24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Disiksa Majikan, Gaji Tak Dibayar

MEDAN- Satu setengah tahun lalu, Fitrianingsih (19) warga Dusun Keduk Desa Kebun Agung Kecamatan Sawangan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan Sifora Sanam (23) warga Desa Niun Baun Kecamatan Ama Abi Oefeto Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, tiba di Kota Medan.

Melalui yayasan penyalur tenaga kerja, kedua wanita itu dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di rumah pasangan Iskandar dan Netti di Jalan Yoesrizal Nomor 58 Kecamatan Medan Kota.

“Begitu berangkat, kami dibiayai oleh Yayasan yang menyalurkan kami dengan kesepakatan empat bulan gaji kami dipotong. Mereka menjanjikan gaji Rp1 juta setiap bulan. Tapi ternyata, hingga kini tidak pernah kami menerima gaji itu, “ ungkap kedua pembantu rumah tangga (PRT) ini saat ditemui Sumut Pos di Polresta Medan, Sabtu (25/4) siang.

Bukan hanya gaji yang tak dibayar, ternyata ke duanya kerab mendapat perlakuan tidak layak di rumah majikannya itu, seperti tidur di lantai dan kerja tanpa batas waktu. Bahkan, tindak kekerasan dan penganiayaan juga kerap mereka terima.

“Terkadang, kami disuruh telanjang dalam melaksanakan pekerjaan di dalam rumah.

Dengan teganya, Ibu Nety itu memukuli kami walaupun kami sudah minta ampun, dia terus menyiksa,” ujar ke duanya.

Karena sudah tidak mampu menahan perlakun kejam majikannya itu, ke duanya mengaku pernah berhasil menghubungi keluarga mereka di kampung halaman dan menceritakan apa yang mereka alami. Atas pengaduan yang disampaikan ke dua wanita itu via telepon, pihak keluarga Fitrianingsih sempat mendatangi kediaman majikannya itu. Bahkan, saat datang itu, keluarga Fitrianingsih membawa Polisi untuk mengamankan kedua korban.

“Beberapa bulan lalu, keluarga saya pernah datang. Namun, kami dipindahkan ke rumahnya yang lain yang saya tidak tahu lokasinya.

Mereka bilang pada keluarga saya kalau saya sudah tidak bekerja dengan mereka dan tidak tahu keberadaan saya,” ungkap Fitri.

Upaya Fitrianingsih dan Sifora Sanem, tercapai pada Jumat (24/5) malam, saat majikannya pergi ke luar rumah dan hanya penjaga rumah yang tinggal di rumah. Dengan memberanikan diri mengambil kunci gembok rumah dari tempat kunci, keduanya berhasil membuka gembok itu. Untuk tidak menimbulkan kecurigaan penjaga rumah, ke duanya langsung mengumpulkan barang-barang mereka yang hanya beberapa helai pakaian.

Bersama pakaian yang mereka masukkan dalam kantong kresek itu, ke duanya berjalan tanpa arah yang jelas.

“Kami tidak tahu harus ke mana. Setelah berjalan hampir satu jam, akhirnya kami sampai di gerbang Tol dan bertemu penjaga pintu Tol. Lalu dia menelepon temannya seorang wartawan dan selanjutnya mengantar kami ke sini (Polresta Medan,red),” cerita ke duanya pada sejumlah wartawan, Jumat (24/ 5) malam.

Setelah semalaman menginap di ruang wartawan Polresta Medan, selanjutnya, Sabtu (25/5) siang, ke duanya membuat pengaduan ke SPKT Polresta Medan.

“Yang sering memukuli kami istri majikan.

Saya sering ditampar, dijedutkan ke tembok, kalau kami ada salah dihukum naik tangga dan turun tangga dari lantai empat mulai jam 6 sore sampai jam 10 malam,” ucap Sifora.

