25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Sopir Kecam Penindakan Tebang Pilih

MEDAN-Lagi, puluhan sopir truk melakukan unjuk rasa ke kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) pada Rabu (26/2) di Jalan Diponegoro, Medan. Kedatangan para sopir truk ini untuk memprotes keras penertiban kelebihan muatan angkutan barang di seluruh jembatan timbang yang dianggap tebang pilih.

Ketua Umum Himpunan Mobilisasi Barang di Darat (Himpmobar’D) Boasa Simanjuntak yang mendampingi para sopir menyampaikan organisasi yang dipimpinnya tak pernah mengintervensi kinerja jembatan timbang di Sumut. “Kami minta Gubsu harus bertindak tegas terhadap penertiban kelebihan muatan dan dimensi sesuai Perda 14 tahun 2007 tentang pengawasan muatan lebih angkutan barang, tanpa tebang pilih,” ucap Boasa saat membacakan ulang pernyataan tertulisnya di depan polisi dan Satpol PP Pemprovsu yang bersiaga di pintu gerbang Kantor Gubsu.

Boasa meminta Gubsu agar segera menghentikan penertiban tebang pilih yang dilakukan oleh oknum Dishub Sumut yang bertugas di pos-pos jembatan timbang.

Aksi ini bukan pertama kali dilakukan para sopir truk. Sebelumnya, puluhan truk berplat nomor Aceh pada Senin (10/2) lalu sekira pukul 11.00 WIB juga mengepung Kantor Gubsu. Persis dengan kemarin, puluhan pengemudi truk ini juga tergabung dalam Himpmobar’D. Saat itu mereka berunjuk rasa atas ‘perampokan’ yang dilakukan petugas Jembatan Timbang Gebang Kabupaten Langkat.

Boasa mengungkap sepak terjang oknum petugas jembatan timbang Gebang yang melakukan aksi ‘perampokan’ menggunakan jasa preman. Itulah sebabnya, kata dia, pihaknya meminta Pemprovsu mengevaluasi kinerja Dishubsu.

“Saya sudah meminta uang sebesar Rp300 ribu, sopir truk kena tilang pula lagi. Kalau tidak mau bayar, sopir harus pulang. Sementara bagi yang punya uang boleh lewat. Yang lebih parah lagi, bagi sopir yang akan membayar sesuai Perda untuk mendapatkan surat resmi harus membayar lagi sebesar Rp50 ribu,” dia menegaskan.

Di depan massa aksi di depan kantor Gubsu, Kepala Bidang Perhubungan Darat Dishub Sumut Darwin Purba MT dan Kepala UPT Dinas Perhubungan Sumut Aliamas menjelaskan, pihaknya tidak pernah melakukan tebang pilih dalam menertibkan angkutan barang seperti yang dituduhkan pengunjuk rasa.

“Kami selalu bertindak sesuai Perda No 14 tahun 2007. Kalau ada oknum petugas kita yang mengutip pelanggaran tonase yang tak sesuai Perda No 14 tahun 2007 tentang pengembalian kelebihan muatan tentunya  akan kita tindak tegas. Tapi kami minta agar sopir dan pengusaha juga tak melanggar (perda),” katanya seraya meminta para sopir truk tidak coba-coba menyuap petugas di lapangan. Sebab, kata dia, pelaku suap dan petugas yang menerima suap sama-sama terkena jerat hukum.

Hingga saat ini, menurut Darwin, Dishub sudah menindak 550 truk melalui jembatan timbang Gebang, Langkat karena melanggar Perda 14/2007. ‘’Semua perkara sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Langkat,’’ katanya. Demikian juga jembatan timbang Tanjungmorawa, kata Darwin, Dishub sudah menindak 91 truk. ‘’Perkaranya juga sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri setempat. Kasusnya macam-macam, ada kelebihan muatan, panjang truk tak sesuai dokumen kendaraan, tak laik jalan, dan sebagainya,” tukas Darwin.

Diminta pendapatnya atas aksi para sopir truk tersebut, anggota Komisi D DPRD Sumut Tunggul Siagian mengatakan, penuntasan dugaan pungli di jembatan timbang harus melibatkan lintas- instansi, dari penegak hukum hingga akademisi. “Pertama kali auditor dan aparat penegak hukum bekerja, selanjutnya DPRD mengevaluasi, dan itu jadi entry point (pintu masuk) mengajukan revisi perda,” tukasnya.

