25 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Pilgubsu Tanpa Surat Suara Khusus

MEDAN- Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumatera Utara (Sumut) optimistis penyandang tuna netra menggunakan halnya dalam Pilgubsu. Selain Itu, KPUD Sumut juga yakin kenetralan suara yang diberikan penyandang tuna netra tersebut.

Namun, KPUD Sumut mengakui tak mengetahui data tuna netra di Sumut. “Tidak ada keterangan berapa tuna netra yang ikut memilih dalam pelaksanaan Pilgub Sumut 2013 ini. Kita tidak pernah menerima laporan secara tertulis. Tidak ada pendataan yang kita lakukan untuk itu,” kata Ketua Divisi Anggaran dan Logistik KPU Sumut, Nurlela Djohan, kemarin.

Disebutkan Nurlela, berapa jumlah penyandang tuna netra yang ada di Sumut dalam Pilgubsu ini tidaklah penting Melainkan keikutsertaannya sebagai pemilih itu jauh lebih penting. “Berapa jumlahnya tidak terlalu penting saya rasa. Yang terutama itu, mereka tahu kalau mereka berhak memilih karena KPU Sumut sudah menyediakan template braille sebagai alat bantu yang dapat mereka gunakan saat pencoblosan nanti,” sebutnya.

Nurlela pun menegaskan, untuk tuna netra tidak ada surat suara khusus. Yang ada hanyalah template atau karton yang ada nama calon dengan tulisan braille dan di atasnya ada kolom untuk mencoblos. “Di bawah alat itu diletakkan surat suara. Ukuran template sebesar surat suara,” ungkapnya.

Nurlela menyebutkan, template yang disediakan sebanyak 26.452 unit, sesuai dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ada di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. “Jadi setiap TPS kita letak 1 template. Dalam pencoblosan nanti, ada anggota KPPS atau anggota keluarganya yang akan menuntun saat berada di dalam bilik suara,” sebutnya.

Dikonfirmasi terpisah, Yenni Khairia Rambe, anggota KPU Medan Divisi Logistik mengaku, pihaknya sudah menerima 3.942 template sesuai dengan jumlah TPS yang ada di Kota Medan. “Kita sudah menerima template braille atau alat bantu surat suara untuk tuna netra. Template kita terima saat bersamaan dengan masuknya logistik surat suara beberapa hari yang lalu,” beber Yenni.

Yenni mengaku pihaknya juga sudah mensosialisasikan bagaimana cara menggunakan template braille tersebut, sejak beberapa hari yang lalu. Sosialisasi dilakukan untuk melindungi hak pilih setiap warga Medan, tanpa terkecuali.

Sosialisasi yang dilakukan seperti menjelaskan tahap-tahap pencoblosan, mulai dari memasuki bilik suara hingga pencoblosan. “Kami menjelaskan prosedur pencoblosan, harus ada pendamping, pendamping harus ada surat pernyataan, kemudian dia memilih di lubang-lubang template yang ada,” ungkapnya.

Sekadar informasi, template adalah alat bantu khusus berupa map berwarna putih. Map tersebut didesain sesuai dengan ukuran surat suara. Pada bagian depan map terdapat huruf braille untuk mempermudah penyandang tuna netra menggunakan hak pilihnya.

Untuk masalah pendamping tuna netra untuk melakukan pencoblosan, harus melengkapi syarat-syarat administrasi terlebih dahulu. “Pendamping harus mengisi surat pernyataan dulu di KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), baru bisa melakukan pendampingan,” katanya.

Namun, jika penyandang tuna netra tidak memiliki keluarga sebagai pendamping, Yeni menganjurkan untuk memberi tahu petugas KPPS setempat sebelum mencoblos. Selanjutnya, petugas akan menunjuk anggotanya untuk melakukan pendampingan. “Yang penting, dia tidak boleh menginformasikan apa yang dipilih tuna netra,” jelas Yeni.

Pengamat Politik, Agus Suryadi mengatakan, pemilih tuna netra atau pemilih distabilitas lainnya masih belum terposisikan sama dengan pemilih normal lainnya. Pasalnya, secara teknis saat pencoblosan pemilih tuna netra mendapatkan pendamping dari KPPS atau keluarganya di bilik suara. Hal inilah yang terkadang ada persoalan prinsip pemilih jujur, adil dan rahasia.

“Inilah yang terkadang rentan ada sebuah pelanggaran prinsip. Makanya, penyelanggara pemilu dalam hal ini KPU hingga ke bawahnya harus bisa memberikan posisi yang sama antara pemilih distabilitas dengan pemilih normal lainnya,” ujarnya.

Dia menyebutkan, bila dalam hal memposisikan pemilih tidak bisa sama, dampaknya angka pemilih tunanetra atau pemilih distabilitas lainnya tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Padahal, bila dikaji secara hak dan kewajiban pemilih tuna netra atau distabilitas lainnya sama di mata hukum.
“Ke depan, penyelenggaran pemilu harus memberikan perhatian khusus kepada pemilih distabilitas ini, dan memposisikan sama dengan pemilih normal lainnya,” ujarnya.

