25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Sakit Hati Ditugaskan ke Sinabung, Kopral Gantung Diri

Gantung diri-Ilustrasi
Gantung diri-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jeritan Dewi (42) mengagetkan penghuni Asrama Batalyon Zeni Tempur (Yon Zipur)/1 Dhira Dharma (DD) Jl. Pembangunan, Medan Helvetia, kemarin (23/5) pagi. Ibu 3 anak itu, syok melihat suaminya, Kopka Trie Harianto (45), tewas gantung diri.
Pagi itu, Trie masih sempat sarapan bersama anak istrinya. Usai sarapan, Dewi lalu mengantarkan anaknya sekolah. Tinggallahn Trie sendirian di rumah yang berbatasan dengan Jl. Pendidikan itu. Tak ada yang menyaksikan atau melihat aksi prajurit Yon Zipur 1/DD itu. Justru Dewi sendiri yang curiga.
Kala itu, usai mengantar anak-anaknya sekolah, Dewi pulang ke rumah. Tiba di sana, dia heran. Sebab pintu rumah terkunci. Awalnya, dia tak curiga. Namun, setelah berulangkali memanggil suaminya, Dewi mulai merasa tak enak. Apalagi, dari arah belakang rumah, dia mendengar suara seperti orang ngorok.
Panik, Dewi pun berteriak sehingga para tetangga yang juga sesama penghuni asrama berdatangan dan mendobrak pintu depan. Betapa kagetnya mereka saat melihat Tri gantung diri menggunakan sabuk karate berwarna coklat.
Sontak Dewi histeris melihat pria yang memberinya 3 anak itu, gantung diri di dapur. Suasana asrama pun jadi heboh. Akhirnya jasad Tri dibawa ke RSU Putri Hijau Medan. Apa pemicu kenekatan Trie gantung diri, belum bisa dipastikan betul.
Hanya saja, beberapa hari sebelum mengakhiri hidupnya, Trie sempat curhat pada kepling setempat yang akrab disapa Pak Ipang. Dibeber kepling itu, dia dan Trie kerap bertemu di masjid. Keduanya juga sering cerita. Singkatnya, Trie dan Pak Ipang bisa dibilang akrab karena rutinitas pertemuan di masjid.
Sambung Pak Ipang, Trie pernah curhat kalau sakit hati karena kerap ditugaskan dalam pembangunan rumah bagi pengungsi Sinabung di Siosar. Bahkan, Trie mengaku dadanya jadi sesak sejak kerap ke sana. Pasalnya, debu vulkanik jadi langganannya selama bertugas di sana.
“Dia curhat, katanya hatinya sakit dan sesak setiap ditugaskan ke Sinabung. Karena memang kerjanya di sana membangun rumah pengungsi dan bangunan lain, katanya. Dia merasa tersiksa batin katanya,” ujar Pak Ipang.
Diakui kepling itu lagi, dia juga sempat mensehati Trie agar tak menuruti emosi dan selalu ingat Tuhan.
Tapi, sambung Pak Ipang, Trie sempat berdebat dengannya gara-gara nasehat itu. “Dibilangnya, kalau teori semua orang bisa. Namun masalah yang dihadapinya, ya dirinya sendiri yang menjalani, sehingga sulit jadinya,” ujar Pak Ipang, mengenang percakapannya dengan Trie.
Saat ditanyakan pada Dewi, dia membenarkan keluhan suaminya soal penugasan ke Sinabung itu. Sayangnya, dia enggan membeber detail. Dia hanya sekedar membenarkan saja keterangan Pak Ipang yang ditanyakan kru koran ini padanya. “Dia sering ngeluh, katanya gak sanggup juga kalau begini tiap waktu,” ujar Dewi membenarkan. Setelah itu, sembari menangis, Dewi langsung pergi masuk ke dalam rumahnya untuk berkemas. Sebab jenazah suaminya akan dimakamkan di TPU Desa Sigara gara, Kec. Patumbak, sekira pukul 13.00 WIB.
Senada disampaikan Ahmad (35) warga Jl. Pendidikan. Dia mengaku teman satu jamaah sholat di masjid. “Gak nyangka kali kami Bang. Dia rajin sholat dan sering jadi muadzin di sini. Namun kenapa dia kok nekat kali,” heran Ahmad. Memang, sambung Ahmad, sejak dua minggu terakhir, dia kerap melihat wajah Trie gelisah. “Kadang di masjid pun dia melamun. Pas ditanya, dia bilang sedang risau karena masalah ditugaskan di Sinabung. Dia bilang dua minggu yang lalu, stres aku, bentar lagi mau ke Sinabung lagi,” ujarnya mengenang percakapannya dengan Trie, sekira 2 minggu lalu.
Sayangnya lagi, sejumlah rekan-rekan Trie di sana, enggan memberikan komentar. Apalagi, Trie lebih sering bergaul dengan warga sipil setempat. Trie sendiri meninggalkan seorang istri dan 3 anak yang masih kecil, 2 laki-laki dan 1 perempuan.
Kembali ke Pak Ipang. Diakuinya pula, 5 hari sebelumnya, Trie sempat memberikan uang untuk kurban Idul Adha tahun ini. “Terakhir dia kasih uang sekitar 5 hari yang lalu sembari duduk di rumah saya ini. Dia kasih uang Rp1,5 juta buat dana kurban,” ujar kepling.
Terpisah, Kapendam I/BB, Kolonel Enoh Solehudin, saat dikonfirmasi, menyangkal prajurit macan itu gantung diri. “Ndak ada itu mati bunuh diri, tapi karena sakit,” ujarnya.(mri/trg)

