ulur waktu,” tambahnya.
Dia mengingatkan aparat keamanan, BPN, PTPN II, dan gubernur, untuk segera mengambil solusi yang komprehensif. Selama ini, menurutnya, penyelesaian-penyelesaian hanya bersifat sporadis, setiap kali muncul bentrok. Solusi yang permanen belum pernah muncul.Jika begini terus, kata Rahmat, maka potensi bentrok yang lebih besar lagi dibanding bentrok di Kutalimbaru, bisa muncul. Bahkan, bisa lebih besar dibanding kasus Mesuji, Lampung, beberapa waktu lalu. “Bisa lebih ngeri dibanding Mesuji,” cetus Rahmat, dengan nada tinggi.

Menurut dia, para petinggi, baik di Sumut maupun di Jakarta, tampak menyepelekan masalah kasus tanah ini. “Kepala BPN, kepala daerah, menteri, semua sombong di hadapan rakyat. Mentang-mentang tidak ada aparat yang membekingi rakyat. Masyarakat sungguh tak mendapatkan keadilan,” ujarnya lagi.

Dikatakan, sebenarnya sikap Presiden SBY sudah tegas, yakni putusan pengadilan yang sudah incrach, yang menyatakan lahan milik rakyat, harus segera dieksekusi, lahan dikembalikan ke rakyat. “Tapi BPN tidak menindaklanjutinya, tidak menerbitkan sertifikat hak milik untuk rakyat,” kata Rahmat.
Sejatinya, Plt Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho telah membentuk tim khusus penanganan areal lahan eks HGU PTPN II, yang dipayungi SK Gubsu tertanggal 23 September 2011. Tugas tim ini, kata Rahmat, melakukan pengukuran dan pemetaan lahan.

Namun tim khusus ini tidak dapat menyelesaikan tugasnya sehingga diperpanjang hingga Mei 2012. “Ini sudah akhir Mei, tapi belum juga selesai,” ujar Rahmat.

Sayangnya, saat dikonfirmasi soal tim ini kepada Gatot secara langsung, dia tidak merespon. Pun saat Sumut Pos menghubunginya melalui Blackberry Messenger (BBM), Gatot enggan menjawab pertanyaan. Namun ketika Sumut Pos menyebutkan, adanya indikasi dugaan korupsi salah seorang Kepala Dinas (Kadis) di lingkungan Pemprovsu, Gatot bersedia membalasnya.

Sebelumnya, Deputi Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengatakan, BPN sebenarnya sudah menindaklanjuti putusan-putusan pengadilan yang sudah incrach. Yakni, BPN menerbitkan surat perintah agar ditunda dulu perpanjangan HGU untuk PTPN II. “Sehingga banyak tanah PTPN II tak dapat diperpanjang HGU-nya karena ada tanah rakyat di situ,” imbuhnya.

Hanya saja, langkah BPN hanya sebatas itu, tidak langsung menyerahkan tanah dimaksud kepada warga. Ini yang menurut Iwan mengundang nafsu para mafia tanah untuk menguasai lahan yang status kepemilikannya terus digantung itu.

Sementara, pihak BPN di Jakarta sulit untuk dimintai konfirmasi. Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Yuswanda A. Tumenggung, saat dihubungi pun, tak sudi mengangkat telepon.

Di sisi lain, Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Jafar Nainggolan berjanji akan menelusuri kasus di Kutalimbaru hingga tuntas. Menurutnya, apapun akar persoalan yang ada, satu hal yang paling utama, bahwa sedini mungkin pemerintah daerah harus dapat mengendalikan situasi. “Jadi saya mau meminta keterangan secara rinci dari Pemda Deliserdang. Saya akan coba menghubungi bupatinya,” ungkapnya di Jakarta, kemarin.
Langkah ini dinilainya cukup penting sebagai langkah awal. Sehingga sebagai anggota dewan, dirinya dapat lebih fokus lagi menjembatani persoalan yang ada. “Saat ini saya belum punya data lengkapnya. Makanya untuk itu, kita akan pelajari dan cari data lebih lengkap lagi. Sehingga permasalahan yang ada dapat segera diatasi,”ujarnya. (dra/ila/sam/ari/gir)

Anatomi Konflik PTPN2 vs Warga Kutalimbaru

  1. SK BPN tentang perpanjangan jangka waktu HGU ditengarai sebagai pemicu konflik antara kelompok petani penggarap dan PTPN2.
  2. Sembilan SK Kepala BPN terkait perpanjangan HGU sejumlah lahan harus direvisi karena memicu konflik.
  3. Dari 9 SK itu, 5 di antaranya tentang perpanjangan HGU PTPN II terhadap 42 bidang tanah seluas 38 ribu hektare di Deliserdang, Langkat, dan Binjai.
  4. Lima SK diterbitkan tahun 2000
  5. Empat SK terhadap 55 bidang tanah seluas 17 ribu hektare di wilayah yang sama diterbitkan pada tahun 2002 dan 2004.