Rp18 Miliar untuk Sosialisasi

Sementara itu, hingga kemarin, KPUD Sumut mengaku masih terus melakukan sosialisasi pelaksanaan Pilgubsu. Tidak tanggung-tanggung, KPU Sumut mengucurkan dana sebesar Rp18 Miliar demi suksesnya pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

“Sampai saat ini sosialisasi Pilgub Sumut sudah maksimal. Sosialisasi kita lakukan Melalui media dan pengadaan alat peraga atribut pasangan Cagub/Cawagub seperti spanduk dan baliho,” ujar Anggota KPU Sumut Divisi Sosialisasi, Rajin Sitepu, Selasa (26/2).

Selain pengadaan, pemasangan hingga perluasan spanduk dan baliho, Sitepu mengatakan, pihaknya juga melakukan kerja sama dengan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) dalam sosialisasi tersebut. “Kita juga sudah menjalin kerjasama dengan pihak terkait untuk mensosialisasikan pelaksanaan Pilgub Sumut yang akan dilaksanakan pada 7 Maret mendatang,” tegasnya.

Sitepu membeberkan, dari Rp646 miliar dana untuk pelaksanaan Pilgubsu, KPU Sumut mengalokasikan dana sebesar Rp18 miliar untuk sosialisasi. “Dana itu akan kita gunakan secara maksimal. Lagian sosialisasi bukan sekarang saja kita lakukan, melainkan sudah sejak dulu. Misalnya mendorong masyarakat untuk mencermati Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pelaksanaan pemilu,” ucapnya.

Saat disinggung ada sebagian warga yang tidak tau kapan pelaksanaan Pilgubsu bahkan tidak tau siapa saja yang akan bertarung, Sitepu berdalih kalau sosialisasi yang dilakukan hingga hari ini telah efektif. “Semuanya sudah berjalan dengan baik. Kita juga merangkul badan penyelenggara Pemilu ditingkat Kabupaten/Kota dalam sosialisasi ini,” sebutnya.

Sitepu juga menyebutkan, kalau hal itu adalah sesuatu yang lumrah. Menurutnya, tidak sedikit juga warga yang acuh tak acuh dengan sosialisasi, yang menyebabkan warga ‘buta’ dengan pelaksanaan Pilgub Sumut kali ini.

Mungkin karena acuh tak acuh dengan sosialisasi. Memang saat mensosialisasikan, KPU Sumut mempercayakan sepenuhnya kepada KPU yang ada di daerah. Tapi kita percaya kerja KPU di daerah sampai saat ini masih profesional,” pungkasnya.(ial)

MEDAN- Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sumatera Utara (Sumut) optimistis penyandang tuna netra menggunakan halnya dalam Pilgubsu. Selain Itu, KPUD Sumut juga yakin kenetralan suara yang diberikan penyandang tuna netra tersebut.

Namun, KPUD Sumut mengakui tak mengetahui data tuna netra di Sumut. “Tidak ada keterangan berapa tuna netra yang ikut memilih dalam pelaksanaan Pilgub Sumut 2013 ini. Kita tidak pernah menerima laporan secara tertulis. Tidak ada pendataan yang kita lakukan untuk itu,” kata Ketua Divisi Anggaran dan Logistik KPU Sumut, Nurlela Djohan, kemarin.

Disebutkan Nurlela, berapa jumlah penyandang tuna netra yang ada di Sumut dalam Pilgubsu ini tidaklah penting Melainkan keikutsertaannya sebagai pemilih itu jauh lebih penting. “Berapa jumlahnya tidak terlalu penting saya rasa. Yang terutama itu, mereka tahu kalau mereka berhak memilih karena KPU Sumut sudah menyediakan template braille sebagai alat bantu yang dapat mereka gunakan saat pencoblosan nanti,” sebutnya.

Nurlela pun menegaskan, untuk tuna netra tidak ada surat suara khusus. Yang ada hanyalah template atau karton yang ada nama calon dengan tulisan braille dan di atasnya ada kolom untuk mencoblos. “Di bawah alat itu diletakkan surat suara. Ukuran template sebesar surat suara,” ungkapnya.

Nurlela menyebutkan, template yang disediakan sebanyak 26.452 unit, sesuai dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang ada di 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. “Jadi setiap TPS kita letak 1 template. Dalam pencoblosan nanti, ada anggota KPPS atau anggota keluarganya yang akan menuntun saat berada di dalam bilik suara,” sebutnya.

Dikonfirmasi terpisah, Yenni Khairia Rambe, anggota KPU Medan Divisi Logistik mengaku, pihaknya sudah menerima 3.942 template sesuai dengan jumlah TPS yang ada di Kota Medan. “Kita sudah menerima template braille atau alat bantu surat suara untuk tuna netra. Template kita terima saat bersamaan dengan masuknya logistik surat suara beberapa hari yang lalu,” beber Yenni.

Yenni mengaku pihaknya juga sudah mensosialisasikan bagaimana cara menggunakan template braille tersebut, sejak beberapa hari yang lalu. Sosialisasi dilakukan untuk melindungi hak pilih setiap warga Medan, tanpa terkecuali.

