MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kelompok nelayan kembali keluhkan pembangunan Terminal Peti Kemas (TPK) PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I di Gabion, Belawan, Sumatera Utara. Selain banyak merugikan dan mengenyampingkan hak-hak nelayan, pembangunan mega proyek tersebut juga dianggap telah merusak ekosistem laut dan wilayah setempat.
“Perluasan TPK melalui reklamasi di Gabion Belawan, telah mengancam nasib para nelayan tradisional yang berada di pesisir Belawan. Proyek reklamasi tersebut telah mengenyampingkan hak-hak nelayan tradisional, juga merusak ekosistem laut yang berada di Belawan,” kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, Sugianto Makmur kepada wartawan, Minggu (26/4).
Pernyataan itu ia sampaikan, setelah mendengar keluhan dan aspirasi kaum nelayan tradisional Belawan pekan lalu tentang proyek TPK Pelindo I melalui reklamasi yang direncanakan selesai pada 2020 ini. Akibat perluasan pembangunan TPK tersebut, memotong jalur lintas para nelayan tradisional yang mau melaut.
“Kawan-kawan nelayan mengungkapkan, mereka harus berputar lebih jauh bila akan berangkat melaut. Dengan bertambahnya jarak tempuh mereka tersebut, maka bahan bakar minyak dari para nelayan semakin banyak terbuang,” ujar Sugianto.
Tak hanya itu, anggota Komisi B ini juga menilai, proyek tersebut membuat kekacauan pada ekosistem laut dan wilayah terdampak pembangunan. Alhasil, bakal turut berpengaruh terhadap hasil tangkap nelayan tradisional yang berada di pesisir Belawan. “Karenanya kami atas nama Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumut, meminta PT Pelindo I untuk menghentikan proyek pembangunan reklamasi pelabuhan peti kemas tersebut,” katanya.
Sugianto menambahkan, pihak Pelindo I mesti menyelesaikan seluruh permasalahan yang ada dengan masyarakat nelayan di pesisir Belawan. Menurutnya, penyelamatan nasib nelayan tradisional masih jauh lebih utama dibandingkan dengan pembangunan proyek reklamasi pelabuhan peti kemas tersebut.
Apalagi, imbuh dia, efek negatif yang ditimbulkan dari pembangunan tersebut terutama kepada masyarakat nelayan harus diperhatikan dan dikaji secara serius, sebab ini berhubungan dengan kelangsungan kehidupan para nelayan. “Dan seluruh kompensasi pembinaan masyarakat nelayan tradisional yang terkena dampak proyek tersebut, harus direalisasikan oleh pihak perusahaan sebab selama pengerjaan tersebut nelayan tradisional sudah terkena imbasnya, baik secara materi dan moril,” pungkasnya.
Sejalan dengan pernyataan legislatif Sumut, Badan Bantuan Hukum Advokasi Rakyat (BBHAR) PDI Perjuangan Kota Medan, sebelumnya pun menyuarakan hal senada. Bahwa dalam pelaksanaan pengembangan TPK Pelabuhan Belawan yang sudah hampir rampung dan segera dioperasikan tahun ini, ternyata masih menyisakan sejumlah permasalahan di masyarakat pesisir Belawan Kota Medan, terutama berkaitan dengan kerusakan lingkungan serta dampak negatif bagi nelayan dan kelanjutan kehidupan eksosistem laut.
“Dampak buruk yang dialami masyarakat khususnya para nelayan yang mencari ikan di laut pinggir harus segera dicarikan pemerintah solusi, sehingga pembangunan yang sangat didukung warga nelayan tersebut tidak berdampak pada kelanjutan hidup masyarakat pesisir Belawan,” kata Kepala BBHAR PDIP Medan, Rion Aritonang.
Diungkapkannya, dampak yang dialami nelayan akibat pembangunan TPK tersebut diantaranya nelayan diharuskan menggunakan jalur baru yang lebih jauh untuk melaut sehingga meningkatkan biaya operasional yakni BBM. (adz)