25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Genset Jerman Tiba di Belawan

pln
pln

PT PLN (Persero) lagi-lagi terpaksa mengandalkan mesin genset untuk mengatasi krisis listrik di wilayah Sumut.
Sebanyak empat mesin genset berkapasitas 120 Mega Watt (MW) asal Jerman sudah tiba di Pelabuhan Belawan. Mesin tersebut akan disewa selama empat tahun ke depann
“Hanya saja mesin genset ini baru diinstalasi ke sistem pada Desember nanti. Besok (hari ini, Red), Direktur Operasi Listrik Jawa Bali, dan Sumatera PLN Ngurah Adnyana akan datang melihat genset tersebut,” ungkap General Manager (GM) PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (KITSBU) Bernadus Sudarmanta, Rabu (25/9).
Dikatakan Bernandus, mesin genset dari Jerman ini pengadaan berbeda atau terpisah dengan mesin genset 150 MW yang akan didatangkan dari Malaysia dan Singapura.
“Mesin genset dari Jerman ini bahan bakarnya pakai minyak Marine Fuel Oil (MFO) yang harganya lebih murah dari solar. Kalau soal spesifikasinya, saya kurang tahu. Teknisi yang lebih tahu,” kata Bernandus yang ditanya soal spesifikasi mesin genset asal Jerman itu.
Direktur Operasi Listrik Jawa, Bali, dan Sumatera PLN Ngurah Adnyana mengatakan, biaya pokok produksi (BPP) listrik dari genset jauh lebih mahal karena menggunakan bahan bakar minyak. Dari perhitungan yang telah dilakukan terhadap 150 MW genset yang akan didatangkan dari Malaysia dan Singapura, didapat tarif yang dibeli PLN untuk sewa genset tersebut ialah Rp2.600 per Kwh, dari ongkos BBM sebesar Rp2300 dan tarif sewa sebesar Rp300 per Kwh. Sementara tarif listrik dijual rata-rata Rp800 per Kwh.
“Rp2.600 per kWh yang itu kita produksi. Paling warga bayarnya Rp800 per Kwh. Mesinnya kira-kira akhir Oktober sudah beroperasi,” katanya.
Ngurah menambahkan, PLN menyewa 150 MW genset tersebut selama 1 tahun, selagi menunggu beberapa proyek pembangkit yang terlambat pengoperasiannya diantaranya PLTU Nagan Raya dan PLTU Pangkalan Susu yang masih belum beroperasi.
Sedangkan terkait pemadaman aliran listrik bergilir atau byar-pet di Sumatera Utara dan sebagian wilayah Aceh, dijelaskan Ngurah, sistem kelistrikan di wilayah Sumatera terbagi menjadi dua, yakni Sumatera Utara yang meliputi provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Sedangkan yang kedua Sumatera Selatan yang meliputi Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, dan Lampung.
Di Sumatera Utara dan Aceh, pertumbuhan beban puncak jauh lebih tinggi dari apa yang direncanakan oleh PLN. Saat ini, pertumbuhan beban puncak di wilayah tersebut mencapai 14% sementara prediksi PLN hanya 9 persen. “Kalau di Sumatera Utara itu pertumbuhannya beban puncak sebesar 14 persen. Tapi kita punya planning itu 9 persen sesuai dengan RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). Kalau beban puncak naik, berarti kebutuhan mereka naik,” kata Ngurah disela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).
Tetapi saat ini, kata Ngurah, pasokan listrik tidak dapat memenuhi kebutuhan listrik di daerah tersebut, karena ada pembangkit listrik dari proyek FTP tahap I 10.000 megawatt (MW) yang tidak selesai sesuai target yang ditentukan.
“Di sisi lain pasokannya tidak bisa mengimbangi pertumbuhan karena proyek 10.000 MW ini terhambat,” katanya.
Dia mengatakan, PLN terus mendorong realisasi pembangkit listrik PLTU Nagan Raya 2 x 200 MW dan PLTU Pangkalan Susu 1 x 200 MW yang diyakini akan mengatasi masalah krisis listrik di Sumatera Utara.”Nagan itu 2×200 dan Pangkalan Susu itu 1×200,” katanya.
