25.2 C
Medan
Monday, October 7, 2024

Diskriminasi Anak Masih Terjadi

Pada 23 Juli lalu, kita baru saja memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Namun, sama-sama kita ketahui, masih banyak diskriminasi yang dialami anak-anak di Sumut, khususnya di bidang pendidikan. Nah, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah khususnya instansi terkait mengenai hal ini? Berikut petikan wawancara wartawan koran ini Rahmat Sazaly dengan Ketua Dewan Pendidikan Sumut OK Nazaruddin Hysam, Minggu (24/7)

Berapa banyak kasus diskriminasi terhadap anak-anak di Sumut dan apa penyebabnya?
Berdasarkan data yang saya peroleh dari Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak, pada 2011 ini saja terdapat 15 kasus. Dan ini menyangkut diskriminasi terhadap anak dalam mengakses pendidikan di Sumut. Ini sangat ironis, saat pemerintah baru saja memperingati Hari Anak Nasional, tapi di Sumut masih terjadi diskriminasi terhadap anak-anak khususnya di bidang pendidikan. Hal ini disebabkan kurang maksimalnya pengimplementasian penerapan UUD 1945 serta penerapan wajib belajar kepada anak-anak di Indonesia khusunya di Sumut.

Dari 15 kasus itu, apakah ada yang begitu menyita perhatian masyarakat dan pemerintah?
Ada, yakni tentang kasus tidak diterimanya seorang anak ketika mendaftar di satu SMK di Kota Padangsidimpuan dengan alasan anak tersebut penderita cacat di bagian kaki. Dan pihak sekolah menyatakan penolakan tersebut berdasar SK Wali Kota.
Ini merupakan pelanggaran pada hak anak dalam memperoleh pendidikan sesuai dengan UUD 1945. Sementara UUD 1945 dan Konvensi Hak Anak serta UU Tentang Sisdiknas menjamin tak ada diskriminasi dalam pendidikan.

Selain diskriminasi bagi anak-anak cacat, diskriminasi bentuk apalagi yang terjadi terhadap anak-anak?
Diskriminasi juga terjadi terhadap orang miskin yang tak bisa mengakses pendidikan karena mahalnya biaya. Terlebih untuk mengakses sekolah-sekolah yang mengubah statusnya menjadi Rintisan Sekolah Berstatus Internasional (RSBI).
Terdapat juga data yang menunjukkan adanya pengutipan-pengutipan kepada orangtua dari pihak sekolah, terutama RSBI yang nilainya sampai jutaan rupiah.

Apa sikap Anda terkait diskriminasi ini?
Kita harapkan berbagai persoalan di dunia pendidikan yang terjadi selama ini, termasuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Ujian Nasional (UN), menjadi bahan refleksi bagi pemerintah, terutama ketika memperingati Hari Anak Nasional.
Badan khusus PBB untuk hak anak telah mengingatkan dan merekomendasikan pada pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses pendidikan pada anak tanpa diskriminasi.
Kita berharap Hari Anak Nasional tak saja dirayakan begitu saja tanpa makna sama sekali. Seharusnya peringatan itu menjadi momen refleksi bagi pemerintah apakah sudah mematuhi kewajibannya dalam memenuhi hak-hak anak khususnya hak anak atas pendidikan. (*)

Pada 23 Juli lalu, kita baru saja memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Namun, sama-sama kita ketahui, masih banyak diskriminasi yang dialami anak-anak di Sumut, khususnya di bidang pendidikan. Nah, apa yang seharusnya dilakukan pemerintah khususnya instansi terkait mengenai hal ini? Berikut petikan wawancara wartawan koran ini Rahmat Sazaly dengan Ketua Dewan Pendidikan Sumut OK Nazaruddin Hysam, Minggu (24/7)

Berapa banyak kasus diskriminasi terhadap anak-anak di Sumut dan apa penyebabnya?
Berdasarkan data yang saya peroleh dari Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak, pada 2011 ini saja terdapat 15 kasus. Dan ini menyangkut diskriminasi terhadap anak dalam mengakses pendidikan di Sumut. Ini sangat ironis, saat pemerintah baru saja memperingati Hari Anak Nasional, tapi di Sumut masih terjadi diskriminasi terhadap anak-anak khususnya di bidang pendidikan. Hal ini disebabkan kurang maksimalnya pengimplementasian penerapan UUD 1945 serta penerapan wajib belajar kepada anak-anak di Indonesia khusunya di Sumut.

Dari 15 kasus itu, apakah ada yang begitu menyita perhatian masyarakat dan pemerintah?
Ada, yakni tentang kasus tidak diterimanya seorang anak ketika mendaftar di satu SMK di Kota Padangsidimpuan dengan alasan anak tersebut penderita cacat di bagian kaki. Dan pihak sekolah menyatakan penolakan tersebut berdasar SK Wali Kota.
Ini merupakan pelanggaran pada hak anak dalam memperoleh pendidikan sesuai dengan UUD 1945. Sementara UUD 1945 dan Konvensi Hak Anak serta UU Tentang Sisdiknas menjamin tak ada diskriminasi dalam pendidikan.

Selain diskriminasi bagi anak-anak cacat, diskriminasi bentuk apalagi yang terjadi terhadap anak-anak?
Diskriminasi juga terjadi terhadap orang miskin yang tak bisa mengakses pendidikan karena mahalnya biaya. Terlebih untuk mengakses sekolah-sekolah yang mengubah statusnya menjadi Rintisan Sekolah Berstatus Internasional (RSBI).
Terdapat juga data yang menunjukkan adanya pengutipan-pengutipan kepada orangtua dari pihak sekolah, terutama RSBI yang nilainya sampai jutaan rupiah.

Apa sikap Anda terkait diskriminasi ini?
Kita harapkan berbagai persoalan di dunia pendidikan yang terjadi selama ini, termasuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Ujian Nasional (UN), menjadi bahan refleksi bagi pemerintah, terutama ketika memperingati Hari Anak Nasional.
Badan khusus PBB untuk hak anak telah mengingatkan dan merekomendasikan pada pemerintah Indonesia untuk meningkatkan akses pendidikan pada anak tanpa diskriminasi.
Kita berharap Hari Anak Nasional tak saja dirayakan begitu saja tanpa makna sama sekali. Seharusnya peringatan itu menjadi momen refleksi bagi pemerintah apakah sudah mematuhi kewajibannya dalam memenuhi hak-hak anak khususnya hak anak atas pendidikan. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/