Anggota Komisi A DPRD Sumut, Syamsul Hilal justru menilai silang-sengkarut jembatan timbang akan sulit tuntas jika tak menyertakan petugas pengawas eksternal di setiap titiknya. Petugas pengawas eksternal itu dibutuhkan untuk memonitor jumlah truk yang melintas, termasuk beban tonase yang diangkut setiap kali lewat.

“Lewat petugas pengawas eksternal ini bisa diukur berapa besar kebocoran dan indikasi pungli di setiap titiknya. Selama ini kan petugas (Dishub) selalu lolos dari jerat hokum. Mereka jarang terbukti melakukan pungli,” sebutnya.

Syamsul setuju perda saat ini perlu dikaji ulang mengingat tonase kendaraan semakin hari semakin tinggi, termasuk kepentingan menaikkan target PAD. “Revisi perda  dan monitoring lapangan mungkin kunci ke arah perbaikan,” ucapnya.

Sebelumnya, Pemerhati Anggaran Daerah Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Rabu (5/2) lalu menyebutkan ada persoalan di 13 titik jembatan timbang di Sumut yang tak bisa dituntaskan bila tak dilakukan perubahan regulasi. Pangkal persoalannya dimulai saat adanya penerapan denda terhadap sanksi yang diberikan kepada sopir akibat kelebihan muatan.

Secara aturan, menurut Elfenda, kutipan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilakukan karena adanya pemanfaatan tempat atau pengambilan sumber daya alam (SDA). Bila dilihat dari UPPKB atau jembatan timbang, lanjut dia, kesalahan yang dilakukan sopir adalah mengangkut truk yang kelebihan muatan.

“Semestinya secara aturan di dalam perda, denda itu bukan malah memberikan peluang melakukan pungutan. Malah justru sebaliknya. Denda ya, tetap denda, itu tak bisa digantikan dengan nilai rupiah,” sebutnya.

Mantan Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut itu menyebutkan, Perda No 14/2007 tentang kelebihan muatan layak untuk direvisi oleh DPRD Sumut, bila perlu DPRD melakukan hak inisiatifnya mengubah aturan yang ada, sehingga para pengusaha angkutan tidak dirugikan. Selanjutnya, kondisi jalan akan semakin membaik.

. (rud/rbb/val)
vvvvv

MEDAN-Lagi, puluhan sopir truk melakukan unjuk rasa ke kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) pada Rabu (26/2) di Jalan Diponegoro, Medan. Kedatangan para sopir truk ini untuk memprotes keras penertiban kelebihan muatan angkutan barang di seluruh jembatan timbang yang dianggap tebang pilih.

Ketua Umum Himpunan Mobilisasi Barang di Darat (Himpmobar’D) Boasa Simanjuntak yang mendampingi para sopir menyampaikan organisasi yang dipimpinnya tak pernah mengintervensi kinerja jembatan timbang di Sumut. “Kami minta Gubsu harus bertindak tegas terhadap penertiban kelebihan muatan dan dimensi sesuai Perda 14 tahun 2007 tentang pengawasan muatan lebih angkutan barang, tanpa tebang pilih,” ucap Boasa saat membacakan ulang pernyataan tertulisnya di depan polisi dan Satpol PP Pemprovsu yang bersiaga di pintu gerbang Kantor Gubsu.

Boasa meminta Gubsu agar segera menghentikan penertiban tebang pilih yang dilakukan oleh oknum Dishub Sumut yang bertugas di pos-pos jembatan timbang.

Aksi ini bukan pertama kali dilakukan para sopir truk. Sebelumnya, puluhan truk berplat nomor Aceh pada Senin (10/2) lalu sekira pukul 11.00 WIB juga mengepung Kantor Gubsu. Persis dengan kemarin, puluhan pengemudi truk ini juga tergabung dalam Himpmobar’D. Saat itu mereka berunjuk rasa atas ‘perampokan’ yang dilakukan petugas Jembatan Timbang Gebang Kabupaten Langkat.

Boasa mengungkap sepak terjang oknum petugas jembatan timbang Gebang yang melakukan aksi ‘perampokan’ menggunakan jasa preman. Itulah sebabnya, kata dia, pihaknya meminta Pemprovsu mengevaluasi kinerja Dishubsu.

“Saya sudah meminta uang sebesar Rp300 ribu, sopir truk kena tilang pula lagi. Kalau tidak mau bayar, sopir harus pulang. Sementara bagi yang punya uang boleh lewat. Yang lebih parah lagi, bagi sopir yang akan membayar sesuai Perda untuk mendapatkan surat resmi harus membayar lagi sebesar Rp50 ribu,” dia menegaskan.

