25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Rencana Gubsu Musnahkan Ternak Babi, Peternak Minta Ganti Rugi

TERNAK BABI: ternak babi milik warga di Kelurahan Sri Padang Kota Tebingtinggi, tampak masih sehat, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi untuk memusnahkan 1,2 juta ekor ternak babi yang ada di Sumatera Utara, jika wabah hog chorela yang sudah membunuh lebih dari 10 ribu ekor babi di Sumut itu diputuskan masuk kategori KLB (kejadian luar biasa), direspon oleh peternak babi. Peternak mengatakan, boleh-boleh saja ternak babi dimusnahkan. Asalkan ganti rugi jelas kepada peternak.

“Boleh-boleh saja Pemprovsu melakukan pemusnahan massal. Tetapi harus ada persetujuan dari para peternak. Dan harus ada ganti rugi kepada peternak, jika ternak babi yang masih sehat hendak dimusnahkan secara massal. Dan sebelumnya, harus dilakukan pemberitahuan kepada peternak,” kata salahseorang peternak di Jalan Lama Kelurahan Sri Padang Kota Tebingtinggi, J Sitorus, Minggu (24/11).

Dijelaskan J Sitorus, ternak babi yang diperliharanya belum terinfeksi virus hog cholera. Makanan dan kondisi kebersihan kandang selalu dijaga. Bahkan semenjak virus hog cholera menyebar di Kota Tebingtinggi, ia melakukan melakukan penyemprotan desinfekstan ke kandang ternak babi secara rutin.

“Kami sebagai peternak babi sudah mengupayakan ternak babi kami agar tidak terserang virus tersebut. Tapi apabila terserang, peternak mau bilang apa?” ungkapnya.

Terpisah, salahseorang peternak di Jalan Baja Kota Tebingtinggi, S Harianja, mengatakan wacana pemusnahan ternak babi oleh Pemprovsu sudah merebak ke telinga para peternak babi. Para peternak mengatakann

boleh-boleh saja asalkan ada ganti rugi. Karena peternak menggantungkan tambahan perekonomian keluarga dari beternak babi.

“Jika ternak babi milik warga dimusnahkan tanpa ganti rugi kepada peternak, ini akan membuat warga terpuruk secara ekonomi. Karena dari hasil penjualan ternak babi, anak bisa sekolah dan kuliah,” ujar S Harianja, Minggu (25/11).

Sebelumnya Kadis Ketahanan Pangan Pertanian dan Peternakan Kota Tebingtinggi, Marimbun Marpaung, menyatakan dari 990 ternak babi yang ada di Tebingtinggi, yang mati baru 14 ekor.

Meski demikian, dua hari lalu Satpol PP Kota Tebingtinggi mengamankan 13 ekor bangkai babi yang dibuang ke dalam parit kebun menuju aliran Sungai Sei Segiling.

Wabahnya dari Mana?

Masih soal wacana pemusnahan 1,2 juta ekor babi di Sumatera Utara, tanggapan berbeda datang dari peternak babi di Deliserdang. Boru Manurung (55), warga Desa Durian, Kecamatan Pantai Labu, mengatakan tidak setuju babi yang masih hidup dan sehat dimusnahkan.

“Saya sudah lama beternak babi. Tujuannya untuk tabungan. Kalau butuh uang, babi dijual. Biasanya babi dijual saat mau dekat Natal dan mau membayar uang sekolah anak,” kata ibu lima orang anak ini, Minggu (24/11).

Karena itulah, wanita yang dijuluki oppung Tiur ini mengatakan, tidak setuju dengan rencana Pemprovsu untuk memusnahkan ternak babi milik warga. Menurutnya, yang bertanggung jawab atas wabah hog cholera ini adalah pemerintah.

“Wabah ini udah pernah muncul tahun 90-an, bukan wabah baru lagi. Pertanyaannya, kenapa wabah ini muncul lagi? Padahal wabah ini sudah musnah. Lantas kenapa muncul lagi?” ucapnya dengan nada heran.

Berbeda dengan Boru Manurung, peternak babi lainnya, Sinkkat Sinaga (27) , warga yang sama, mengatakan setuju saja jika pemerintah ingin memusnahkan ternak babi milik warga. “Namun harus ada kompensasi bagi pemilik ternak. Kompensasinya tentu dengan nilai yang wajar. Jangan di bawah harga pasar. Kami maunya harga sesuai harga pasar,” katanya.

