32 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Bus BTS Beroperasi, Organda Meradang

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Beroperasinya Bus Trans Metro Deli (TMD) di Kota Medan membuat Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan meradang. Pasalnya, bus dengan sistem pembelian pelayanan oleh pemerintah kepada pihak operator angkutan umum atau Buy The Service (BTS) itu memiliki 5 koridor rute lintasan para sopir angkot.

Bus BTS: Buas BTS saat berhenti di halte depan Kantor Pos Besar Kota Medan, Selasa (17/11). Sejak Senin (16/11), sebanyak 35 Bus BTS sudah beroperasi di Kota Medan.
Bus BTS: Buas BTS saat berhenti di halte depan Kantor Pos Besar Kota Medan, Selasa (17/11). Sejak Senin (16/11), sebanyak 35 Bus BTS sudah beroperasi di Kota Medan.

Ditambah lagi, saat ini Bus BTS tersebut juga masih beroperasi dengan tarif Rp0 atau gratis. Hal ini memicu kemarahan dan kekecewaaan para sopir angkot di Kota Medan.

Ketua Oraganisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe yang mewakili aspirasi para sopir angkot mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan sikap Pemko Medan yang melakukan pembiaran atas keberadaan Bus BTS hingga menyebabkan merosotnya jumlah penumpang angkot di Kota Medan. Pemko dinilain

tidak berpihak kepada Organda dan para sopirnya, karena tidak adanya tindaklanjut dari Pemko atas keluhan yang mereka sampaikan.

“Bus BTS jadi predator bagi angkot. Mereka gratis, angkot bayar, bagaimana kami bisa bersaing? Luar biasa penurunan penumpang kami sejak 3 koridor itu dibuka, ditambah lagi 2 koridor yang baru. Jelas kami tak sanggup bersaing,” kata Mont Gomery Munthe kepada Sumut Pos, Senin (25/1).

Dikatakan Gomery, mereka menuntut beberapa hal yang harus dipenuhi Pemko. Pertama, mereka meminta agar Bus BTS di Kota Medan dapat beroperasi dengan menggunakan tarif yang sesuai, bukan dengan tarif Rp0 ataupun gratis seperti saat ini.

Atau, Organda Kota Medan juga meminta kepada Pemko Medan untuk berkomunikasi dengan pemerintah pusat soal usulan agar beroperasinya angkot di Kota Medan juga dapat disubsidi. Dengan demikian, beroperasinya angkot di Kota Medan juga bisa tanpa tarif seperti Bus BTS.

Sebab seperti yang disebutkan pemerintah selama ini, keberadaan Bus BTS bukan menyasar kepada penumpang angkot, melainkan kepada para pengendara mobil pribadi supaya mau beralih ke angkutan umum. “Angkot juga angkutan umum juga, dan kalau Bus BTS dan angkot sama-sama gratis karena di subsidi, kita yakin akan banyak pengguna kendaraan pribadi yang beralih ke angkutan umum. Sebaliknya kalau Bus BTS gratis tapi angkot tidak, yang ada penumpang kami yang beralih ke Bus BTS, lalu angkot perlahan-lahan akan mati, sedangkan pengguna kendaraan pribadi akan tetap dengan kendaraan pribadinya,” tegasnya.

Selain itu, kata Gomery, kebijakan pemerintah ini sangat berpengaruh dalam kesejahteraan 12 ribu sopir angkot yang ada di Kota Medan.

“Keberadaan Bus BTS ini membuat 12 ribu sopir angkot di Kota Medan menurun drastis pendapatannya. Padahal, mayoritas dari jumlah itu adalah warga Kota Medan. Dimana keberpihakan pemerintah kepada kami yang juga warga Kota Medan ini. Kami betul-betul meminta supaya tuntutan kami ini bisa segera direalisasikan, jangan wacana saja,” ungkapnya.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi IV DPRD Medan, M Rizki Nugraha meminta Pemko Medan untuk segera mencari solusi dari keluhan yang Organda Kota Medan. Sebab apapun namanya, mayoritas sopir yang terkena dampak dari keberadaan Bus BTS adalah warga Kota Medan.

Dikatakan Rizki, pihaknya mengetahui jika keberadaan Bus BTS di Kota Medan sangat membantu masyarakat umum. Pihaknya pun sebenarnya mendukung adanya Bus BTS di Kota Medan, agar masyarakat Kota Medan bisa menikmati moda transportasi modern yang tepat waktu, nyaman dan berbiaya murah, bahkan gratis.

“Namun kebijakan ini tentu memiliki dampak bagi sebagian yang lain, dalam hal ini sopir angkot yang mana mereka juga warga Medan. Nah, di situ lah seharusnya peran pemerintah. Dari setiap dampak yang muncul akibat sebuah kebijakan, pemerintah seharusnya bisa memberikan sebuah solusi,” katanya.

Karenanya, Rizki meminta Pemko Medan untuk segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, salah satunya dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar dapat merealisasikam tuntutan Organda Medan ataupun memberikan solusi dalam bentuk lain.

“Intinya Pemko tidak boleh tinggal diam, harus ada tindaklanjut dari keluhan masyarakat. Apalagi bila keluhan itu muncul sebagai dampak dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Kami dari Komisi IV juga akan menanyakan hal ini kepada Dishub Medan, semoga segera ada solusinya,” pungkasnya. (map/ila)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Beroperasinya Bus Trans Metro Deli (TMD) di Kota Medan membuat Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan meradang. Pasalnya, bus dengan sistem pembelian pelayanan oleh pemerintah kepada pihak operator angkutan umum atau Buy The Service (BTS) itu memiliki 5 koridor rute lintasan para sopir angkot.

