26.7 C
Medan
Tuesday, May 21, 2024

‘Kami Tambah Miskin, Tambah Bodoh, dan Semakin Sakit’

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Puluhan warga yang tinggal di pinggiran rel KA, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor walikota Medan, Kamis (24/11) Mereka menuntut walikota segera memberikan relokasi tempat tinggal bagi mereka.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Puluhan warga yang tinggal di pinggiran rel KA, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor walikota Medan, Kamis (24/11) Mereka menuntut walikota segera memberikan relokasi tempat tinggal bagi mereka.

Mereka meminta keadilan sebagai manusia. Mereka kini tidak lagi punya tempat tinggal. Kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka juga terancam. Mereka juga saat ini bingung mau mengadu ke mana.

PRAN HASIBUAN, Medan

Suara hati ini disampaikan puluhan warga Jalan Ampera, Kelurahan Glugur Darat 2, Medan Timur, kala berunjukrasa ke Kantor Wali Kota Medan, Kamis (24/11). Mereka merupakan korban dari dampak pembangunan jalur layang PT Kereta Api Indonesia (KAI), Rabu (23/11) lalu.

Sebelum penggusuran berlangsung kemarin, ratusan kepala keluarga di sana sudah minta disediakan relokasi terlebih dahulu. Namun sayang, tetap saja hal itu tidak diindahkan oleh PT KAI, selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Perwakilan Forum Komunikasi Masyarakat Pinggir Rel (FK-MPR), Joni M Naibaho mengatakan, sejak 1974 silam, ia beserta kepala keluarga di sana sudah berdomisili di area pinggir rel. Akibat penggusuran kemarin, saat ini warga merasa seperti tinggal di bawah kolong jembatan. Beralaskan tanah dan beratapkan langit.

“Kondisi di tempat kami sekarang ini sangat memprihatinkan. Anak-anak tidak ada lagi yang sekolah,” katanya kepada wartawan, di sela-sela aksi unjuk rasa.

Tak hanya itu, kehadiran ratusan personel penegak hukum saat penggusuran berlangsung, juga menimbulkan rasa trauma tersendiri, terutama bagi anak-anak mereka. “Dua orang saja ada petugas memakai seragam dinas, kami melihatnya sudah takut. Apalagi sampai jumlahnya ratusan begitu. Ditambah lagi terlihat lima unit alat berat. Ibu-ibu rumah tangga hanya sempat mengamankan barang-barangnya dengan memasukkan ke dalam goni,” ungkap Joni.

Kehadiran mereka ke Kantor Wali Kota Medan, hanya untuk menunjukkan, sekarang ini mereka tidak punya tempat tinggal lagi. Aksi mereka damai. Membawa speaker dan sound system. Mereka tidur-tiduran di jalan, meski membuat kelancaran arus lalu lintas sedikit terganggu.

“Kami tak perlu lagi bilang tentang kondisi kami. Kami hanya mau mengetuk hati para pemimpin yang telah kami pilih. Kami mau tiduran di sini, karena jalan ini juga rumah rakyat. Kami minta penundaan penggusuran,” harap Joni.

Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS Puluhan warga yang tinggal di pinggiran rel KA, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor walikota Medan, Kamis (24/11) Mereka menuntut walikota segera memberikan relokasi tempat tinggal bagi mereka.
Foto: SUTAN SIREGAR/SUMUT POS
Puluhan warga yang tinggal di pinggiran rel KA, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor walikota Medan, Kamis (24/11) Mereka menuntut walikota segera memberikan relokasi tempat tinggal bagi mereka.

Mereka meminta keadilan sebagai manusia. Mereka kini tidak lagi punya tempat tinggal. Kesehatan dan pendidikan anak-anak mereka juga terancam. Mereka juga saat ini bingung mau mengadu ke mana.

PRAN HASIBUAN, Medan

Suara hati ini disampaikan puluhan warga Jalan Ampera, Kelurahan Glugur Darat 2, Medan Timur, kala berunjukrasa ke Kantor Wali Kota Medan, Kamis (24/11). Mereka merupakan korban dari dampak pembangunan jalur layang PT Kereta Api Indonesia (KAI), Rabu (23/11) lalu.

Sebelum penggusuran berlangsung kemarin, ratusan kepala keluarga di sana sudah minta disediakan relokasi terlebih dahulu. Namun sayang, tetap saja hal itu tidak diindahkan oleh PT KAI, selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Perwakilan Forum Komunikasi Masyarakat Pinggir Rel (FK-MPR), Joni M Naibaho mengatakan, sejak 1974 silam, ia beserta kepala keluarga di sana sudah berdomisili di area pinggir rel. Akibat penggusuran kemarin, saat ini warga merasa seperti tinggal di bawah kolong jembatan. Beralaskan tanah dan beratapkan langit.

“Kondisi di tempat kami sekarang ini sangat memprihatinkan. Anak-anak tidak ada lagi yang sekolah,” katanya kepada wartawan, di sela-sela aksi unjuk rasa.

Tak hanya itu, kehadiran ratusan personel penegak hukum saat penggusuran berlangsung, juga menimbulkan rasa trauma tersendiri, terutama bagi anak-anak mereka. “Dua orang saja ada petugas memakai seragam dinas, kami melihatnya sudah takut. Apalagi sampai jumlahnya ratusan begitu. Ditambah lagi terlihat lima unit alat berat. Ibu-ibu rumah tangga hanya sempat mengamankan barang-barangnya dengan memasukkan ke dalam goni,” ungkap Joni.

Kehadiran mereka ke Kantor Wali Kota Medan, hanya untuk menunjukkan, sekarang ini mereka tidak punya tempat tinggal lagi. Aksi mereka damai. Membawa speaker dan sound system. Mereka tidur-tiduran di jalan, meski membuat kelancaran arus lalu lintas sedikit terganggu.

“Kami tak perlu lagi bilang tentang kondisi kami. Kami hanya mau mengetuk hati para pemimpin yang telah kami pilih. Kami mau tiduran di sini, karena jalan ini juga rumah rakyat. Kami minta penundaan penggusuran,” harap Joni.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/