Sinkkat mengaku setuju pemusnahan babi, jika itu dapat mencegah terulangnya wabah Hog Cholera di masa mendatang.

Komisi B Dukung Pemusnahan

Wacana Pemprovsu melakukan pemusnahan massal terhadap babi di seluruh Sumut pacaserangan virus hog cholera, mendapat tanggapan dari Komisi B DPRD Sumatera Utara. Menurut Komisi B, pemusnahan adalah jalan terakhir, guna menyelesaikan virus kolera babi di Sumut.

“Saya kira pemusnahan massal adalah cara terakhir yang ditempuh. Baik pemerintah pusat dan provinsi harus cepat mengambil langkah antisipasi,” ujar Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut, Zeira Salim Ritonga menjawab Sumut Pos, Minggu (24/11).

Menurutnya, jika memang penggunaan vaksin dan obat-obatan tak mempan lagi, maka lebih baik dilakukan upaya pemusnahan.

Senada, Sekretaris Komisi B DPRD Sumut, Ahmad Hadian, mengatakan, mendukung langkah Gubsu mengambil tindakan cepat dan cermat dalam mengatasi wabah ini. “Sebaiknya babi-babi yang mati terkena wabah langsung dikubur, agar tidak menulari ternak yang lain,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga meminta Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, Azhar Harahap, agar pihaknya segera berkoordinasi lintas sektoral dengan Dinas Kesehatan, Karantina Hewan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumut dan BPBD kabupaten/kota. Menurut dia, Gubsu bisa saja merelokasikan dana yang memungkinkan untuk diarahkan buat penguburan massal khususnya bagi bangkai babi milik peternak rakyat.

“Adapun untuk perusahaan peternakan yang terdampak, itu menjadi tanggung jawab perusahaan dengan tetap dibantu oleh pemerintah secara optimal,” katanya.

Kabid Kesehatan Hewan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Mulkan Harahap, menyebut menyatakan wabah hog cholela sebagai KLB, adalah kewenangan pemerintah pusat. “Ada prosedur dalam menangani suatu penyakit. Jadi itu kebijakan pusat,” katanya.

Kata dia, sampai Sabtu kemarin tim dari pusat dan provinsi masih intens melakukan rapat koordinasi membahas hal ini. “Senin saja ya untuk informasi lebih detil. Kebetulan saya juga dalam tiga hari ini tidak mengikuti perkembangan,” katanya.

Namun ia mengakui, sudah 16 daerah di Sumut yang terpapar kolera babi. “Tapi apa saja tambahan daerah yang kena itu, saya tidak tahu. Karena memang belum ikuti perkembangan,” pungkasnya.

Gubsu Edy Rahmayadi sebelumnya menyatakan, pemusnahan babi secara massal dilakukan sebagai jalan terakhir, setelah ada kajian akademis yang riil yang menyatakan babi harus dimusnahkan.

“Apabila ini tidak bisa diatasi dalam waktu dua sampai tiga hari ke depan, maka kita akan lakukan deklarasi tentang wabah ini. Artinya (ketika sudah berstatus KLB), maka seluruh babi akan dimusnahkan,” katanya Jumat (22/11) sore.

Saat ini, sebut Edy, di Sumut 10.351 ekor babi sudah mengalami kematian akibat wabah tersebut. “Jika dinyatakan KLB, maka 100 persen mati babi itu. Tidak hanya peternak, perusahaan juga kena,” tegasnya.

Ia mengatakan, langkah yang bisa dilakukan terkait wabah yang menjangkiti babi di Sumut itu, adalah melokalisir babi-babi agar tidak keluar dari Sumut. Karena jika keluar, ancaman menjangkit babi lain dari luar Provinsi Sumut semakin besar. “Semua babi yang ada di Sumut yang tercatat ada 1,2 juta lebih,” katanya.

Asperba Belum Mau Berkometar

Menanggapi rencana pemusnahan massal 1,2 juta ekor babi yang masih hidup di Sumut, pengurus Asperba Sumut, Hendri Duin, enggan berkomentar. Ia mengatakan, belum mau memberikan statement apapun karena rencana tersebut belum pasti.

