28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

KontraS Siap Dampingi 51 Mahasiswa

SIAP DAMPINGI: KontraS Sumut saat berikan keterangan siap dampingi 51 mahasiswa yang diamankan dalam kericuhan di DPRD Sumut, Rabu (25/9/2019).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, menegaskan pihaknya membuka diri mendampingi 51 mahasiswa yang diamankan polisi, pascakerusuhan aksi demo di DPRD Sumut, Selasa (24/9) sore lalu.

“Bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan bantuan hukum, kita siap dan terbuka. Tapi kita tidak memaksa,” kata Badan Pekerja KontraS Sumut Amin Multazam, di Kantor KontraS Sumut, Rabu (25/9).

Soal kondisi para mahasiswa, Amin menyebut, secara detail belum bisa diidentifikasi. Tapi informasi dari teman-teman Tim Hukum di lapangan, banyak di antaranya yang mengalami luka. “Karena hari sudah malam dan posisi mereka didudukkan dan dibariskan secara seretak, kami belum bisa mengidentifikasi terlalu dalam. Sepintas mereka yang diamankan memiliki luka seminimalnya lebam,” kata Amin.

Amin mengakui, awalnya mereka kesulitan masuk saat proses pemeriksaan mahasiswa di Brimob. Karena nama-nama mahasiswa yang diamankan, belum diperoleh. Meski akhirnya KontraS diizinkan juga untuk masuk.

Ia menuding kericuhan itu sebagai satu bukti bahwa kepolisian gagal melakukan sistem pengendalian massa. “Seharusnya polisi mematuhi peraturan yang berlaku. Ada standar soal implementasi manusia. Ada standar prosedur soal kegiatan kepolisian yang harusnya mampu melindungi aspek HAM bagi setiap massa aksi,” kata Amin.

Amin menjelaskan, kepolisian harusnya bekerja berdasarkan prinsip aksesibilitas, akuntabel dan juga terukur. Artinya setiap penggunaan yang dilakukan harus secara tertulis dan didaftarkan. Semua segala bentuk senjata yang dikeluarkan. Berapa banyak gas air mata itu juga harus terdata secara konkrit.

Menurutnya, harus ada penegakan hukum yang adil bagi kedua belah pihak. Di satu sisi, kepolisian menyatakan bahwa mahasiswa yang ditangkap adalah diduga pelaku tindak pidana. Di sisi lain, tindakan kepolisian terhadap massa aksi juga satu pelanggaran hukum.

UINSU Bantah Mahasiswanya Tewas

Terpisah, pihak Universitas Islam Negeri (UINSU) membantah mahasiswanya bernama Ali Mustawa meninggal dalam bentrokan unjuk rasa antara pendemo dengan aparat kepolisian di depan Gedung DPRD Sumut, Selasa (24/9) sore.

Informasi beredar, foto mirip Ali Mustawa banyak beredar di media sosial, dan dinarasikan telah menghembuskan nafas terakhir usai ditangkap dan dipukuli oleh petugas kepolisian.

Kasubbag Humas dan Informasi UINSU, Yuni Salma, mengatakan sudah berkomunikasi dengan Ali Mustawa. Ia dalam keadaan sehat. Namun memang sempat diamankan pihak kepolisian guna menjalani pemeriksaan.

“Alhamdulillah Ali yang dikabarkan meninggal pada saat aksi semalam, dalam keadaan baik. Tidak meninggal dunia,” ucap Yuni kepada wartawan di Medan, Rabu (25/9) siang.

Ali saat ini terdaftar sebagai mahasiswa semester III Fakultas Usluhudin UINSU. Atas informasi hoax itu, akun Instagram Ali diserbu dengan kalimat memberinya semangat. Meski banyak juga yang termakan hoaks dan mengucapkan selamat jalan.

Foto saat Ali diamankan juga beredar di media sosial. “Berdasarkan informasi gurunya bahwa Ali Mustawa memang seorang hafiz 30 juz. Tamat dari Islamic Center Medan tahun 2018,” tutur Yuni.

