SUMUTPOS.CO- Bagi seluruh anggota Polisi Wanita (Polwan) di jajaran Kepolisian Daerah Sumatera Utara, tampaknya harus bersiap-siap untuk turun ke jalan. Utamanya, bagi Polwan yang masih berusia muda dan berpenampilan menarik.
Pasalnya, Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, merencanakan metode penempatan Polwan sebagai Polantas, dalam rangka program Sumatera Utara menjadi pelopor tertib lalu lintas di Indonesia.
Hal itu disampaikan Jendral Polisi dengan pangkat 2 bintang di pundaknya itu, ketika berkunjung ke Warkop Jurnalis Medan, Rabu (25/9).
“Pastinya saya putar otak untuk mencari metode yang tepat untuk menjadikan Sumut sebagai daerah tertib lalu lintas. Mungkin kita akan memperbanyak Polwan di jalan. Biasanya kalau yang menasehati wanita akan lebih didengar. Terlebih kalau Polwannya cantik, “ ujar Eko sembari senyum.
Lebih lanjut, mantan Gubernur Akpol itu mengaku kalau solusi mengatasi kemacetan merupakan masalah yang kompleks. Disebutnya tertib lalu lintas melibatkan banyak aspek seperti sarana, lingkungan, pengemudi, sampai pada jumlah kenderaan yang tidak sebanding dengan sarana yang ada. Oleh karena itu, dikatakan jika pihaknya harus melibatkan pihak terkait untuk hal itu, khususnya Pemerintah Daerah.
“Kita akan mulai dari pembenahan sarana. Untuk itu, kita akan kordinasi dengan Pemerintah Daerah. Begitu juga dengan lingkungan yang akan disesuaikan dengan sarana yang direncanakan,” sambung Eko.
Sementara untuk pengemudi di Sumatera Utara, perwira polisi yang pernah menjabat sebagai Kapolda Banten itu mengaku jika dirinya sedikit bingung melihat pengemudi di Sumatera Utara.
Dikatakannya, tanda merah pada trafick light di Sumatera Utara, belum sepenuhnya menjadi tanda berhenti bagi pengemudi. “Seperti saat saya berhenti di belakang garis pembatas karena trafick light sedang tanda merah. Kenderaan di belakang saya terus membunyikan klaksonnya. Itu yang membuat saya bingung. Apa dia tidak tahu kalau tanda merah itu tanda berhenti,” lanjut Eko.
Sementara saat disinggung soal pengajuan pembatasan kenderaan, Eko mengaku pihaknya tidak akan melakukan hal tersebut. Dikatakannya, dengan melakukan pembatasan kenderaan, dikhawatirkan menimbulkan friksi jika pihaknya membatasi hak orang lain.
“Masyarakat memilih untuk memiliki kenderaan sendiri daripada naik bus karena mereka menilai lebih efisien. Apalagi saat ini tariff angkutan semakin mahal. Jadi, saya pikir kesadaran adalah hal yang utama,” bilangnya. (ain/ije)