“Itu ‘kan masih rencana, artinya belum ada kepastian. Setahu saya itu memang sudah dibicarakan di Provinsi dan ada perwakilan dari DPR RI yang datang. Tapi belum ada kepastian apakah babi yang tersisa akan dimusnakan atau tidak,” ucap Hendri kepada Sumut Pos, Minggu (24/11).

Anggota DPRD Medan dari Fraksi PDIP ini menuturkan, pihaknya di Asperba sedang membahas hal ini. “Kita masih bahas hal ini, belum bisa kita bicarakan sekarang ke media. Apapun nanti keputusannya, apakah rencana ini jadi atau tidak, tentu akan ada statement dari kita,” ujarnya.

Wakil Ketua DPRD Medan dari Fraksi PKS, Rajuddin Sagala, mengatakan mendukung rencana pemerintah dalam menanggulangi kasus kematian ribuan ekor babi yang ada di Sumut. “Apapun langkah yang diambil, tentu akan kita dukung selama hal itu memang efektif menuntaskan masalahnya. Kalau memang harus dengan cara pemusnahan, ya silakan. Kalau ada cara lain, juga silakan. Intinya, kasus bangkai babi si Kota Medan harus selesai,” kata Rajuddin kepada Sumut Pos, Minggu (24/11).

Menurut Rajuddin, masalah bangkai babi ini sudah sangat meresahkan masyarakat Kota Medan. “Ini ‘kan memang sudah sangat meresahkan. Tapi kita berharap ada solusi dari pemerintah. Kalau memusnahkan ternak itu lalu ada kompensasi kepada pemilik, ya silakan saja,” katanya.

Diterangkan Rajuddin, wabah hog cholera tak hanya merugikan peternak, tetapi juga nelayan dan masyarakat. “Nelayan pun enggan melaut karena ikannya tak diminati masyarakat yang takut ikan tercemar bangkai babi. Pedagang pun merugi, karena masyarakat tak mau membeli ikan. Konsumen pun rugi, karena takut membeli ikan,” terangnya.

Untuk itu, lanjut Rajuddin, pihaknya berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan guna menyelesaikan masalah bangkai babi yang telah lama terjadi di Kota Medan. “Keresahan masyarakat ini harus bisa dihilangkan dengan solusi dari pemerintah,” tandasnya. (ian/btr/prn/map)

TERNAK BABI: ternak babi milik warga di Kelurahan Sri Padang Kota Tebingtinggi, tampak masih sehat, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Wacana Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi untuk memusnahkan 1,2 juta ekor ternak babi yang ada di Sumatera Utara, jika wabah hog chorela yang sudah membunuh lebih dari 10 ribu ekor babi di Sumut itu diputuskan masuk kategori KLB (kejadian luar biasa), direspon oleh peternak babi. Peternak mengatakan, boleh-boleh saja ternak babi dimusnahkan. Asalkan ganti rugi jelas kepada peternak.

“Boleh-boleh saja Pemprovsu melakukan pemusnahan massal. Tetapi harus ada persetujuan dari para peternak. Dan harus ada ganti rugi kepada peternak, jika ternak babi yang masih sehat hendak dimusnahkan secara massal. Dan sebelumnya, harus dilakukan pemberitahuan kepada peternak,” kata salahseorang peternak di Jalan Lama Kelurahan Sri Padang Kota Tebingtinggi, J Sitorus, Minggu (24/11).

Dijelaskan J Sitorus, ternak babi yang diperliharanya belum terinfeksi virus hog cholera. Makanan dan kondisi kebersihan kandang selalu dijaga. Bahkan semenjak virus hog cholera menyebar di Kota Tebingtinggi, ia melakukan melakukan penyemprotan desinfekstan ke kandang ternak babi secara rutin.

“Kami sebagai peternak babi sudah mengupayakan ternak babi kami agar tidak terserang virus tersebut. Tapi apabila terserang, peternak mau bilang apa?” ungkapnya.

Terpisah, salahseorang peternak di Jalan Baja Kota Tebingtinggi, S Harianja, mengatakan wacana pemusnahan ternak babi oleh Pemprovsu sudah merebak ke telinga para peternak babi. Para peternak mengatakann

boleh-boleh saja asalkan ada ganti rugi. Karena peternak menggantungkan tambahan perekonomian keluarga dari beternak babi.