Dengan beredar foto hoax itu, Yuni mengatakan pihak UINSU mencari informasi pada malam kejadian itu. Seluruh mahasiswa mengikuti unjuk rasa dan termasuk diamankan oleh pihak kepolisian. “Saat ini, kami terus mendalami kondisi anak-anak kami terkait demontrasi kemarin, ada beberapa yang masih diperiksa,” pungkasnya.

Ketua HMI Cabang Medan terpilih, Rizki Akbar Maulana Siregar, mengatakan pada aksi demo berujung kericuhan di Gedung DPRD Sumut, terdapat kader HMI asal Cabang Medan.

“Kami juga mendapat informasi bahwa dalam aksi yang menolak RUU KUHP, RUU KPK serta RUU Pertanahan tersebut, beberapa kader komisariat di HMI Cabang Medan ikut ditangkap pihak kepolisian,” tutur Rizki.

Untuk itu Rizki berharap agar mahasiswa yang diamankan pihak kepolisian termasuk kader HMI Cabang Medan, dapat dilepaskan.

Ia mengungkapkan, secara kelembagaan HMI tidak setuju atas aksi yang berujung ricuh. Ddemikian halnya juga dengan mahasiswa yang bertujuan menyampaikan aspirasi, sebagai tugas pengabdian menyikapi kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.

“Saya juga menyesalkan adanya tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi yang ditangkap. Kita berharap, pihak kepolisian dapat memperlakukan mahasiswa sebagai salah satu instrumen Negara Demokrasi,” pungkasnya.

Mahasiswa Labuhanbatu Demo DPRD

Tak hanya di Medan, aksi mahasiswa menolak sejumlah RUU, juga berlangsung di daerah. Ssalahsatunya di Labuhanbatu . Rabu kemarin, pintu gerbang gedung DPRD Labuhanbatu roboh akibat aksi tarik dan dorong antara pihak Polres Labuhanbatu dengan ratusan mahasiswa dari sejumlah universitas dan perguruan tinggi di Rantauprapat.

Aksi geruduk kantor DPRD Labuhanbatu itu sebagai bentuk solidaritas sesama mahasiswa se Indonesia. Dalam aksinya, para mahasiswa membentangkan sejumlah media luar berisikan sejumlah statement. Di antaranya, “Ibu Pertiwi haus keadilan”. “Jangan matikan hak rakyat. Matikan saja mantanku”. “DPR dewan pengkhianat rakyat”. “Janji pemerintah tak seindah janji mantan”, dll.

Jadwal demo bertepatan dengan pelaksanaan pengambilan sumpah dan janji sebanyak 45 orang DPRD Labuhanbatu periode 2019-2024.

Massa memaksa masuk ke komplek gedung wakil rakyat itu. Alhasil, aksi dorong-dorongan terjadi. Bahkan nyaris bentrok ketika seorang mahasiswa mengaku dipukul oknum polisi.

Dampak blokade akses ke gedung dewan, akhirnya massa melakukan mimbar bebas di badan jalan. Ratusan mahasiswa memilih duduk. Alhasil arus lalu lintas dari dan ke gedung dewan mengalami kemacetan. Bahkan, masyarakat yang melintas terpaksa memilih jalan alternatif dari komplek perkantoran Bupati setempat.

Massa juga meluapkan bentuk kekesalannya dengan membakar ban bekas di badan jalan. Dalam orasinya, mahasiswa mendesak anggota dewan yang baru dilantik agar bertemu dengan para demonstran. Namun hanya 4 orang yang hadir menemui massa. Di antaranya, Abdul Karim Hasibuan dari Partai Gerindra, Lukman Hakim Siregar dan David Siregar dari Partai Golkar serta Saptono dari PDI-P.

Dalam kesempatan itu, David Siregar mengatakan kondisi DPRD Labuhanbatu pasca sesaat pelantikan belum memiliki alat kelengkapan. Sehingga belum dapat mengambil keputusan.

“Hari ini karena baru dilantik dan masih ketua DPRD sementara. Karena DPRD kolektif kolegial bagaimana mau ngambil keputusan karena baru dilantik,” ujarnya seraya meminta massa bersabar. (gus/mag-13)

SIAP DAMPINGI: KontraS Sumut saat berikan keterangan siap dampingi 51 mahasiswa yang diamankan dalam kericuhan di DPRD Sumut, Rabu (25/9/2019).