NB: Kanwil BPN BPN Sumut membantah sudah menerbitkan HGU perpanjangan

* Data Olahan Sumut Pos

Tata Cara Perolehan Hak Guna Usaha dari Tanah Negara

Syarat Pemohon

  1. Akta Notaris atau Peraturan/Keputusan tentang pendirian Badan Hukum. Jika Badan     Hukum tersebut berbentuk Perseroan Terbatas, permohonan tersebut dilengkapi :
    – SK Menkeh tentang Pengesahan Badan Hukum;
    – Tambahan Berita Negara yang mengumumkan Akta Pendirian Badan Hukum.
  2. Surat Referensi Bank Pemerintah, yang menunjukkan bonafiditas Pemohon
  3. Studi kelayakan atau Proyek Proposal atau Rencana mengusahakan tanah perkebunan     yang dilegalisir oleh Dinas Perkebunan (Disbun) Propinsi.
  4. Surat Pernyataan tersedianya tenaga ahli yang berpendidikan dan berpengalaman dalam pengusahaan perkebunan disertai riwayat hidupnya.

Ketentuan Tanah yang Dimohon

  1. urat Keterangan Pendaftaran tanah (SKPT) dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya setempat, jika mengenai tanah Hak
  2. Girik/Ketitir, bila mengenai tanah adat ;
  3. Bukti Perolehan hak (Pembebasan atau Jual Beli) ;
  4. Gambar Situasi atau Surat Ukur yang dibuat oleh Kantor Pertanahan Kab/Kota atau Kanwil  BPN Propinsi setempat.
  5. Rekomendasi dari Pejabat/Instansi yang terkait, misalnya :
    – Dinas Kehutanan
    – Dinas Pertanian bila tanah yang dimohon merupakan kawasan hutan/tanah Pertanian.
  6. Fatwa Tata Guna Tanah yang dibuat oleh Kanwil BPN Propinsi
  7. Pertimbangan Kepala Kanwil BPN Propinsi, apabila tanah yang dimohon merupakan tanah negara yang belum diusahakan sebagai perkebunan.

* Sumber: Permen Negara Agraria/Kepala BPN No. 9/1999 juncto Permen Negara Agraria/Kepala BPN No. 3/1999

Pejabat Berwenang Menerbitkan HGU

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tanggal 9 Februari 1999
disebutkan kewenangan:

  1. Kepala Kanwil BPN Propinsi menerbitkan SK Pemberian HGU yang luasnya tidak lebih dari 200 Hektare (Pasal 8)
  2. (b) Lahan di atas 200 Ha, tetap pada kewenangan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN (Pasal 13)

Penyebab Hilangnya HGU

  1. Jangka waktunya berakhir sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Pemberian atau Perpanjangannya.
  2. Dihentikan/dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak terpenuhi, misalnya : Tidak terpenuhinya dan/atau dilanggarnya kewajiban- kewajiban pemegang hak; Adanya Putusan Pengadilan  yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
  3. Dilepaskan oleh pemegang haknya secara sukarela sebelum jangka waktunya berakhir
  4. Dicabut untuk kepentingan umum.
  5. Tanah diterlantarkan.
  6. Tanahnya musnah.
  7. Orang atau Badan Hukum yang mempunyai hak itu, tidak lagi memenuhi syarat untuk memiliki hak tersebut.

* Sumber: Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria juncto Pasal 17 PP 40/ 1996

Tiga Area Panas Sengketa Lahan di Sumut

  1. Area bekas perkebunan Deli yang dibangun Belanda tahun 1917 ke bawah. Areanya mencakup kawasan Pantai Timur Sumut. Mulai Asahan, Binjai, Deliserdang, hingga Pematangsiantar. Model sengketa di kawasan ini menyangkut lahan eks perkebunan zaman Belanda, yang di era awal kemerdekaaan dinasionalisasi menjadi lahan PTPN. Belanda mengambil lahan dari tanah milik masyarakat dan atau masyarakat adat.
  2. Pada 1979 pernah ada upaya redistribusi tanah, yang menurut UU Pokok Agraria, lahan yang diduduki warga harus dikeluarkan dari area perkebunan. Sebelumnya, tahun 1960-an, ada sejumlah surat land reform yang dikeluarkan. Sebagian tanah di Sumut sudah mendapatkan surat land reform ini. Tapi karena ada masalah politik, tanah tak jadi didistribusikan, tapi balik lagi ke PTPN.
  3. Konflik lahan di area perkebunan yang izinnya dikeluarkan di era Orde Baru. Ini biasanya lahan kebun sawit dan HTI. Areanya sebagian besar di kawasan Tapanuli bagian Selatan. Sumber konflik menyangkut kawasan hutan yang dilepas menjadi area perkebunan. Padahal di sana ada tanah garapan masyarakat atau masyarakat adat. Juga dipicu masalah dengan perusahaan perkebunan inti plasma.

* Sumber: Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/