Dirjen Ketenagalistrikan Kemeneterian ESDM, Jarman mengatakan, terlambatnya beberapa proyek PLTU di Sumatera dan Aceh mengakibatkan pasokan listrik di Sumatera dan Aceh krisis, seharusnya pemerintah meminta PT PLN (Persero) mengambil sikap tegas dengan memberikan sanksi kepada kontraktor.
“Sudah diperingatkan, bahwa kontrakornya harus diberi sanksi, yang memberi sanksi kan PLN, kan yang menunjuk mereka, dia (kontraktor) harus bayar penalti, kena dengan 10 persen harus diterapkan sanksi ini,” tegasnya.
Dikatakan Jarman, pemberian sanksi kepada kontraktor PLTU harusnya bisa dilakukan PLN.”PLN yang memberikan sanksi, sebagai korporasi, kalau yang memberi sanksi pemerintah kan lucu yang tandatangan kan PLN, yang kontrak PLN. Yang Kontraktor di Indonesia kan itu-itu saja, kalau performance-nya kurang baik harus diberi peringatan,” tandas Jarman.
Seperti diketahui krisis listrik di Sumatera dan Aceh diakibatkan terlambatnya pengerjaan proyek PLTU di Sumatera seperti PLTU Nagan Raya dan PLTU Teluksirih yang telah bahkan lebih dari dua tahun dari komitmen awalnya.
Menyikapi pemadaman listrik yang terus berlangsung, puluhan orang yang tergabung dalam Satuan Pemuda dan Mahsiswa (Sapma) Pemuda Pancasila (PP) Sumut berunjuk rasa di depan kantor PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah Sumbagut di Jalan KL Yos Sudarso, Medan, Rabu (25/9).
Sembari membawa poster dan spanduk bertuliskan tuntutan mereka, para pendemo yang kebanyakan mengenakan atribut Organisasi Kepemudaan (OKP) Pemuda Pancasila tersebut berorasi di pelataran halaman kantor PLN wilayah Sumut itu. Mereka menuntut tanggung jawab pihak PLN, atas pemadaman listrik yang terus terjadi di Medan.
Tak hanya itu, massa yang rata-rata berusia remaja itu juga menyerahkan uang recehan logam di dalam plastik, kepada pihak PLN. Haal itu dilakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap PT PLN wilayah Sumbagut yang dianggap tidak dapat mengatasi permasalahan yang saat ini menghantui masyarakat. Begitu juga dengan pertanggung jawaban pihak PLN kepada masyarakat, disebut pendemo akan terbantu dengan uang recehan yang diserahkan itu.
“Semoga uang receh ini dapat membeli turbin baru agar massyarakat tidak lagi merasakan pemadaman listrik. Begitu juga, semoga uang receh ini dapat digunakan untuk mengganti kerugiaan masyarakat, sebagai bentuk pertanggungjawaban PLN kepada masyarakat, “ ungkap kordinator aksi, Syaiful dalam orasinya yang disambut teriakan pendemo.
Aksi protes terhadap PT PLN Wilayah I Sumbagut juga disampaikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)  menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Diponegoro Medan, Rabu (26/9).
“Stop pemadaman listrik hingga ke daerah-daerah di seluruh Provinsi Sumut,” ujar Ketua Umum KAMMI, Putra Tanjung, dalam orasinya. Dia menduga terjadinya krisis listrik di Sumut disebabkan oleh banyaknya koruptor didalam tubuh PLN. “Kami mengindikasikan, banyak pembangunan pembangkit listrik yang terbengkalai di daerah-daerah. Bersihkan PLN dari tangan koruptor!!” teriaknya.
Dari Tebingtinggi, anggota Komisi IIDPRD Tebingtinggi, Parlindungan Rajagukguk mencermati pemadaman listrik menimbulkan kerugian ekonomis bagi masyarakat kecil.
“Masyarakat yang dirugikan sudah pasti. Ini juga berimbas pada pelaku ekonomi seperti Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang menggunakan tenaga listrik untuk menjalankan usaha,” jelas Perlindungan kepada Sumut Pos, Rabu (25/9).