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara, menegaskan pihaknya membuka diri mendampingi 51 mahasiswa yang diamankan polisi, pascakerusuhan aksi demo di DPRD Sumut, Selasa (24/9) sore lalu.

“Bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan bantuan hukum, kita siap dan terbuka. Tapi kita tidak memaksa,” kata Badan Pekerja KontraS Sumut Amin Multazam, di Kantor KontraS Sumut, Rabu (25/9).

Soal kondisi para mahasiswa, Amin menyebut, secara detail belum bisa diidentifikasi. Tapi informasi dari teman-teman Tim Hukum di lapangan, banyak di antaranya yang mengalami luka. “Karena hari sudah malam dan posisi mereka didudukkan dan dibariskan secara seretak, kami belum bisa mengidentifikasi terlalu dalam. Sepintas mereka yang diamankan memiliki luka seminimalnya lebam,” kata Amin.

Amin mengakui, awalnya mereka kesulitan masuk saat proses pemeriksaan mahasiswa di Brimob. Karena nama-nama mahasiswa yang diamankan, belum diperoleh. Meski akhirnya KontraS diizinkan juga untuk masuk.

Ia menuding kericuhan itu sebagai satu bukti bahwa kepolisian gagal melakukan sistem pengendalian massa. “Seharusnya polisi mematuhi peraturan yang berlaku. Ada standar soal implementasi manusia. Ada standar prosedur soal kegiatan kepolisian yang harusnya mampu melindungi aspek HAM bagi setiap massa aksi,” kata Amin.

Amin menjelaskan, kepolisian harusnya bekerja berdasarkan prinsip aksesibilitas, akuntabel dan juga terukur. Artinya setiap penggunaan yang dilakukan harus secara tertulis dan didaftarkan. Semua segala bentuk senjata yang dikeluarkan. Berapa banyak gas air mata itu juga harus terdata secara konkrit.

Menurutnya, harus ada penegakan hukum yang adil bagi kedua belah pihak. Di satu sisi, kepolisian menyatakan bahwa mahasiswa yang ditangkap adalah diduga pelaku tindak pidana. Di sisi lain, tindakan kepolisian terhadap massa aksi juga satu pelanggaran hukum.

UINSU Bantah Mahasiswanya Tewas

Terpisah, pihak Universitas Islam Negeri (UINSU) membantah mahasiswanya bernama Ali Mustawa meninggal dalam bentrokan unjuk rasa antara pendemo dengan aparat kepolisian di depan Gedung DPRD Sumut, Selasa (24/9) sore.

Informasi beredar, foto mirip Ali Mustawa banyak beredar di media sosial, dan dinarasikan telah menghembuskan nafas terakhir usai ditangkap dan dipukuli oleh petugas kepolisian.

Kasubbag Humas dan Informasi UINSU, Yuni Salma, mengatakan sudah berkomunikasi dengan Ali Mustawa. Ia dalam keadaan sehat. Namun memang sempat diamankan pihak kepolisian guna menjalani pemeriksaan.

“Alhamdulillah Ali yang dikabarkan meninggal pada saat aksi semalam, dalam keadaan baik. Tidak meninggal dunia,” ucap Yuni kepada wartawan di Medan, Rabu (25/9) siang.

Ali saat ini terdaftar sebagai mahasiswa semester III Fakultas Usluhudin UINSU. Atas informasi hoax itu, akun Instagram Ali diserbu dengan kalimat memberinya semangat. Meski banyak juga yang termakan hoaks dan mengucapkan selamat jalan.

Foto saat Ali diamankan juga beredar di media sosial. “Berdasarkan informasi gurunya bahwa Ali Mustawa memang seorang hafiz 30 juz. Tamat dari Islamic Center Medan tahun 2018,” tutur Yuni.

