MEDAN, SUMUTPOS.CO – Enam rumah sakit (RS) swasta di Kota Medan terindikasi melakukan bisnis jual darah kepada pasien. Keenam RS swasta tersebut diduga mendapatkan darah secara gratis dari para pendonor yang melakukan donor darah di rumah sakit tersebut, kemudian darahnya disimpan di bank darah, selanjutnya dijual ke pasien yang membutuhkan.
“Ini sungguh ironis. Mereka mendapatkan darah gratis dari pendonor darah, justru mereka menjualnya kepada pasien yang membutuhkan dengan harga selangit, mencapai kisaran Rp400 ribu hingga Rp700 ribu per kantung,” kata anggota Komisi B DPRD Medan, Hendrik Sitompul kepada wartawan di gedung dewan, Selasa (26/7).
Menurut Hendrik yang juga Wakil Ketua PMI Sumut, harga tersebut berbeda jauh dengan harga darah yang ditetapkan PMI yakni Rp360 ribu per kantung. Politisi Partai Demokrat ini menegaskan, RS swasta tidak dibenarkan melakukan praktik unit transfusi darah (UTD). “Yang boleh melakukan UTD hanya rumah sakit pemerintah atau PMI saja. Sedangkan rumah sakit swasta boleh melakukan donor darah, tapi bank darahnya harus di PMI, dan RS swasta itu harus membelinya dari PMI,” tegas Hendrik.
Disebutkannya, ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI Nomor 83/2014, pasal dua, yang menyebutkan (1) UTD hanya diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau Palang Merah Indonesia (PMI), (2) UTD yang diselenggarakan pemerintah daerah dapat berupa unit pelayanan teknis (UPT) atau UPT milik rumah sakit pemerintah, (3) UTD oleh pemerintah dapat berbentuk lembaga teknis daerah atau UPT di lembaga RS pemerintah.
Jadi, kata Hendrik, sangat jelas aturannya RS swasta tidak dibenarkan melakukan praktik UTD. Untuk itu, dia mengimbau organisasi sosial masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, maupun warga masyarakat per orangan untuk mendonorkan darahnya di PMI atau di rumah sakit pemerintah. Sedangkan RS swasta yang kedapatkan melakukan praktik ini agar segera dicabut izinnya. Sayangnya, Hendrik enggan membeberkan nama-nama rumah sakit swasta yang terindikasi melakukan praktik jual beli darah itu.
“Kita berharap Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Medan melakukan pengawasan ketat terhadap RS swasta yang melakukan UTD ini. Bila ternyata Dinkes Kota Medan gagal melakukan pengawasan tersebut, lebih baik kinerja Dinkes dievaluasi. Ini tidak main-main lho! Sebab darah adalah nafasnya manusia,” kata Hendrik yang mengancam akan mengadukan persoalan ini ke Menkes RI atas praktek UTD yang illegal dan sudah dikomersialkan.(adz)