MEDAN-Puluhan pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Medan, kembali turun ke jalan, Senin (25/11) sekitar pukul 11.00 WIB. Mereka menuntut kejelasan relokasi yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan. Aksi kali ini, pedagang buku pemblokiran Jalan di kawasan Jalan Pegadaian dan Jalan MT Haryono Medan, dengan menggunakan spanduk dan membakar ban bekas di badan jalan.
“Kita mendukung pembangunan Kota Medan tapi, Pemko Medan, juga harus memperhatikan nasib kami, selaku pedagang buku dengan relokasi ini,” ucap Ketua Harian Asosiasi Pedagang Buku Lapangan Merdeka (ASPEBLAM), Donal Sitorus, kepada wartawan, di lokasi aksi.
Dengan aksi ini, para pedagang buku, yang sudah berjualan puluhan tahun di Kota Medan, meminta kepada Pemko Medan, memberikan kejelasan kelayakan berjualan dan membantu mereka memberikan modal berjualan, yang mana modal mereka miliki, sudah tidak ada, sehingga mengalami kerugian.
“Pemko Medan harus mengganti kerugian kami dengan membayar sebulan Rp3 juta kali 8 bulan serta dengan jumlah seluruh pedagang, kami tidak mau terus dirugikan, yang diberikan dampak besar kepada pedagang,” teriak Donal.
Aksi ini mendapat tanggapan dari pihak kepolisian dari Polresta Medan untuk menjembati pertemuan pedagang buku dengan Plt Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin dan Sekda Kota Medan, Syaiful Bahri, pada hari itu juga. “Kita terima kasih kepada pak polisi, sudah mau menanggapi kita, dengan mempertemukan sama Plt dan sekda kota Medan, untuk menyampaikan keluhan kami, lihat nanti apa putusannya,”tandas Donal.
Sebenarnya masalah relokasi pedagang buku di Lapangan Merdeka, Pemko Medan sudah memberikan tiga alternatif tempat yang ditawarkan, namun ditolak mentah-mentah.
Menyikapi itu Pengamat Lingkungan, Jaya Arjuna menyarankan kepada Pemko Medan untuk mencari solusi dan mengambil langkah tegas dalam mempercepat proyek pembangunan Sky Bridge.
Sebelumnya, kata dia, Pemko Medan sudah menawarkan Taman Budaya Sumatera Utara (TBSU), Gedung Nasional, serta bekas Perisai Plaza sebagai tempat relokasi pedagang buku. “Tawaran Pemko Medan tidak masuk diakal, karena semuanya merugikan pedagang buku,” katanya.
Dijelaskannya, kendala relokasi pedagang buku ke TBSU adalah lokasi yang tidak memadai serta akan berbenturan dengan para seniman yang biasa melakukan aktivitas di sana.
Gedung Nasional, lanjutnya, tercatat sebagai aset Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu). Sedangkan bekas Perisai Plaza masih terikat kontrak dengan pihak ketiga hingga beberapa tahun ke depan.
“Alternatif yang ditawarkan tidak ada yang bisa diterima akal sehat, maka dari itu para pedagan buku enggan menerima usulan tersebut,” sebutnya.
Jaya menyarankan Pemko Medan untuk merelokasi pedagang buku yang masih bertahan di sisi Timur Lapangan Merdeka untuk direlokasi ke lahan kosong yang berada persis di sebelah Carrefour Jalan Gatot Subroto.
Selain cukup luas, lahan itu bukan hanya dijadikan tempat pedagang buku, tapi juga bisa dijadikan tempat seperti taman yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau yang dapat menjadi titik resapan air guna mencegah banjir ditengah kota. “Lebih baik dibuat seperti itu, karena bisa bermanfaat bagi kehidupan orang banyak, dari pada dipinjamkan kepada pihak ketiga untuk dibangun mall,” tandasnya.
Usulan Jaya Arjuan itu bak gayung bersambut. Karena lahan milik Pemko Medan itu belum termasuk dalam rencana pembangunan apapun dalam 5 tahun mendatang.
Hal ini diungkapkan Kabag Aset Pemko Medan, SI Dongoran kepada Sumut Pos di sela-sela rapat paripurna di gedung sementara DPRD Medan, Senin (25/11). “ Dalam lima tahun ke depan lahan itu belum akan dibangun apa-apa,” ujarnya.
Dongoran mengaku saat ini lahan tersebut hanya dijadikan tempat penanaman bunga anggrek oleh Hj Yusra yang juga istri Wali Kota Medan nonaktif Rahudman Harahap. “ Waktu pak Rahudman masih aktif, tempat itu sering ditanami buk Yusrah bunga anggrek,” katanya tanpa bisa merinci luas lahan tersebut.
Disinggung mengenai kemungkinan untuk merelokasi pedagang buku ke lahan tersebut, dirinya enggan memberikan jawaban karena bukan kapasitasnya untuk memberikan penjelasan tersebut. “Kalau itu bukan wewenang saya, langsung saja tanyakan sama Plt Wali Kota,” akunya.
Ditempat yang sama, Plt Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin justru memberikan jawaban berbeda ketika ditanyai mengenai keberadaan tanah kosong yang berada di sebelah Carrefour Plaza di Jalan Gatot Subroto.
Disinggung mengenai kemungkinan pedangang buku direlokasi ketempat itu, Eldin mengaku hal itu tidak dapat dilakukan karena lahan itu masih terikat kontrak dengan pihak ketiga. “Tidak bisa kalau di sana, masih ada kontrak dengan pihak ketiga,” kata Eldin.
Eldin tidak percaya ketika diberi tahu kalau lahan itu tidak terikat kontrak dengan pihak mana pun. “ Siapa yang bilang itu, mana kabag Aset?? Suruh dia jumpai saya,” sebutnya.
Tak lama berselang, Kabag Aset langsung menemui Plt Wali Kota yang masih duduk di kursi pimpinan sidang paripurna. Di hadapan wartawan dan anggota Komisi D Muhammad Arif, Eldin memarahi Kabag Aset ketika memberikan penjelasan kepada Sumut Pos mengenai lahan kosong tersebut.
“Kalau tidak tahu jangan kasi informasi sama wartawan, harusnya dicek terlebih dahulu agar informasi yang disampaikan kepada masyarakat tidak salah,” ucapnya dengan nada tinggi.
“Sekarang kamu yang bodoh, atau saya yang bodoh,” tambah Eldin.
SI Dongoran yang mendengarkan kemarahan Eldin hanya tertunduk lesu, tanpa bisa memberikan komentar apa-apa. “ Iya pak, siap pak,” katanya. (gus/dik)