Dengan beredar foto hoax itu, Yuni mengatakan pihak UINSU mencari informasi pada malam kejadian itu. Seluruh mahasiswa mengikuti unjuk rasa dan termasuk diamankan oleh pihak kepolisian. “Saat ini, kami terus mendalami kondisi anak-anak kami terkait demontrasi kemarin, ada beberapa yang masih diperiksa,” pungkasnya.

Ketua HMI Cabang Medan terpilih, Rizki Akbar Maulana Siregar, mengatakan pada aksi demo berujung kericuhan di Gedung DPRD Sumut, terdapat kader HMI asal Cabang Medan.

“Kami juga mendapat informasi bahwa dalam aksi yang menolak RUU KUHP, RUU KPK serta RUU Pertanahan tersebut, beberapa kader komisariat di HMI Cabang Medan ikut ditangkap pihak kepolisian,” tutur Rizki.

Untuk itu Rizki berharap agar mahasiswa yang diamankan pihak kepolisian termasuk kader HMI Cabang Medan, dapat dilepaskan.

Ia mengungkapkan, secara kelembagaan HMI tidak setuju atas aksi yang berujung ricuh. Ddemikian halnya juga dengan mahasiswa yang bertujuan menyampaikan aspirasi, sebagai tugas pengabdian menyikapi kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat.

“Saya juga menyesalkan adanya tindakan represif aparat kepolisian terhadap massa aksi yang ditangkap. Kita berharap, pihak kepolisian dapat memperlakukan mahasiswa sebagai salah satu instrumen Negara Demokrasi,” pungkasnya.

Mahasiswa Labuhanbatu Demo DPRD

Tak hanya di Medan, aksi mahasiswa menolak sejumlah RUU, juga berlangsung di daerah. Ssalahsatunya di Labuhanbatu . Rabu kemarin, pintu gerbang gedung DPRD Labuhanbatu roboh akibat aksi tarik dan dorong antara pihak Polres Labuhanbatu dengan ratusan mahasiswa dari sejumlah universitas dan perguruan tinggi di Rantauprapat.

Aksi geruduk kantor DPRD Labuhanbatu itu sebagai bentuk solidaritas sesama mahasiswa se Indonesia. Dalam aksinya, para mahasiswa membentangkan sejumlah media luar berisikan sejumlah statement. Di antaranya, “Ibu Pertiwi haus keadilan”. “Jangan matikan hak rakyat. Matikan saja mantanku”. “DPR dewan pengkhianat rakyat”. “Janji pemerintah tak seindah janji mantan”, dll.

Jadwal demo bertepatan dengan pelaksanaan pengambilan sumpah dan janji sebanyak 45 orang DPRD Labuhanbatu periode 2019-2024.

Massa memaksa masuk ke komplek gedung wakil rakyat itu. Alhasil, aksi dorong-dorongan terjadi. Bahkan nyaris bentrok ketika seorang mahasiswa mengaku dipukul oknum polisi.

Dampak blokade akses ke gedung dewan, akhirnya massa melakukan mimbar bebas di badan jalan. Ratusan mahasiswa memilih duduk. Alhasil arus lalu lintas dari dan ke gedung dewan mengalami kemacetan. Bahkan, masyarakat yang melintas terpaksa memilih jalan alternatif dari komplek perkantoran Bupati setempat.

Massa juga meluapkan bentuk kekesalannya dengan membakar ban bekas di badan jalan. Dalam orasinya, mahasiswa mendesak anggota dewan yang baru dilantik agar bertemu dengan para demonstran. Namun hanya 4 orang yang hadir menemui massa. Di antaranya, Abdul Karim Hasibuan dari Partai Gerindra, Lukman Hakim Siregar dan David Siregar dari Partai Golkar serta Saptono dari PDI-P.

Dalam kesempatan itu, David Siregar mengatakan kondisi DPRD Labuhanbatu pasca sesaat pelantikan belum memiliki alat kelengkapan. Sehingga belum dapat mengambil keputusan.

“Hari ini karena baru dilantik dan masih ketua DPRD sementara. Karena DPRD kolektif kolegial bagaimana mau ngambil keputusan karena baru dilantik,” ujarnya seraya meminta massa bersabar. (gus/mag-13)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/