26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Ardjoni Munir Bantah Terima Uang Pelicin

MEDAN- Terdakwa Ardjoni Munir, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Sumatera Utara (Kadisporasu) mengakui bahwa 11 paket pekerjaan dan kegiatan pemeliharaan rutin.

Tahun Anggaran 2008 di Disporasu adalah tanggungjawabnya sebagai pimpinan. Dimana dalam proyek pekerjaan tersebut, telah merugikan keuangan negara sebesar Rp404.062.001.

“Awalnya saya mengetahui soal penyimpangan pada proyek Disporasu ini dari sejumlah media massa. Selanjutnya saya dipanggil oleh penyidik Poldasu untuk diperiksa. Ternyata telah terjadi penyelewengan dan tidak sesuai pekerjaannya secara teknik,” ujar Ardjoni Munir, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (25/9) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Selanjutnya Majelis Hakim mempertanyakan proyek itu. “Anda juga telah menjadi Kadispora sejak tahun 2005-2009. Jadi Anda tau dari 19 paket pekerjaan pada proyek ini 11 paket diantaranya bermasalah, menurut Anda itu tanggungjawab siapa?” tanya Majelis Hakim yang diketuai M Noor kepada terdakwa. “Tanggungjawab saya sebagai Kadisporasu Yang Mulia,” jawab terdakwa.

Dalam proyek pekerjaan itu, dasar pengerjaannya mengacu pada Kepres No 80 Tahun 2003. Dimana perjanjian kontrak dibuatkan sebelum pekerjaan dimulai. Ternyata dalam pekerjaan itu, kontrak dibuat setelah pekerjaan di mulai. Begitupun awalnya terdakwa mengakui tidak mengetahui mekanisme itu. Dimana semua pekerjaan tersebut telah diserahkan kepada Pejabat Pelaksana Tekhnis Kegiatan (PPTK) Kadispora Sumut, Iswardani Napsiah.

“Tentang kepanitiaan sebenarnya sudah dibuat. Terkait kontrak kerja itu, saya tidak tahu. Karena semua teknis di lapangan saya serahkan semuanya ke PPTK yakni Iswardani Napsiah. Memang, bila merujuk Kepres, sebenarnya itu salah. Kontrak kerja juga disiapkan oleh Iswardani. Saya akui memang ada tandatangan kontrak kerja, tapi saya tidak tau apakah kontraknya dibuat setelah pekerjaan di mulai,” jelasnya.

Majelis hakim juga mempertanyakan proyek tersebut kenapa bisa didapatkan oleh Wong Kim Po alias Apo. Dimana terdakwa memerintahkan Apo untuk menemui Sugianto selaku kasubbag Umum dan Kepegawaian atau Panitia Proyek. Bahkan Apo juga mendapatkan proyek Disporasu karena berteman dengan terdakwa.

“Saya tidak memerintahkannya untuk menemui Sugianto, tapi saya menyuruhnya menemui panitia. Memang saya sudah lama berteman dengan Apo, tapi masalah dia dapat proyek bukan karena kami berteman,” ucapnya.

Mendengar jawaban terdakwa, Majelis Hakim kembali mempertanyakan hubungan pertemanan terdakwa dengan Apo. “Mana mungkin Apo mendapatkan proyek ini karena tidak berteman dengan Anda. Apakah Anda pernah diberikan Apo hadiah untuk masalah ini,” tanya majelis hakim kembali. “Tidak pernah Yang Mulia,” ujar terdakwa sembari menunduk.

Terkait masalah dana giring dimana Apo menyerahkan dana tersebut sebesar Rp115.000.000 atau 5 persen, dari nilai pagu usulan kegiatan pemeliharaan rutin gedung kantor program peningkatan sarana dan prasarana aparatur sebesar Rp2.176.260.000 kepada Sugiarto, terdakwa juga mengaku tidak tahu.
“Sebelum saya diperiksa di Poldasu, saya juga mendengar dana giring itu. Saya langsung cek dan menyuruh Iswardani supaya mencek kebenarannya. Tapi ternyata tidak dikerjakannya. Karena saya juga banyak kesibukan akhirnya lupa. Memang ada beberapa kasus, katanya sebagai uang pelicin, tapi sebenarnya yang namanya dana giring itu tidak boleh,” bebernya.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, majelis hakim menunda persidangan hingga 2 Oktober 2012 dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). (far)

MEDAN- Terdakwa Ardjoni Munir, mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Sumatera Utara (Kadisporasu) mengakui bahwa 11 paket pekerjaan dan kegiatan pemeliharaan rutin.