Sosialisasi yang dilakukan seperti menjelaskan tahap-tahap pencoblosan, mulai dari memasuki bilik suara hingga pencoblosan. “Kami menjelaskan prosedur pencoblosan, harus ada pendamping, pendamping harus ada surat pernyataan, kemudian dia memilih di lubang-lubang template yang ada,” ungkapnya.

Sekadar informasi, template adalah alat bantu khusus berupa map berwarna putih. Map tersebut didesain sesuai dengan ukuran surat suara. Pada bagian depan map terdapat huruf braille untuk mempermudah penyandang tuna netra menggunakan hak pilihnya.

Untuk masalah pendamping tuna netra untuk melakukan pencoblosan, harus melengkapi syarat-syarat administrasi terlebih dahulu. “Pendamping harus mengisi surat pernyataan dulu di KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), baru bisa melakukan pendampingan,” katanya.

Namun, jika penyandang tuna netra tidak memiliki keluarga sebagai pendamping, Yeni menganjurkan untuk memberi tahu petugas KPPS setempat sebelum mencoblos. Selanjutnya, petugas akan menunjuk anggotanya untuk melakukan pendampingan. “Yang penting, dia tidak boleh menginformasikan apa yang dipilih tuna netra,” jelas Yeni.

Pengamat Politik, Agus Suryadi mengatakan, pemilih tuna netra atau pemilih distabilitas lainnya masih belum terposisikan sama dengan pemilih normal lainnya. Pasalnya, secara teknis saat pencoblosan pemilih tuna netra mendapatkan pendamping dari KPPS atau keluarganya di bilik suara. Hal inilah yang terkadang ada persoalan prinsip pemilih jujur, adil dan rahasia.

“Inilah yang terkadang rentan ada sebuah pelanggaran prinsip. Makanya, penyelanggara pemilu dalam hal ini KPU hingga ke bawahnya harus bisa memberikan posisi yang sama antara pemilih distabilitas dengan pemilih normal lainnya,” ujarnya.

Dia menyebutkan, bila dalam hal memposisikan pemilih tidak bisa sama, dampaknya angka pemilih tunanetra atau pemilih distabilitas lainnya tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Padahal, bila dikaji secara hak dan kewajiban pemilih tuna netra atau distabilitas lainnya sama di mata hukum.
“Ke depan, penyelenggaran pemilu harus memberikan perhatian khusus kepada pemilih distabilitas ini, dan memposisikan sama dengan pemilih normal lainnya,” ujarnya.

Rp18 Miliar untuk Sosialisasi

Sementara itu, hingga kemarin, KPUD Sumut mengaku masih terus melakukan sosialisasi pelaksanaan Pilgubsu. Tidak tanggung-tanggung, KPU Sumut mengucurkan dana sebesar Rp18 Miliar demi suksesnya pesta demokrasi lima tahunan tersebut.

“Sampai saat ini sosialisasi Pilgub Sumut sudah maksimal. Sosialisasi kita lakukan Melalui media dan pengadaan alat peraga atribut pasangan Cagub/Cawagub seperti spanduk dan baliho,” ujar Anggota KPU Sumut Divisi Sosialisasi, Rajin Sitepu, Selasa (26/2).

Selain pengadaan, pemasangan hingga perluasan spanduk dan baliho, Sitepu mengatakan, pihaknya juga melakukan kerja sama dengan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) dalam sosialisasi tersebut. “Kita juga sudah menjalin kerjasama dengan pihak terkait untuk mensosialisasikan pelaksanaan Pilgub Sumut yang akan dilaksanakan pada 7 Maret mendatang,” tegasnya.

Sitepu membeberkan, dari Rp646 miliar dana untuk pelaksanaan Pilgubsu, KPU Sumut mengalokasikan dana sebesar Rp18 miliar untuk sosialisasi. “Dana itu akan kita gunakan secara maksimal. Lagian sosialisasi bukan sekarang saja kita lakukan, melainkan sudah sejak dulu. Misalnya mendorong masyarakat untuk mencermati Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam pelaksanaan pemilu,” ucapnya.

Saat disinggung ada sebagian warga yang tidak tau kapan pelaksanaan Pilgubsu bahkan tidak tau siapa saja yang akan bertarung, Sitepu berdalih kalau sosialisasi yang dilakukan hingga hari ini telah efektif. “Semuanya sudah berjalan dengan baik. Kita juga merangkul badan penyelenggara Pemilu ditingkat Kabupaten/Kota dalam sosialisasi ini,” sebutnya.

Sitepu juga menyebutkan, kalau hal itu adalah sesuatu yang lumrah. Menurutnya, tidak sedikit juga warga yang acuh tak acuh dengan sosialisasi, yang menyebabkan warga ‘buta’ dengan pelaksanaan Pilgub Sumut kali ini.

Mungkin karena acuh tak acuh dengan sosialisasi. Memang saat mensosialisasikan, KPU Sumut mempercayakan sepenuhnya kepada KPU yang ada di daerah. Tapi kita percaya kerja KPU di daerah sampai saat ini masih profesional,” pungkasnya.(ial)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/