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mengambil inisiatif memberikan kompensasi kepada warga Sumut. Kompensasi, menurut  pengurus Harian YLKI Husna Zahir, setidaknya bisa mengerem amarah warga akibat seringnya listrik mati.
“Tanpa harus menunggu tuntutan warga, pihak PLN mestinya dengan inisiatif sendiri memberikan kompensasi,” ujar Husna Zahir kepada koran ini di Jakarta, kemarin (25/9).
Bentuk kompensasi yang bisa diberikan PLN bisa berupa penggratisan biaya tetap (abonemen) yang harus ditanggung warga pelanggan PLN. Bisa juga berupa diskon pembayaran rekening, entah itu berapa persen.
“Berapa bulan kompensasi diberikan, ya itu bisa dinegosiasikan antara pihak PLN dengan warga,” terang mantan Ketua YLKI itu.
Menurut Husna, pemberian kompensasi merupakan cara yang paling tepat dan cepat agar amarah warga tidak berkelanjutan. Pemberian kompensasi juga lebih adil karena konsumen, baik rumah tangga maupun industri, semua mendapatkannya.
Langkah mengajukan class action, lanjut dia, memang bisa saja dilakukan. Namun, menurut Husna, proses hukum memakan waktu lama. Langkah hukum ini hanya memberikan dampak pressure ke PLN agar ke depan tidak terulang kejadian serupa.
Bagaimana dengan boikot pembayaran rekening listrik? Husna terang-terangan menyatakan tidak setuju. Alasannya, berapa pun listrik yang sudah digunakan konsumen, tetap harus dibayar. Alasan lain, juga tidak gampang melakukan boikot pembayaran rekening listrik secara masal, yang diikuti oleh seluruh warga konsumen.
“Paling hanya beberapa saja yang berani dan nantinya malah akan mengalami kesulitan sendiri,” terang perempuan kalem ini. (ila/mag-10/rud/sam)

pln
pln

PT PLN (Persero) lagi-lagi terpaksa mengandalkan mesin genset untuk mengatasi krisis listrik di wilayah Sumut.
Sebanyak empat mesin genset berkapasitas 120 Mega Watt (MW) asal Jerman sudah tiba di Pelabuhan Belawan. Mesin tersebut akan disewa selama empat tahun ke depann
“Hanya saja mesin genset ini baru diinstalasi ke sistem pada Desember nanti. Besok (hari ini, Red), Direktur Operasi Listrik Jawa Bali, dan Sumatera PLN Ngurah Adnyana akan datang melihat genset tersebut,” ungkap General Manager (GM) PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (KITSBU) Bernadus Sudarmanta, Rabu (25/9).
Dikatakan Bernandus, mesin genset dari Jerman ini pengadaan berbeda atau terpisah dengan mesin genset 150 MW yang akan didatangkan dari Malaysia dan Singapura.
“Mesin genset dari Jerman ini bahan bakarnya pakai minyak Marine Fuel Oil (MFO) yang harganya lebih murah dari solar. Kalau soal spesifikasinya, saya kurang tahu. Teknisi yang lebih tahu,” kata Bernandus yang ditanya soal spesifikasi mesin genset asal Jerman itu.
Direktur Operasi Listrik Jawa, Bali, dan Sumatera PLN Ngurah Adnyana mengatakan, biaya pokok produksi (BPP) listrik dari genset jauh lebih mahal karena menggunakan bahan bakar minyak. Dari perhitungan yang telah dilakukan terhadap 150 MW genset yang akan didatangkan dari Malaysia dan Singapura, didapat tarif yang dibeli PLN untuk sewa genset tersebut ialah Rp2.600 per Kwh, dari ongkos BBM sebesar Rp2300 dan tarif sewa sebesar Rp300 per Kwh. Sementara tarif listrik dijual rata-rata Rp800 per Kwh.
“Rp2.600 per kWh yang itu kita produksi. Paling warga bayarnya Rp800 per Kwh. Mesinnya kira-kira akhir Oktober sudah beroperasi,” katanya.