“Kedua dada saya sering dicubiti sampai luka-luka dan memerah, dan kaki saya juga sering dipukuli pakai kayu dan alat dapur,” timpal Fitri.(mag-10/ban)

MEDAN- Satu setengah tahun lalu, Fitrianingsih (19) warga Dusun Keduk Desa Kebun Agung Kecamatan Sawangan Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan Sifora Sanam (23) warga Desa Niun Baun Kecamatan Ama Abi Oefeto Timur, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, tiba di Kota Medan.

Melalui yayasan penyalur tenaga kerja, kedua wanita itu dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga di rumah pasangan Iskandar dan Netti di Jalan Yoesrizal Nomor 58 Kecamatan Medan Kota.

“Begitu berangkat, kami dibiayai oleh Yayasan yang menyalurkan kami dengan kesepakatan empat bulan gaji kami dipotong. Mereka menjanjikan gaji Rp1 juta setiap bulan. Tapi ternyata, hingga kini tidak pernah kami menerima gaji itu, “ ungkap kedua pembantu rumah tangga (PRT) ini saat ditemui Sumut Pos di Polresta Medan, Sabtu (25/4) siang.

Bukan hanya gaji yang tak dibayar, ternyata ke duanya kerab mendapat perlakuan tidak layak di rumah majikannya itu, seperti tidur di lantai dan kerja tanpa batas waktu. Bahkan, tindak kekerasan dan penganiayaan juga kerap mereka terima.

“Terkadang, kami disuruh telanjang dalam melaksanakan pekerjaan di dalam rumah.

Dengan teganya, Ibu Nety itu memukuli kami walaupun kami sudah minta ampun, dia terus menyiksa,” ujar ke duanya.

Karena sudah tidak mampu menahan perlakun kejam majikannya itu, ke duanya mengaku pernah berhasil menghubungi keluarga mereka di kampung halaman dan menceritakan apa yang mereka alami. Atas pengaduan yang disampaikan ke dua wanita itu via telepon, pihak keluarga Fitrianingsih sempat mendatangi kediaman majikannya itu. Bahkan, saat datang itu, keluarga Fitrianingsih membawa Polisi untuk mengamankan kedua korban.

“Beberapa bulan lalu, keluarga saya pernah datang. Namun, kami dipindahkan ke rumahnya yang lain yang saya tidak tahu lokasinya.

Mereka bilang pada keluarga saya kalau saya sudah tidak bekerja dengan mereka dan tidak tahu keberadaan saya,” ungkap Fitri.

Upaya Fitrianingsih dan Sifora Sanem, tercapai pada Jumat (24/5) malam, saat majikannya pergi ke luar rumah dan hanya penjaga rumah yang tinggal di rumah. Dengan memberanikan diri mengambil kunci gembok rumah dari tempat kunci, keduanya berhasil membuka gembok itu. Untuk tidak menimbulkan kecurigaan penjaga rumah, ke duanya langsung mengumpulkan barang-barang mereka yang hanya beberapa helai pakaian.

Bersama pakaian yang mereka masukkan dalam kantong kresek itu, ke duanya berjalan tanpa arah yang jelas.

“Kami tidak tahu harus ke mana. Setelah berjalan hampir satu jam, akhirnya kami sampai di gerbang Tol dan bertemu penjaga pintu Tol. Lalu dia menelepon temannya seorang wartawan dan selanjutnya mengantar kami ke sini (Polresta Medan,red),” cerita ke duanya pada sejumlah wartawan, Jumat (24/ 5) malam.

Setelah semalaman menginap di ruang wartawan Polresta Medan, selanjutnya, Sabtu (25/5) siang, ke duanya membuat pengaduan ke SPKT Polresta Medan.

“Yang sering memukuli kami istri majikan.

Saya sering ditampar, dijedutkan ke tembok, kalau kami ada salah dihukum naik tangga dan turun tangga dari lantai empat mulai jam 6 sore sampai jam 10 malam,” ucap Sifora.

“Kedua dada saya sering dicubiti sampai luka-luka dan memerah, dan kaki saya juga sering dipukuli pakai kayu dan alat dapur,” timpal Fitri.(mag-10/ban)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/