25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Pemegang Saham: M Aka Blokir Agunan Secara Pribadi

MEDAN- Komisaris sekaligus pemilik saham di PT Atakana Company, yakni Sardul Singh dan Abdul Wahab, hadir sebagai saksi meringankan (A Decharge) dalam sidang lanjutan perkara kredit tidak terpasang di BNI SKM Medan, di Pengadilan Tipikor, Selasa (26/3). Kasus ini mendudukkan tiga pejabat BNI SKM Medan sebagai terdakwa.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau, saksi Sardul Singh selaku Komisaris Utama di PT Atakana Company mengakui, PT Atakana memiliki kredit macet di BNI SKM Medan sebesar Rp61 miliar, karena tidak bisa membayar bunga maupun cicilannya.

Lantas, pihak BNI SKM Medan menawarkan pada para pemegang saham untuk melelang jaminan kredit berupa aset kebun seluas 3.445 hektare, sebagaimana tersebut dalam Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) 102 yang terletak di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur.
“Memang belakangan ini kredit macet total. Pihak BNI pun menawari agar melelang aset itu. Bahkan pihak kantor lelang juga pernah datang. Kredit Atakana yang tertunggak Rp17 miliar. Tapi kalau grup semua Rp61 miliar. Di Atakana, saham saya ada sekitar 30 persen. M. Aka selaku Dirut memiliki saham 45 persen, sedangkan pemegang saham lainnya yakni pak Yusuf dan Wahab sebesar 10 persen,” jelasnya.

Selanjutnya, pihaknya mendatangi BNI SKM Medan agar menangguhkan pelelangan aset itu. Mereka juga membawa Boy Hermansyah selaku Dirut PT BDKL sebagai calon pembeli. “Memang kemudian kami ada calon pembeli. Sebelumnya ada kesepakatan kita dengan pihak BDKL. Saya bersama M. Aka dan Boy Hermansyah menjumpai pak Radiyasto dan Darul untuk mengenalkan pak Boy Hermansyah,” ungkapnya.

Sardul mengaku, pihaknya telah menyepakati penjualan aset SHGU 102 itu dengan Boy Hermansyah nilai Rp115 miliar. Lalu dilakukanlah RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang menyatakan memberi persetujuan dan kekuasaan penuh kepada pihak ketiga, untuk bertindak dan berkuasa penuh mengatasi tunggakan hutang dan seluruh kewajiban PT Atakana Company kepada BNI SKM Medan, serta memberikan izin kepada pihak ketiga bertindak dan berkuasa sepenuhnya menjual aset SHGU 102.

“Harga yang kita sepakati Rp115 miliar dengan Boy Hermansyah. Kita ada buat RUPS, ada 3 kali itu. Intinya Boy agar membayar hutang kredit ke BNI serta memberikan seluruh sisanya kepada para pemegang saham. Dari pembayaran itu saya juga sudah menerima pembayaran Rp18 miliar. Pemegang saham lain juga menerima pembayaran tapi saya tidak tahu berapa persis jumlahnya,” urainya.

Kemudian, dalam proses balik nama, salah satu pemegang saham yakni M.Aka selaku Dirut melakukan pemblokiran ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) Pusat. Padahal sebelumnya para pemegang saham tidak pernah menyatakan keberatan atas penjualan SHGU 102 itu. “Kita lalu mengundang semua pemegang saham untuk menanyakan pembatalan penjualan saham. Tapi saat itu M. Aka tidak hadir,” ungkapnya.

Dirinya menjelaskan, M. Aka melakukan pemblokiran atas aset SHGU 102 itu secara pribadi tanpa melalui RUPS. “Kita ingin menanyakan kenapa ada pembatalan secara pribadi. Sedangkan pemegang saham lain tidak keberatan. Saya tidak tahu kenapa dia memblokir aset itu. Sebenarnya masalah PT Atakana itu tidak ada. Yang ada masalah pribadi M. Aka dengan orang lain. Belakangan saya tahu banyak sekali gugatan terhadap aset SHGU itu. Kita tidak pernah ada RUPS terkait pembatalan penjualan SHGU itu. Padahal telah terjadi pembayaran sebesar Rp115 Miliar kepada PT Atakana Company dari Boy Hermansyah,” terangnya.

Hakim kemudian bertanya, bagaimana bisa nilai aset SHGU 102 mencapai Rp115 miliar. “Itu jumlahnya dari mana?” tanya hakim anggota.
Saksi mengaku, jumlah tersebut merupakan aset keseluruhan PT Atakana. “Memang untuk Rp115 miliar itu tidak ada di RUPS. Itu hanya kesepakatan antara saya, Boy Hermansyah, dan M. Aka. Tapi semua pemegang saham telah menerima uang itu Pak,” urainya lagi.