Ngurah menambahkan, PLN menyewa 150 MW genset tersebut selama 1 tahun, selagi menunggu beberapa proyek pembangkit yang terlambat pengoperasiannya diantaranya PLTU Nagan Raya dan PLTU Pangkalan Susu yang masih belum beroperasi.
Sedangkan terkait pemadaman aliran listrik bergilir atau byar-pet di Sumatera Utara dan sebagian wilayah Aceh, dijelaskan Ngurah, sistem kelistrikan di wilayah Sumatera terbagi menjadi dua, yakni Sumatera Utara yang meliputi provinsi Sumatera Utara dan Aceh. Sedangkan yang kedua Sumatera Selatan yang meliputi Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, dan Lampung.
Di Sumatera Utara dan Aceh, pertumbuhan beban puncak jauh lebih tinggi dari apa yang direncanakan oleh PLN. Saat ini, pertumbuhan beban puncak di wilayah tersebut mencapai 14% sementara prediksi PLN hanya 9 persen. “Kalau di Sumatera Utara itu pertumbuhannya beban puncak sebesar 14 persen. Tapi kita punya planning itu 9 persen sesuai dengan RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik). Kalau beban puncak naik, berarti kebutuhan mereka naik,” kata Ngurah disela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (25/9).
Tetapi saat ini, kata Ngurah, pasokan listrik tidak dapat memenuhi kebutuhan listrik di daerah tersebut, karena ada pembangkit listrik dari proyek FTP tahap I 10.000 megawatt (MW) yang tidak selesai sesuai target yang ditentukan.
“Di sisi lain pasokannya tidak bisa mengimbangi pertumbuhan karena proyek 10.000 MW ini terhambat,” katanya.
Dia mengatakan, PLN terus mendorong realisasi pembangkit listrik PLTU Nagan Raya 2 x 200 MW dan PLTU Pangkalan Susu 1 x 200 MW yang diyakini akan mengatasi masalah krisis listrik di Sumatera Utara.”Nagan itu 2×200 dan Pangkalan Susu itu 1×200,” katanya.
Dirjen Ketenagalistrikan Kemeneterian ESDM, Jarman mengatakan, terlambatnya beberapa proyek PLTU di Sumatera dan Aceh mengakibatkan pasokan listrik di Sumatera dan Aceh krisis, seharusnya pemerintah meminta PT PLN (Persero) mengambil sikap tegas dengan memberikan sanksi kepada kontraktor.
“Sudah diperingatkan, bahwa kontrakornya harus diberi sanksi, yang memberi sanksi kan PLN, kan yang menunjuk mereka, dia (kontraktor) harus bayar penalti, kena dengan 10 persen harus diterapkan sanksi ini,” tegasnya.
Dikatakan Jarman, pemberian sanksi kepada kontraktor PLTU harusnya bisa dilakukan PLN.”PLN yang memberikan sanksi, sebagai korporasi, kalau yang memberi sanksi pemerintah kan lucu yang tandatangan kan PLN, yang kontrak PLN. Yang Kontraktor di Indonesia kan itu-itu saja, kalau performance-nya kurang baik harus diberi peringatan,” tandas Jarman.
Seperti diketahui krisis listrik di Sumatera dan Aceh diakibatkan terlambatnya pengerjaan proyek PLTU di Sumatera seperti PLTU Nagan Raya dan PLTU Teluksirih yang telah bahkan lebih dari dua tahun dari komitmen awalnya.
Menyikapi pemadaman listrik yang terus berlangsung, puluhan orang yang tergabung dalam Satuan Pemuda dan Mahsiswa (Sapma) Pemuda Pancasila (PP) Sumut berunjuk rasa di depan kantor PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Wilayah Sumbagut di Jalan KL Yos Sudarso, Medan, Rabu (25/9).
Sembari membawa poster dan spanduk bertuliskan tuntutan mereka, para pendemo yang kebanyakan mengenakan atribut Organisasi Kepemudaan (OKP) Pemuda Pancasila tersebut berorasi di pelataran halaman kantor PLN wilayah Sumut itu. Mereka menuntut tanggung jawab pihak PLN, atas pemadaman listrik yang terus terjadi di Medan.