“Jika ternak babi milik warga dimusnahkan tanpa ganti rugi kepada peternak, ini akan membuat warga terpuruk secara ekonomi. Karena dari hasil penjualan ternak babi, anak bisa sekolah dan kuliah,” ujar S Harianja, Minggu (25/11).

Sebelumnya Kadis Ketahanan Pangan Pertanian dan Peternakan Kota Tebingtinggi, Marimbun Marpaung, menyatakan dari 990 ternak babi yang ada di Tebingtinggi, yang mati baru 14 ekor.

Meski demikian, dua hari lalu Satpol PP Kota Tebingtinggi mengamankan 13 ekor bangkai babi yang dibuang ke dalam parit kebun menuju aliran Sungai Sei Segiling.

Wabahnya dari Mana?

Masih soal wacana pemusnahan 1,2 juta ekor babi di Sumatera Utara, tanggapan berbeda datang dari peternak babi di Deliserdang. Boru Manurung (55), warga Desa Durian, Kecamatan Pantai Labu, mengatakan tidak setuju babi yang masih hidup dan sehat dimusnahkan.

“Saya sudah lama beternak babi. Tujuannya untuk tabungan. Kalau butuh uang, babi dijual. Biasanya babi dijual saat mau dekat Natal dan mau membayar uang sekolah anak,” kata ibu lima orang anak ini, Minggu (24/11).

Karena itulah, wanita yang dijuluki oppung Tiur ini mengatakan, tidak setuju dengan rencana Pemprovsu untuk memusnahkan ternak babi milik warga. Menurutnya, yang bertanggung jawab atas wabah hog cholera ini adalah pemerintah.

“Wabah ini udah pernah muncul tahun 90-an, bukan wabah baru lagi. Pertanyaannya, kenapa wabah ini muncul lagi? Padahal wabah ini sudah musnah. Lantas kenapa muncul lagi?” ucapnya dengan nada heran.

Berbeda dengan Boru Manurung, peternak babi lainnya, Sinkkat Sinaga (27) , warga yang sama, mengatakan setuju saja jika pemerintah ingin memusnahkan ternak babi milik warga. “Namun harus ada kompensasi bagi pemilik ternak. Kompensasinya tentu dengan nilai yang wajar. Jangan di bawah harga pasar. Kami maunya harga sesuai harga pasar,” katanya.

Sinkkat mengaku setuju pemusnahan babi, jika itu dapat mencegah terulangnya wabah Hog Cholera di masa mendatang.

Komisi B Dukung Pemusnahan

Wacana Pemprovsu melakukan pemusnahan massal terhadap babi di seluruh Sumut pacaserangan virus hog cholera, mendapat tanggapan dari Komisi B DPRD Sumatera Utara. Menurut Komisi B, pemusnahan adalah jalan terakhir, guna menyelesaikan virus kolera babi di Sumut.

“Saya kira pemusnahan massal adalah cara terakhir yang ditempuh. Baik pemerintah pusat dan provinsi harus cepat mengambil langkah antisipasi,” ujar Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut, Zeira Salim Ritonga menjawab Sumut Pos, Minggu (24/11).

Menurutnya, jika memang penggunaan vaksin dan obat-obatan tak mempan lagi, maka lebih baik dilakukan upaya pemusnahan.

Senada, Sekretaris Komisi B DPRD Sumut, Ahmad Hadian, mengatakan, mendukung langkah Gubsu mengambil tindakan cepat dan cermat dalam mengatasi wabah ini. “Sebaiknya babi-babi yang mati terkena wabah langsung dikubur, agar tidak menulari ternak yang lain,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini juga meminta Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, Azhar Harahap, agar pihaknya segera berkoordinasi lintas sektoral dengan Dinas Kesehatan, Karantina Hewan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumut dan BPBD kabupaten/kota. Menurut dia, Gubsu bisa saja merelokasikan dana yang memungkinkan untuk diarahkan buat penguburan massal khususnya bagi bangkai babi milik peternak rakyat.

“Adapun untuk perusahaan peternakan yang terdampak, itu menjadi tanggung jawab perusahaan dengan tetap dibantu oleh pemerintah secara optimal,” katanya.

Kabid Kesehatan Hewan pada Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumut, Mulkan Harahap, menyebut menyatakan wabah hog cholela sebagai KLB, adalah kewenangan pemerintah pusat. “Ada prosedur dalam menangani suatu penyakit. Jadi itu kebijakan pusat,” katanya.