Di depan massa aksi di depan kantor Gubsu, Kepala Bidang Perhubungan Darat Dishub Sumut Darwin Purba MT dan Kepala UPT Dinas Perhubungan Sumut Aliamas menjelaskan, pihaknya tidak pernah melakukan tebang pilih dalam menertibkan angkutan barang seperti yang dituduhkan pengunjuk rasa.

“Kami selalu bertindak sesuai Perda No 14 tahun 2007. Kalau ada oknum petugas kita yang mengutip pelanggaran tonase yang tak sesuai Perda No 14 tahun 2007 tentang pengembalian kelebihan muatan tentunya  akan kita tindak tegas. Tapi kami minta agar sopir dan pengusaha juga tak melanggar (perda),” katanya seraya meminta para sopir truk tidak coba-coba menyuap petugas di lapangan. Sebab, kata dia, pelaku suap dan petugas yang menerima suap sama-sama terkena jerat hukum.

Hingga saat ini, menurut Darwin, Dishub sudah menindak 550 truk melalui jembatan timbang Gebang, Langkat karena melanggar Perda 14/2007. ‘’Semua perkara sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Langkat,’’ katanya. Demikian juga jembatan timbang Tanjungmorawa, kata Darwin, Dishub sudah menindak 91 truk. ‘’Perkaranya juga sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri setempat. Kasusnya macam-macam, ada kelebihan muatan, panjang truk tak sesuai dokumen kendaraan, tak laik jalan, dan sebagainya,” tukas Darwin.

Diminta pendapatnya atas aksi para sopir truk tersebut, anggota Komisi D DPRD Sumut Tunggul Siagian mengatakan, penuntasan dugaan pungli di jembatan timbang harus melibatkan lintas- instansi, dari penegak hukum hingga akademisi. “Pertama kali auditor dan aparat penegak hukum bekerja, selanjutnya DPRD mengevaluasi, dan itu jadi entry point (pintu masuk) mengajukan revisi perda,” tukasnya.

Anggota Komisi A DPRD Sumut, Syamsul Hilal justru menilai silang-sengkarut jembatan timbang akan sulit tuntas jika tak menyertakan petugas pengawas eksternal di setiap titiknya. Petugas pengawas eksternal itu dibutuhkan untuk memonitor jumlah truk yang melintas, termasuk beban tonase yang diangkut setiap kali lewat.

“Lewat petugas pengawas eksternal ini bisa diukur berapa besar kebocoran dan indikasi pungli di setiap titiknya. Selama ini kan petugas (Dishub) selalu lolos dari jerat hokum. Mereka jarang terbukti melakukan pungli,” sebutnya.

Syamsul setuju perda saat ini perlu dikaji ulang mengingat tonase kendaraan semakin hari semakin tinggi, termasuk kepentingan menaikkan target PAD. “Revisi perda  dan monitoring lapangan mungkin kunci ke arah perbaikan,” ucapnya.

Sebelumnya, Pemerhati Anggaran Daerah Elfenda Ananda kepada Sumut Pos, Rabu (5/2) lalu menyebutkan ada persoalan di 13 titik jembatan timbang di Sumut yang tak bisa dituntaskan bila tak dilakukan perubahan regulasi. Pangkal persoalannya dimulai saat adanya penerapan denda terhadap sanksi yang diberikan kepada sopir akibat kelebihan muatan.

Secara aturan, menurut Elfenda, kutipan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilakukan karena adanya pemanfaatan tempat atau pengambilan sumber daya alam (SDA). Bila dilihat dari UPPKB atau jembatan timbang, lanjut dia, kesalahan yang dilakukan sopir adalah mengangkut truk yang kelebihan muatan.

“Semestinya secara aturan di dalam perda, denda itu bukan malah memberikan peluang melakukan pungutan. Malah justru sebaliknya. Denda ya, tetap denda, itu tak bisa digantikan dengan nilai rupiah,” sebutnya.

Mantan Sekretaris Eksekutif FITRA Sumut itu menyebutkan, Perda No 14/2007 tentang kelebihan muatan layak untuk direvisi oleh DPRD Sumut, bila perlu DPRD melakukan hak inisiatifnya mengubah aturan yang ada, sehingga para pengusaha angkutan tidak dirugikan. Selanjutnya, kondisi jalan akan semakin membaik.

. (rud/rbb/val)
vvvvv

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/