Tak hanya itu, massa yang rata-rata berusia remaja itu juga menyerahkan uang recehan logam di dalam plastik, kepada pihak PLN. Haal itu dilakukan sebagai bentuk kekecewaan terhadap PT PLN wilayah Sumbagut yang dianggap tidak dapat mengatasi permasalahan yang saat ini menghantui masyarakat. Begitu juga dengan pertanggung jawaban pihak PLN kepada masyarakat, disebut pendemo akan terbantu dengan uang recehan yang diserahkan itu.
“Semoga uang receh ini dapat membeli turbin baru agar massyarakat tidak lagi merasakan pemadaman listrik. Begitu juga, semoga uang receh ini dapat digunakan untuk mengganti kerugiaan masyarakat, sebagai bentuk pertanggungjawaban PLN kepada masyarakat, “ ungkap kordinator aksi, Syaiful dalam orasinya yang disambut teriakan pendemo.
Aksi protes terhadap PT PLN Wilayah I Sumbagut juga disampaikan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)  menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara, Jalan Diponegoro Medan, Rabu (26/9).
“Stop pemadaman listrik hingga ke daerah-daerah di seluruh Provinsi Sumut,” ujar Ketua Umum KAMMI, Putra Tanjung, dalam orasinya. Dia menduga terjadinya krisis listrik di Sumut disebabkan oleh banyaknya koruptor didalam tubuh PLN. “Kami mengindikasikan, banyak pembangunan pembangkit listrik yang terbengkalai di daerah-daerah. Bersihkan PLN dari tangan koruptor!!” teriaknya.
Dari Tebingtinggi, anggota Komisi IIDPRD Tebingtinggi, Parlindungan Rajagukguk mencermati pemadaman listrik menimbulkan kerugian ekonomis bagi masyarakat kecil.
“Masyarakat yang dirugikan sudah pasti. Ini juga berimbas pada pelaku ekonomi seperti Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang menggunakan tenaga listrik untuk menjalankan usaha,” jelas Perlindungan kepada Sumut Pos, Rabu (25/9).
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk mengambil inisiatif memberikan kompensasi kepada warga Sumut. Kompensasi, menurut  pengurus Harian YLKI Husna Zahir, setidaknya bisa mengerem amarah warga akibat seringnya listrik mati.
“Tanpa harus menunggu tuntutan warga, pihak PLN mestinya dengan inisiatif sendiri memberikan kompensasi,” ujar Husna Zahir kepada koran ini di Jakarta, kemarin (25/9).
Bentuk kompensasi yang bisa diberikan PLN bisa berupa penggratisan biaya tetap (abonemen) yang harus ditanggung warga pelanggan PLN. Bisa juga berupa diskon pembayaran rekening, entah itu berapa persen.
“Berapa bulan kompensasi diberikan, ya itu bisa dinegosiasikan antara pihak PLN dengan warga,” terang mantan Ketua YLKI itu.
Menurut Husna, pemberian kompensasi merupakan cara yang paling tepat dan cepat agar amarah warga tidak berkelanjutan. Pemberian kompensasi juga lebih adil karena konsumen, baik rumah tangga maupun industri, semua mendapatkannya.
Langkah mengajukan class action, lanjut dia, memang bisa saja dilakukan. Namun, menurut Husna, proses hukum memakan waktu lama. Langkah hukum ini hanya memberikan dampak pressure ke PLN agar ke depan tidak terulang kejadian serupa.
Bagaimana dengan boikot pembayaran rekening listrik? Husna terang-terangan menyatakan tidak setuju. Alasannya, berapa pun listrik yang sudah digunakan konsumen, tetap harus dibayar. Alasan lain, juga tidak gampang melakukan boikot pembayaran rekening listrik secara masal, yang diikuti oleh seluruh warga konsumen.
“Paling hanya beberapa saja yang berani dan nantinya malah akan mengalami kesulitan sendiri,” terang perempuan kalem ini. (ila/mag-10/rud/sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/