Kata dia, sampai Sabtu kemarin tim dari pusat dan provinsi masih intens melakukan rapat koordinasi membahas hal ini. “Senin saja ya untuk informasi lebih detil. Kebetulan saya juga dalam tiga hari ini tidak mengikuti perkembangan,” katanya.

Namun ia mengakui, sudah 16 daerah di Sumut yang terpapar kolera babi. “Tapi apa saja tambahan daerah yang kena itu, saya tidak tahu. Karena memang belum ikuti perkembangan,” pungkasnya.

Gubsu Edy Rahmayadi sebelumnya menyatakan, pemusnahan babi secara massal dilakukan sebagai jalan terakhir, setelah ada kajian akademis yang riil yang menyatakan babi harus dimusnahkan.

“Apabila ini tidak bisa diatasi dalam waktu dua sampai tiga hari ke depan, maka kita akan lakukan deklarasi tentang wabah ini. Artinya (ketika sudah berstatus KLB), maka seluruh babi akan dimusnahkan,” katanya Jumat (22/11) sore.

Saat ini, sebut Edy, di Sumut 10.351 ekor babi sudah mengalami kematian akibat wabah tersebut. “Jika dinyatakan KLB, maka 100 persen mati babi itu. Tidak hanya peternak, perusahaan juga kena,” tegasnya.

Ia mengatakan, langkah yang bisa dilakukan terkait wabah yang menjangkiti babi di Sumut itu, adalah melokalisir babi-babi agar tidak keluar dari Sumut. Karena jika keluar, ancaman menjangkit babi lain dari luar Provinsi Sumut semakin besar. “Semua babi yang ada di Sumut yang tercatat ada 1,2 juta lebih,” katanya.

Asperba Belum Mau Berkometar

Menanggapi rencana pemusnahan massal 1,2 juta ekor babi yang masih hidup di Sumut, pengurus Asperba Sumut, Hendri Duin, enggan berkomentar. Ia mengatakan, belum mau memberikan statement apapun karena rencana tersebut belum pasti.

“Itu ‘kan masih rencana, artinya belum ada kepastian. Setahu saya itu memang sudah dibicarakan di Provinsi dan ada perwakilan dari DPR RI yang datang. Tapi belum ada kepastian apakah babi yang tersisa akan dimusnakan atau tidak,” ucap Hendri kepada Sumut Pos, Minggu (24/11).

Anggota DPRD Medan dari Fraksi PDIP ini menuturkan, pihaknya di Asperba sedang membahas hal ini. “Kita masih bahas hal ini, belum bisa kita bicarakan sekarang ke media. Apapun nanti keputusannya, apakah rencana ini jadi atau tidak, tentu akan ada statement dari kita,” ujarnya.

Wakil Ketua DPRD Medan dari Fraksi PKS, Rajuddin Sagala, mengatakan mendukung rencana pemerintah dalam menanggulangi kasus kematian ribuan ekor babi yang ada di Sumut. “Apapun langkah yang diambil, tentu akan kita dukung selama hal itu memang efektif menuntaskan masalahnya. Kalau memang harus dengan cara pemusnahan, ya silakan. Kalau ada cara lain, juga silakan. Intinya, kasus bangkai babi si Kota Medan harus selesai,” kata Rajuddin kepada Sumut Pos, Minggu (24/11).

Menurut Rajuddin, masalah bangkai babi ini sudah sangat meresahkan masyarakat Kota Medan. “Ini ‘kan memang sudah sangat meresahkan. Tapi kita berharap ada solusi dari pemerintah. Kalau memusnahkan ternak itu lalu ada kompensasi kepada pemilik, ya silakan saja,” katanya.

Diterangkan Rajuddin, wabah hog cholera tak hanya merugikan peternak, tetapi juga nelayan dan masyarakat. “Nelayan pun enggan melaut karena ikannya tak diminati masyarakat yang takut ikan tercemar bangkai babi. Pedagang pun merugi, karena masyarakat tak mau membeli ikan. Konsumen pun rugi, karena takut membeli ikan,” terangnya.

Untuk itu, lanjut Rajuddin, pihaknya berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan guna menyelesaikan masalah bangkai babi yang telah lama terjadi di Kota Medan. “Keresahan masyarakat ini harus bisa dihilangkan dengan solusi dari pemerintah,” tandasnya. (ian/btr/prn/map)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/