Tahun Anggaran 2008 di Disporasu adalah tanggungjawabnya sebagai pimpinan. Dimana dalam proyek pekerjaan tersebut, telah merugikan keuangan negara sebesar Rp404.062.001.

“Awalnya saya mengetahui soal penyimpangan pada proyek Disporasu ini dari sejumlah media massa. Selanjutnya saya dipanggil oleh penyidik Poldasu untuk diperiksa. Ternyata telah terjadi penyelewengan dan tidak sesuai pekerjaannya secara teknik,” ujar Ardjoni Munir, di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (25/9) dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Selanjutnya Majelis Hakim mempertanyakan proyek itu. “Anda juga telah menjadi Kadispora sejak tahun 2005-2009. Jadi Anda tau dari 19 paket pekerjaan pada proyek ini 11 paket diantaranya bermasalah, menurut Anda itu tanggungjawab siapa?” tanya Majelis Hakim yang diketuai M Noor kepada terdakwa. “Tanggungjawab saya sebagai Kadisporasu Yang Mulia,” jawab terdakwa.

Dalam proyek pekerjaan itu, dasar pengerjaannya mengacu pada Kepres No 80 Tahun 2003. Dimana perjanjian kontrak dibuatkan sebelum pekerjaan dimulai. Ternyata dalam pekerjaan itu, kontrak dibuat setelah pekerjaan di mulai. Begitupun awalnya terdakwa mengakui tidak mengetahui mekanisme itu. Dimana semua pekerjaan tersebut telah diserahkan kepada Pejabat Pelaksana Tekhnis Kegiatan (PPTK) Kadispora Sumut, Iswardani Napsiah.

“Tentang kepanitiaan sebenarnya sudah dibuat. Terkait kontrak kerja itu, saya tidak tahu. Karena semua teknis di lapangan saya serahkan semuanya ke PPTK yakni Iswardani Napsiah. Memang, bila merujuk Kepres, sebenarnya itu salah. Kontrak kerja juga disiapkan oleh Iswardani. Saya akui memang ada tandatangan kontrak kerja, tapi saya tidak tau apakah kontraknya dibuat setelah pekerjaan di mulai,” jelasnya.

Majelis hakim juga mempertanyakan proyek tersebut kenapa bisa didapatkan oleh Wong Kim Po alias Apo. Dimana terdakwa memerintahkan Apo untuk menemui Sugianto selaku kasubbag Umum dan Kepegawaian atau Panitia Proyek. Bahkan Apo juga mendapatkan proyek Disporasu karena berteman dengan terdakwa.

“Saya tidak memerintahkannya untuk menemui Sugianto, tapi saya menyuruhnya menemui panitia. Memang saya sudah lama berteman dengan Apo, tapi masalah dia dapat proyek bukan karena kami berteman,” ucapnya.

Mendengar jawaban terdakwa, Majelis Hakim kembali mempertanyakan hubungan pertemanan terdakwa dengan Apo. “Mana mungkin Apo mendapatkan proyek ini karena tidak berteman dengan Anda. Apakah Anda pernah diberikan Apo hadiah untuk masalah ini,” tanya majelis hakim kembali. “Tidak pernah Yang Mulia,” ujar terdakwa sembari menunduk.

Terkait masalah dana giring dimana Apo menyerahkan dana tersebut sebesar Rp115.000.000 atau 5 persen, dari nilai pagu usulan kegiatan pemeliharaan rutin gedung kantor program peningkatan sarana dan prasarana aparatur sebesar Rp2.176.260.000 kepada Sugiarto, terdakwa juga mengaku tidak tahu.
“Sebelum saya diperiksa di Poldasu, saya juga mendengar dana giring itu. Saya langsung cek dan menyuruh Iswardani supaya mencek kebenarannya. Tapi ternyata tidak dikerjakannya. Karena saya juga banyak kesibukan akhirnya lupa. Memang ada beberapa kasus, katanya sebagai uang pelicin, tapi sebenarnya yang namanya dana giring itu tidak boleh,” bebernya.

Usai mendengarkan keterangan terdakwa, majelis hakim menunda persidangan hingga 2 Oktober 2012 dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/