30 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Becak Masuk Sawah, Kerabat Mimpi 4 Giginya Tanggal

Kisah di Balik Musibah Sekeluarga Korban Naas Bus ALS

Keluarga korban naas bus PT ALS, adalah Desi Indriani (30) dan tiga anaknya ternyata punya firasat buruk sebelum kejadian. Seorang kerabat bermimpi empat giginya tanggal. Selain itu, beberapa jam sebelum berangkat, becak bermotor yang ditumpangi para korban masuk ke sawah.

Ari Sisworo/Indra Juli, Medan

Suasana haru menyelimuti kediaman pasangan Ali Umar dan Nurbima, warga Jalan Pasar 3 Tembung Gang Fajar Tasbih, salah satu rumah duka korban Bus ALS naas yang terjun ke jurangn
di Aek Latong Km 7-8, Minggu (26/6) sore.

Saat wartawan Sumut Pos mengunjungi rumah duka, tampak sebuah tenda terpasang di bagian depan rumah yang sangat sederhana itu. Terlihat pula para kerabat dan tetangga berkumpul menanti empat jenazah keluarga mereka yang menjadi korban Bus ALS Jurusan Medan-Bengkulu tersebut. Mereka mengenakan kopiah dan selendang untuk bertakziah.

Di ruang tamu juga tampak empat tilam yang telah dipersiapkan sebagai tempat persemayaman. Anggota keluarga pasangan Ali Umar dan Nurbima tersebut kehilangan empat kerabatnya. Mereka adalah Desi Indriani (30) dan tiga anaknya Yuni Cipiani (9), Rendy (5) dan Dimas (3). Sementara Cipeng, nama panggilan suami Desi Andriani, selamat dari maut.

Ali Umar dan Nurbima tak mampu menutupi kesedihan atas meninggalnya putrid dan cucu-cucu mereka tersebut. “Kami dapat kabar, tadi malam (Minggu dinihari, Red) jam 3 dari Cipeng yang selamat. Rencananya, mereka mau ke Padang,” ujar Ali Umar dengan wajah sedih.

Ditambahkannya, menantunya Cipieng sehari-hari bekerja sebagai penjual kain, sedangkan Desi Indriani membantu suaminya dengan menjahit di rumah. Sedangkan ketiga cucunya sehari-hari di rumah mereka.

Sekarang, pasangan kakek dan nenek itu tidak akan mendengarkan gelak tawa cucu-cucunya mereka tersebut. “Yuni Cipiani baru naik kelas 4 SD, si Rendy dan Dimas belum sekolah. Nggak ada lagi lah ketawa-ketawa lucu dari cucu-cucu ku itu,” kata pria berusia 60 tahun ini.

Ali Umar dan Nurbima mengaku tidak merasakan firasat apa-apa sebelum kejadian naas tersebut. Nurbima pun terlihat syok, wajahnya lesu, matanya berkaca-kaca. Hendra Syaputra, adik Desi Indriani, terlihat berusaha menutupi kesedihannya.

Sedangkan Jus, bibi Desi Indriani, yang berada di rumah duka tersebut mengaku, anaknya Ikmal pernah bermimpi empat gigi bagian atasnya tanggal.

“Anak saya pernah mimpi, tapi memang tidak sampai diceritakan kepada keluarga. Ternyata ini kejadiannya,” kisahnya dengan wajah yang seolah hendak menitikan air mata.

Hendra Syaputra juga mengatakan hal yang sama. Dirinya mendapat pertanda saat mengantarkan kakak serta abang ipar dan ketiga keponakannya menuju stasiun Bus ALS di Jalan Sisingamangaraja sekira pukul 14.00 WIB, Jumat (24/6).

Hendra mengantarkan semua korban menggunakan becak bermotor. Namun, baru beberapa saat meninggalkan rumah ternyata betor yang mereka naiki tersebut terjerembab ke sawah. Anehnya, ketika diangkat betor tersebut terasa sangat berat dari biasanya dan diperlukan beberapa orang untuk mengangkatnya.