Bus BTS: Buas BTS saat berhenti di halte depan Kantor Pos Besar Kota Medan, Selasa (17/11). Sejak Senin (16/11), sebanyak 35 Bus BTS sudah beroperasi di Kota Medan.
Bus BTS: Buas BTS saat berhenti di halte depan Kantor Pos Besar Kota Medan, Selasa (17/11). Sejak Senin (16/11), sebanyak 35 Bus BTS sudah beroperasi di Kota Medan.

Ditambah lagi, saat ini Bus BTS tersebut juga masih beroperasi dengan tarif Rp0 atau gratis. Hal ini memicu kemarahan dan kekecewaaan para sopir angkot di Kota Medan.

Ketua Oraganisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan, Mont Gomery Munthe yang mewakili aspirasi para sopir angkot mengatakan, pihaknya sangat menyayangkan sikap Pemko Medan yang melakukan pembiaran atas keberadaan Bus BTS hingga menyebabkan merosotnya jumlah penumpang angkot di Kota Medan. Pemko dinilain

tidak berpihak kepada Organda dan para sopirnya, karena tidak adanya tindaklanjut dari Pemko atas keluhan yang mereka sampaikan.

“Bus BTS jadi predator bagi angkot. Mereka gratis, angkot bayar, bagaimana kami bisa bersaing? Luar biasa penurunan penumpang kami sejak 3 koridor itu dibuka, ditambah lagi 2 koridor yang baru. Jelas kami tak sanggup bersaing,” kata Mont Gomery Munthe kepada Sumut Pos, Senin (25/1).

Dikatakan Gomery, mereka menuntut beberapa hal yang harus dipenuhi Pemko. Pertama, mereka meminta agar Bus BTS di Kota Medan dapat beroperasi dengan menggunakan tarif yang sesuai, bukan dengan tarif Rp0 ataupun gratis seperti saat ini.

Atau, Organda Kota Medan juga meminta kepada Pemko Medan untuk berkomunikasi dengan pemerintah pusat soal usulan agar beroperasinya angkot di Kota Medan juga dapat disubsidi. Dengan demikian, beroperasinya angkot di Kota Medan juga bisa tanpa tarif seperti Bus BTS.

Sebab seperti yang disebutkan pemerintah selama ini, keberadaan Bus BTS bukan menyasar kepada penumpang angkot, melainkan kepada para pengendara mobil pribadi supaya mau beralih ke angkutan umum. “Angkot juga angkutan umum juga, dan kalau Bus BTS dan angkot sama-sama gratis karena di subsidi, kita yakin akan banyak pengguna kendaraan pribadi yang beralih ke angkutan umum. Sebaliknya kalau Bus BTS gratis tapi angkot tidak, yang ada penumpang kami yang beralih ke Bus BTS, lalu angkot perlahan-lahan akan mati, sedangkan pengguna kendaraan pribadi akan tetap dengan kendaraan pribadinya,” tegasnya.

Selain itu, kata Gomery, kebijakan pemerintah ini sangat berpengaruh dalam kesejahteraan 12 ribu sopir angkot yang ada di Kota Medan.

“Keberadaan Bus BTS ini membuat 12 ribu sopir angkot di Kota Medan menurun drastis pendapatannya. Padahal, mayoritas dari jumlah itu adalah warga Kota Medan. Dimana keberpihakan pemerintah kepada kami yang juga warga Kota Medan ini. Kami betul-betul meminta supaya tuntutan kami ini bisa segera direalisasikan, jangan wacana saja,” ungkapnya.

Menanggapi hal ini, anggota Komisi IV DPRD Medan, M Rizki Nugraha meminta Pemko Medan untuk segera mencari solusi dari keluhan yang Organda Kota Medan. Sebab apapun namanya, mayoritas sopir yang terkena dampak dari keberadaan Bus BTS adalah warga Kota Medan.

Dikatakan Rizki, pihaknya mengetahui jika keberadaan Bus BTS di Kota Medan sangat membantu masyarakat umum. Pihaknya pun sebenarnya mendukung adanya Bus BTS di Kota Medan, agar masyarakat Kota Medan bisa menikmati moda transportasi modern yang tepat waktu, nyaman dan berbiaya murah, bahkan gratis.

“Namun kebijakan ini tentu memiliki dampak bagi sebagian yang lain, dalam hal ini sopir angkot yang mana mereka juga warga Medan. Nah, di situ lah seharusnya peran pemerintah. Dari setiap dampak yang muncul akibat sebuah kebijakan, pemerintah seharusnya bisa memberikan sebuah solusi,” katanya.

Karenanya, Rizki meminta Pemko Medan untuk segera berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, salah satunya dengan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) agar dapat merealisasikam tuntutan Organda Medan ataupun memberikan solusi dalam bentuk lain.

“Intinya Pemko tidak boleh tinggal diam, harus ada tindaklanjut dari keluhan masyarakat. Apalagi bila keluhan itu muncul sebagai dampak dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Kami dari Komisi IV juga akan menanyakan hal ini kepada Dishub Medan, semoga segera ada solusinya,” pungkasnya. (map/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/