MEDAN, SUMUTPOS.CO – Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik, Medan, mengeluhkan klaim tunggakan BPJS Kesehatan yang hingga kini belum dibayarkan. Tak tanggung-tanggung, jumlah tunggakan klaim mencapai Rp60 miliar lebih untuk beberapa bulan. Akibatnya, remunerasi dokter dengan terpaksa belum bisa dipenuhi.
“Total pastinya (tunggakan klaim BPJS Kesehatan) saya tidak ingat berapa, yang jelas di atas Rp60 miliar,” ujar Direktur Utama RSUP Haji Adam Malik, dr Bambang Prabowo saat diwawancarai, Senin (26/8).
Kata Bambang jumlah tunggakan klaim yang mencapai Rp60 miliar lebih itu cukup besar. Terlebih, jika dibayarkan secara langsung. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan keuangan di rumah sakit maka mau tidak mau harus berutang terlebih dahulu terutama kepada pihak vendor dalam hal peralatan.
“Kita terpaksa utang, dan kita berharap kebaikan hati para vendor. Misalnya, kita utang Rp10 juta tapi baru memiliki uang Rp1 juta. Maka, uang Rp1 juta itu yang kita bayarkan kepada vendor dan mereka mengerti dengan kondisi kita,” ungkapnya.
Bambang mengakui, apabila jumlah tunggakan terus bertambah maka dipastikan berdampak buruk terhadap likuiditas atau keuangan rumah sakit. Artinya, kondisi rumah sakit tak stabil. “Sudah pasti oleng (tak stabil) dengan jumlah tunggakan yang besar, apalagi sampai mencapai Rp100 miliar. Makanya, remunerasi dokter belum dibayarkan termasuk saya sendiri,” ketusnya.
Pihak rumah sakit dan bahkan dirinya telah menagih tunggakan tersebut. Namun, belum ada uangnya. “Sudah saya tanyakan ke pihak BPJS Kesehatan lewat telepon tadi pagi (kemarin, Red), tapi begitulah jawabannya gak ada duit. Saya mengerti, mungkin BPJS Kesehatan di daerah (Medan) sifatnya menerima dana dari pusat. Saya juga sudah tanyakan estimasi kapan dibayar, jawabannya tetap sama belum ada (uang),” beber Bambang.
Bambang juga mengaku, pihaknya sudah melaporkan tunggakan yang cukup besar ini kepada Kementerian Kesehatan. Bahkan ke Presiden RI (Joko Widodo) juga tahu kondisi BPJS Kesehatan saat ini yaitu defisit Rp29 triliun. “Presiden tahu kondisi BPJS Kesehatan yang defisit, tapi mau apalagi? Maka dari itu, kemungkinan solusinya ke Kementerian Keuangan, bagaimana mengatur keuangan BPJS Kesehatan,” ucapnya.
Sebab, sambung dia, jika tidak diatasi keuangan BPJS Kesehatan maka khawatir rumah sakit akan kolaps alias bangkrut akibat dampak tunggakan klaim tersebut. “Operasional rumah sakit itu cukup besar setiap bulan, mulai dari obat-obatan, gaji dan remunerasi pegawai, perawat, dokter dan lainnya. Jika sampai Oktober tunggakan ini berlanjut atau belum dibayarkan, bukan tidak mungkin ada rumah sakit yang kolaps,” ujarnya.
Pun begitu, Bambang meyakini pejabat penentu keputusan dalam hal ini adalah presiden tentu tahu keadaan rumah sakit. “Kami berpesan (kepada BPJS Kesehatan), tolong jangan dianggap rumah sakit ini melakukan tindakan yang menyebabkan ketekoran mereka. Sebab, tidak semua pasien sebentar-sebentar dilakukan operasi. Kami betul-betul melayani pasien dengan hati, dan jangan dianggap seolah-olah melakukan ‘tipu-tipu’. Kalau ada anggapan seperti itu, hal ini jelas menyakitkan bagi kami dan rumah sakit yang lain,” tegasnya.
Bambang melanjutkan, jika ada kelebihan bayar silahkan diperiksa dan dikembalikan pembayaran lebih tersebut. Atau, bisa juga dipotong untuk klaim berikutnya. “Jangan ada anggapan rumah sakit menipu dengan membuat klaim yang fiktif, jadi silahkan diperiksa klaimnya. Ketekoran BPJS Kesehatan jangan dikambinghitamkan ke rumah sakit,” pungkasnya. (ris/ila)