Setelah betor terangkat, perjalanan ke stasiun bus ALS dilanjutkan. Di perjalanan, muncul keanehan lain. Semua korban tersebut hanya terdiam. “Biasanya, kami selalu ngobrol, bercanda, ketawa-ketawa. Di becak itu, semuanya diam. Kakak ku diam, abang ipar ku diam, keponakan-keponakan ku yang biasanya lucu-lucu jadi diam. Jadinya, sampai di tempat yang dituju paling hanya beberapa kata saja yang kami bicarakan,” ungkap Hendra sembari mengenang hal itu.

Sementara itu, Nurbima beberapa kali mempertanyakan tanggung jawab PT ALS sebagai pemilik armada. “Kekmana ini yah. Kalau memang bus nya rusak, kenapa penumpangnya nggak disuruh keluar,” keluhnya.

Begitu pula dengan Ali Umar. Dengan suara pelan dan sayu, Ali Umar mengatakan hal yang sama. “Kekmana itu yah. Kami nggak ngerti, kami orang susah. Apa ada bantuan dari yang bersangkutan untuk membantu?,” tanyanya kepada Sumut Pos.

Sementara itu, papan bunga berukuran besar yang terpasang pinggir jalan memperlihatkan bagaimana suasana haru keluarga Dahniar (56) warga Jalan Bhayangkara No.424 Kelurahan Indra Kasih Medan yang menjadi korban kecelakaan bersama cucu tercinta Assifa Azhara (7) di Aek Latong, Minggu (26/6) dini hari.

Halaman rumah pun tampak dipenuhi pelayat dari keluarga, handai tolan, dan tetangga yang datang silih berganti. Menanti kedatangan jenazah yang hingga berita ini diturunkan masih memasuki Kota Rantau Prapat. Meskipun diperkirakan kedua jenazah baru tiba di Medan menjelang subuh. “Masih di Rantau Prapat, mungkin jam dua pagi nanti baru sampai. Entah pun lewat,” ucap keponakan salah satu keponakan Almarhum Dahniar, Supri.

Pria bertubuh tinggi ini lalu membawa Sumut Pos menemui keluarga korban lainnya yng berkumpul di rumah tanpa diplester di bagian dalam. Tampak beberapa tubuh tergolek lemas di atas kasuryang memang disediakan untuk merebah. Hanya seorang yang terlihat khyusuk dalam doa yaitu Tuti, ibu dari Assifa Azhara. Menghadap sang Khalik dengan harapan anak tercinta nantinya mendapat tempat yang layak.

Anak yang memberi banyak kenangan indah di tengah-tengah keluarga kelima kakak beradik ini. Anak yang dikaruniai rambut keriting, tubuh gmpal dalam balutan kulit putih menarik perhatian siapapun. Yang dengan cintanya menolak ajakan sang kakek untuk turun dari bus ALS untuk menemani sang nenek menjemput ajal.
“Padahal sudah disuruh turun sama Ayah. Tapi Siffa nya gak mau. Katanya dia mau nemani nenek. Jadilah kakeknya bawa Lisa (kakak Siffa, Red) sementara Siffa dan nenek di dalam,” tutur Julita Nur, putrid bungsu Almarhum Dahniar yang juga pernah mengasuh Siffa.

Tiba-tiba seorang remaja putri bernama Dina yang juga sepupu Siffa, memecah keheningan. “Siffa,” pekiknya. Hal itu pun terjadi beberapa kali yang mengungkapkan kedekatannya dengan almarhum Siffa. DI beberapa lokasi Dina mengakui beberapa kali melihat kehadiran Siffa.

Beratnya peristiwa kehilangan kembali membuat Tuti mengucurkan air mata. Selain kepergian yang tidak memberi tanda, kebersamaan dengan putri tercinta yang terpisah di usia 3 ahun sebelum kembali bersama di usia enam tahun. “Jujur saja saya terpukul karena tidak ada pertanda seperti kalau orang mau pergi. Malah saya masih sempat ambil rapor trus menyusun bajunya dan si kakak. Saya juga belum puas karena hanya beberapa bulan kami bersama setelah di usia tiga tahun kami pisah,” tutur Tuti sembari menepuk dada beberapa kali.