Gantung diri-Ilustrasi
Gantung diri-Ilustrasi

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Jeritan Dewi (42) mengagetkan penghuni Asrama Batalyon Zeni Tempur (Yon Zipur)/1 Dhira Dharma (DD) Jl. Pembangunan, Medan Helvetia, kemarin (23/5) pagi. Ibu 3 anak itu, syok melihat suaminya, Kopka Trie Harianto (45), tewas gantung diri.
Pagi itu, Trie masih sempat sarapan bersama anak istrinya. Usai sarapan, Dewi lalu mengantarkan anaknya sekolah. Tinggallahn Trie sendirian di rumah yang berbatasan dengan Jl. Pendidikan itu. Tak ada yang menyaksikan atau melihat aksi prajurit Yon Zipur 1/DD itu. Justru Dewi sendiri yang curiga.
Kala itu, usai mengantar anak-anaknya sekolah, Dewi pulang ke rumah. Tiba di sana, dia heran. Sebab pintu rumah terkunci. Awalnya, dia tak curiga. Namun, setelah berulangkali memanggil suaminya, Dewi mulai merasa tak enak. Apalagi, dari arah belakang rumah, dia mendengar suara seperti orang ngorok.
Panik, Dewi pun berteriak sehingga para tetangga yang juga sesama penghuni asrama berdatangan dan mendobrak pintu depan. Betapa kagetnya mereka saat melihat Tri gantung diri menggunakan sabuk karate berwarna coklat.
Sontak Dewi histeris melihat pria yang memberinya 3 anak itu, gantung diri di dapur. Suasana asrama pun jadi heboh. Akhirnya jasad Tri dibawa ke RSU Putri Hijau Medan. Apa pemicu kenekatan Trie gantung diri, belum bisa dipastikan betul.
Hanya saja, beberapa hari sebelum mengakhiri hidupnya, Trie sempat curhat pada kepling setempat yang akrab disapa Pak Ipang. Dibeber kepling itu, dia dan Trie kerap bertemu di masjid. Keduanya juga sering cerita. Singkatnya, Trie dan Pak Ipang bisa dibilang akrab karena rutinitas pertemuan di masjid.
Sambung Pak Ipang, Trie pernah curhat kalau sakit hati karena kerap ditugaskan dalam pembangunan rumah bagi pengungsi Sinabung di Siosar. Bahkan, Trie mengaku dadanya jadi sesak sejak kerap ke sana. Pasalnya, debu vulkanik jadi langganannya selama bertugas di sana.
“Dia curhat, katanya hatinya sakit dan sesak setiap ditugaskan ke Sinabung. Karena memang kerjanya di sana membangun rumah pengungsi dan bangunan lain, katanya. Dia merasa tersiksa batin katanya,” ujar Pak Ipang.
Diakui kepling itu lagi, dia juga sempat mensehati Trie agar tak menuruti emosi dan selalu ingat Tuhan.
Tapi, sambung Pak Ipang, Trie sempat berdebat dengannya gara-gara nasehat itu. “Dibilangnya, kalau teori semua orang bisa. Namun masalah yang dihadapinya, ya dirinya sendiri yang menjalani, sehingga sulit jadinya,” ujar Pak Ipang, mengenang percakapannya dengan Trie.
Saat ditanyakan pada Dewi, dia membenarkan keluhan suaminya soal penugasan ke Sinabung itu. Sayangnya, dia enggan membeber detail. Dia hanya sekedar membenarkan saja keterangan Pak Ipang yang ditanyakan kru koran ini padanya. “Dia sering ngeluh, katanya gak sanggup juga kalau begini tiap waktu,” ujar Dewi membenarkan. Setelah itu, sembari menangis, Dewi langsung pergi masuk ke dalam rumahnya untuk berkemas. Sebab jenazah suaminya akan dimakamkan di TPU Desa Sigara gara, Kec. Patumbak, sekira pukul 13.00 WIB.
Senada disampaikan Ahmad (35) warga Jl. Pendidikan. Dia mengaku teman satu jamaah sholat di masjid. “Gak nyangka kali kami Bang. Dia rajin sholat dan sering jadi muadzin di sini. Namun kenapa dia kok nekat kali,” heran Ahmad. Memang, sambung Ahmad, sejak dua minggu terakhir, dia kerap melihat wajah Trie gelisah. “Kadang di masjid pun dia melamun. Pas ditanya, dia bilang sedang risau karena masalah ditugaskan di Sinabung. Dia bilang dua minggu yang lalu, stres aku, bentar lagi mau ke Sinabung lagi,” ujarnya mengenang percakapannya dengan Trie, sekira 2 minggu lalu.
Sayangnya lagi, sejumlah rekan-rekan Trie di sana, enggan memberikan komentar. Apalagi, Trie lebih sering bergaul dengan warga sipil setempat. Trie sendiri meninggalkan seorang istri dan 3 anak yang masih kecil, 2 laki-laki dan 1 perempuan.
Kembali ke Pak Ipang. Diakuinya pula, 5 hari sebelumnya, Trie sempat memberikan uang untuk kurban Idul Adha tahun ini. “Terakhir dia kasih uang sekitar 5 hari yang lalu sembari duduk di rumah saya ini. Dia kasih uang Rp1,5 juta buat dana kurban,” ujar kepling.
Terpisah, Kapendam I/BB, Kolonel Enoh Solehudin, saat dikonfirmasi, menyangkal prajurit macan itu gantung diri. “Ndak ada itu mati bunuh diri, tapi karena sakit,” ujarnya.(mri/trg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/