Sementara itu, saksi Abdul Wahab mengatakan, setelah aset SHGU 102 itu bermasalah, M. Akalah yang menguasai aset itu secara pribadi. Bahkan M.Aka tidak pernah membuat laporan pertanggungjawabannya. Dan,  yang melakukan pemblokiran aset SHGU 102 itu adalah M. Aka sendiri. (far)

MEDAN- Komisaris sekaligus pemilik saham di PT Atakana Company, yakni Sardul Singh dan Abdul Wahab, hadir sebagai saksi meringankan (A Decharge) dalam sidang lanjutan perkara kredit tidak terpasang di BNI SKM Medan, di Pengadilan Tipikor, Selasa (26/3). Kasus ini mendudukkan tiga pejabat BNI SKM Medan sebagai terdakwa.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau, saksi Sardul Singh selaku Komisaris Utama di PT Atakana Company mengakui, PT Atakana memiliki kredit macet di BNI SKM Medan sebesar Rp61 miliar, karena tidak bisa membayar bunga maupun cicilannya.

Lantas, pihak BNI SKM Medan menawarkan pada para pemegang saham untuk melelang jaminan kredit berupa aset kebun seluas 3.445 hektare, sebagaimana tersebut dalam Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) 102 yang terletak di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur.
“Memang belakangan ini kredit macet total. Pihak BNI pun menawari agar melelang aset itu. Bahkan pihak kantor lelang juga pernah datang. Kredit Atakana yang tertunggak Rp17 miliar. Tapi kalau grup semua Rp61 miliar. Di Atakana, saham saya ada sekitar 30 persen. M. Aka selaku Dirut memiliki saham 45 persen, sedangkan pemegang saham lainnya yakni pak Yusuf dan Wahab sebesar 10 persen,” jelasnya.

Selanjutnya, pihaknya mendatangi BNI SKM Medan agar menangguhkan pelelangan aset itu. Mereka juga membawa Boy Hermansyah selaku Dirut PT BDKL sebagai calon pembeli. “Memang kemudian kami ada calon pembeli. Sebelumnya ada kesepakatan kita dengan pihak BDKL. Saya bersama M. Aka dan Boy Hermansyah menjumpai pak Radiyasto dan Darul untuk mengenalkan pak Boy Hermansyah,” ungkapnya.

Sardul mengaku, pihaknya telah menyepakati penjualan aset SHGU 102 itu dengan Boy Hermansyah nilai Rp115 miliar. Lalu dilakukanlah RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) yang menyatakan memberi persetujuan dan kekuasaan penuh kepada pihak ketiga, untuk bertindak dan berkuasa penuh mengatasi tunggakan hutang dan seluruh kewajiban PT Atakana Company kepada BNI SKM Medan, serta memberikan izin kepada pihak ketiga bertindak dan berkuasa sepenuhnya menjual aset SHGU 102.

“Harga yang kita sepakati Rp115 miliar dengan Boy Hermansyah. Kita ada buat RUPS, ada 3 kali itu. Intinya Boy agar membayar hutang kredit ke BNI serta memberikan seluruh sisanya kepada para pemegang saham. Dari pembayaran itu saya juga sudah menerima pembayaran Rp18 miliar. Pemegang saham lain juga menerima pembayaran tapi saya tidak tahu berapa persis jumlahnya,” urainya.

Kemudian, dalam proses balik nama, salah satu pemegang saham yakni M.Aka selaku Dirut melakukan pemblokiran ke BPN (Badan Pertanahan Nasional) Pusat. Padahal sebelumnya para pemegang saham tidak pernah menyatakan keberatan atas penjualan SHGU 102 itu. “Kita lalu mengundang semua pemegang saham untuk menanyakan pembatalan penjualan saham. Tapi saat itu M. Aka tidak hadir,” ungkapnya.

Dirinya menjelaskan, M. Aka melakukan pemblokiran atas aset SHGU 102 itu secara pribadi tanpa melalui RUPS. “Kita ingin menanyakan kenapa ada pembatalan secara pribadi. Sedangkan pemegang saham lain tidak keberatan. Saya tidak tahu kenapa dia memblokir aset itu. Sebenarnya masalah PT Atakana itu tidak ada. Yang ada masalah pribadi M. Aka dengan orang lain. Belakangan saya tahu banyak sekali gugatan terhadap aset SHGU itu. Kita tidak pernah ada RUPS terkait pembatalan penjualan SHGU itu. Padahal telah terjadi pembayaran sebesar Rp115 Miliar kepada PT Atakana Company dari Boy Hermansyah,” terangnya.

Hakim kemudian bertanya, bagaimana bisa nilai aset SHGU 102 mencapai Rp115 miliar. “Itu jumlahnya dari mana?” tanya hakim anggota.
Saksi mengaku, jumlah tersebut merupakan aset keseluruhan PT Atakana. “Memang untuk Rp115 miliar itu tidak ada di RUPS. Itu hanya kesepakatan antara saya, Boy Hermansyah, dan M. Aka. Tapi semua pemegang saham telah menerima uang itu Pak,” urainya lagi.

Sementara itu, saksi Abdul Wahab mengatakan, setelah aset SHGU 102 itu bermasalah, M. Akalah yang menguasai aset itu secara pribadi. Bahkan M.Aka tidak pernah membuat laporan pertanggungjawabannya. Dan,  yang melakukan pemblokiran aset SHGU 102 itu adalah M. Aka sendiri. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/