Tuti pun tak dapat membendung air mata kala mengingat saat Siffa menyampaikan keinginannya. “Mama kan belum punya rumah, Adek pengen cari uang belikan mama rumah,” ucap Tuti yang akan berusaha kuat menyambut kedatangan jenazah putri bungsu dan ibu tercintanya. (*)

Kisah di Balik Musibah Sekeluarga Korban Naas Bus ALS

Keluarga korban naas bus PT ALS, adalah Desi Indriani (30) dan tiga anaknya ternyata punya firasat buruk sebelum kejadian. Seorang kerabat bermimpi empat giginya tanggal. Selain itu, beberapa jam sebelum berangkat, becak bermotor yang ditumpangi para korban masuk ke sawah.

Ari Sisworo/Indra Juli, Medan

Suasana haru menyelimuti kediaman pasangan Ali Umar dan Nurbima, warga Jalan Pasar 3 Tembung Gang Fajar Tasbih, salah satu rumah duka korban Bus ALS naas yang terjun ke jurangn
di Aek Latong Km 7-8, Minggu (26/6) sore.

Saat wartawan Sumut Pos mengunjungi rumah duka, tampak sebuah tenda terpasang di bagian depan rumah yang sangat sederhana itu. Terlihat pula para kerabat dan tetangga berkumpul menanti empat jenazah keluarga mereka yang menjadi korban Bus ALS Jurusan Medan-Bengkulu tersebut. Mereka mengenakan kopiah dan selendang untuk bertakziah.

Di ruang tamu juga tampak empat tilam yang telah dipersiapkan sebagai tempat persemayaman. Anggota keluarga pasangan Ali Umar dan Nurbima tersebut kehilangan empat kerabatnya. Mereka adalah Desi Indriani (30) dan tiga anaknya Yuni Cipiani (9), Rendy (5) dan Dimas (3). Sementara Cipeng, nama panggilan suami Desi Andriani, selamat dari maut.

Ali Umar dan Nurbima tak mampu menutupi kesedihan atas meninggalnya putrid dan cucu-cucu mereka tersebut. “Kami dapat kabar, tadi malam (Minggu dinihari, Red) jam 3 dari Cipeng yang selamat. Rencananya, mereka mau ke Padang,” ujar Ali Umar dengan wajah sedih.

Ditambahkannya, menantunya Cipieng sehari-hari bekerja sebagai penjual kain, sedangkan Desi Indriani membantu suaminya dengan menjahit di rumah. Sedangkan ketiga cucunya sehari-hari di rumah mereka.

Sekarang, pasangan kakek dan nenek itu tidak akan mendengarkan gelak tawa cucu-cucunya mereka tersebut. “Yuni Cipiani baru naik kelas 4 SD, si Rendy dan Dimas belum sekolah. Nggak ada lagi lah ketawa-ketawa lucu dari cucu-cucu ku itu,” kata pria berusia 60 tahun ini.

Ali Umar dan Nurbima mengaku tidak merasakan firasat apa-apa sebelum kejadian naas tersebut. Nurbima pun terlihat syok, wajahnya lesu, matanya berkaca-kaca. Hendra Syaputra, adik Desi Indriani, terlihat berusaha menutupi kesedihannya.

Sedangkan Jus, bibi Desi Indriani, yang berada di rumah duka tersebut mengaku, anaknya Ikmal pernah bermimpi empat gigi bagian atasnya tanggal.

“Anak saya pernah mimpi, tapi memang tidak sampai diceritakan kepada keluarga. Ternyata ini kejadiannya,” kisahnya dengan wajah yang seolah hendak menitikan air mata.

Hendra Syaputra juga mengatakan hal yang sama. Dirinya mendapat pertanda saat mengantarkan kakak serta abang ipar dan ketiga keponakannya menuju stasiun Bus ALS di Jalan Sisingamangaraja sekira pukul 14.00 WIB, Jumat (24/6).

Hendra mengantarkan semua korban menggunakan becak bermotor. Namun, baru beberapa saat meninggalkan rumah ternyata betor yang mereka naiki tersebut terjerembab ke sawah. Anehnya, ketika diangkat betor tersebut terasa sangat berat dari biasanya dan diperlukan beberapa orang untuk mengangkatnya.

Setelah betor terangkat, perjalanan ke stasiun bus ALS dilanjutkan. Di perjalanan, muncul keanehan lain. Semua korban tersebut hanya terdiam. “Biasanya, kami selalu ngobrol, bercanda, ketawa-ketawa. Di becak itu, semuanya diam. Kakak ku diam, abang ipar ku diam, keponakan-keponakan ku yang biasanya lucu-lucu jadi diam. Jadinya, sampai di tempat yang dituju paling hanya beberapa kata saja yang kami bicarakan,” ungkap Hendra sembari mengenang hal itu.

Sementara itu, Nurbima beberapa kali mempertanyakan tanggung jawab PT ALS sebagai pemilik armada. “Kekmana ini yah. Kalau memang bus nya rusak, kenapa penumpangnya nggak disuruh keluar,” keluhnya.

Begitu pula dengan Ali Umar. Dengan suara pelan dan sayu, Ali Umar mengatakan hal yang sama. “Kekmana itu yah. Kami nggak ngerti, kami orang susah. Apa ada bantuan dari yang bersangkutan untuk membantu?,” tanyanya kepada Sumut Pos.

Sementara itu, papan bunga berukuran besar yang terpasang pinggir jalan memperlihatkan bagaimana suasana haru keluarga Dahniar (56) warga Jalan Bhayangkara No.424 Kelurahan Indra Kasih Medan yang menjadi korban kecelakaan bersama cucu tercinta Assifa Azhara (7) di Aek Latong, Minggu (26/6) dini hari.

Halaman rumah pun tampak dipenuhi pelayat dari keluarga, handai tolan, dan tetangga yang datang silih berganti. Menanti kedatangan jenazah yang hingga berita ini diturunkan masih memasuki Kota Rantau Prapat. Meskipun diperkirakan kedua jenazah baru tiba di Medan menjelang subuh. “Masih di Rantau Prapat, mungkin jam dua pagi nanti baru sampai. Entah pun lewat,” ucap keponakan salah satu keponakan Almarhum Dahniar, Supri.

Pria bertubuh tinggi ini lalu membawa Sumut Pos menemui keluarga korban lainnya yng berkumpul di rumah tanpa diplester di bagian dalam. Tampak beberapa tubuh tergolek lemas di atas kasuryang memang disediakan untuk merebah. Hanya seorang yang terlihat khyusuk dalam doa yaitu Tuti, ibu dari Assifa Azhara. Menghadap sang Khalik dengan harapan anak tercinta nantinya mendapat tempat yang layak.

Anak yang memberi banyak kenangan indah di tengah-tengah keluarga kelima kakak beradik ini. Anak yang dikaruniai rambut keriting, tubuh gmpal dalam balutan kulit putih menarik perhatian siapapun. Yang dengan cintanya menolak ajakan sang kakek untuk turun dari bus ALS untuk menemani sang nenek menjemput ajal.
“Padahal sudah disuruh turun sama Ayah. Tapi Siffa nya gak mau. Katanya dia mau nemani nenek. Jadilah kakeknya bawa Lisa (kakak Siffa, Red) sementara Siffa dan nenek di dalam,” tutur Julita Nur, putrid bungsu Almarhum Dahniar yang juga pernah mengasuh Siffa.

Tiba-tiba seorang remaja putri bernama Dina yang juga sepupu Siffa, memecah keheningan. “Siffa,” pekiknya. Hal itu pun terjadi beberapa kali yang mengungkapkan kedekatannya dengan almarhum Siffa. DI beberapa lokasi Dina mengakui beberapa kali melihat kehadiran Siffa.

Beratnya peristiwa kehilangan kembali membuat Tuti mengucurkan air mata. Selain kepergian yang tidak memberi tanda, kebersamaan dengan putri tercinta yang terpisah di usia 3 ahun sebelum kembali bersama di usia enam tahun. “Jujur saja saya terpukul karena tidak ada pertanda seperti kalau orang mau pergi. Malah saya masih sempat ambil rapor trus menyusun bajunya dan si kakak. Saya juga belum puas karena hanya beberapa bulan kami bersama setelah di usia tiga tahun kami pisah,” tutur Tuti sembari menepuk dada beberapa kali.

Tuti pun tak dapat membendung air mata kala mengingat saat Siffa menyampaikan keinginannya. “Mama kan belum punya rumah, Adek pengen cari uang belikan mama rumah,” ucap Tuti yang akan berusaha kuat menyambut kedatangan jenazah putri bungsu dan ibu tercintanya. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/