29.3 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Masalah Terbesar Sawit di Kualitas SDM

PLAKAT: Wakil Rektor 1 Unimed Prof. Abdul Hamid (kiri) dan Wakil Dekan 1 FE Unimed Eko Wahyu Nugrahadi menyaksikan Dekan FE Unimed Prof. Indra Maipita (dua kiri) menyerahkan plakat kepada Direktur Esekutif PASPI Tungkot Sipayung, Rabu (26/9).(Foto : Istimewa/Sumut Pos)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktur Eksekutif PASPI  (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) Tungkot Sipayung mengungkapkan, produksi sawit Indonesia saat ini sebagai penyumbang devisa terbesar menghadapi tantangan berat terutama pada kualitas sumber daya manusia.

Hal itu dikatakannya dalam kuliah umum yang digelar Fakultas Ekononi Universitas Negeri Medan (FE Unimed) bekerja sama dengan PASPI di Digital Library Unimed, Rabu (27/9) dengan tema Perkembangan Mutakhir Industri Minyak Sawit Indonesia dan Pentingnya Dukungan Pendidikan Sumber Daya Manusia dan Masyarakat.

Acara yang dibuka Wakil Rektor I Unimed Prof Abdul Hamid itu dimoderatori Dekan FE Unimed Prof Indra Maipita. Hadir juga di situ Wakil Rektor III Unimed Prof Sahat Siagian, Wakil Rektor IV Prof Manihar Situmorang, Wakil Dekan I FE Unimed Eko Wahyu Nugrahadi, Wakil Dekan II La Ane dan Wakil Dekan III Johnson serta para fungsionaris fakultas.

Tungkot Sipayung mengatakan dulu sebenarnya Indonesia sukses mengelola beberapa komoditi utama seperti gula tebu, karet serta tembakau. “Namun sekarang semua hilang. Sekarang kita punya satu komoditas utama yang merajai dunia. Yaitu minyak sawit karena sejak 2006 kita sudah leading. Dan 2017 sawit kita menyumbang 58 persen pada pasar dunia,” ujarnya.

Apalagi pada 2017 komoditas ini menyumbang devisa sampai 23 miliar dolar. “Tapi kita khawatir lama-lama industri ini hilang juga. Atau dikuasai asing. Kenapa? Karena SDM perkebunan sawit sangat rendah,” imbuh Sipayung.

Menurutnya, dari 17 juta tenaga kerja yang ada di sektor kelapa sawit ternyata 90 persen pendidikannya sarjana ke bawah. “Kita sedang berupaya mengejar produksi dari 2 ton per hektar ke 4 ton per hektare menjadi 6 ton dan kemudian 8 ton per hektare. Bagaimana bisa kalau kualitas SDM rendah,” urainya.

Kemudian dia menjelaskan, produksi sawit ini bukan untuk minyak goreng tapi sudah dikemas dalam oleo food, oleo kimia dan biofuel (bahan bakar). “Di sektor energi, kandungan solar yang dijual di SPBU sudah mengandung minyak sawit 20 persen,” jelasnya.

Tungkot Sipayung mengatakan Indonesia berpeluang menguasai industri ini tapi dibutuhkan SDM yang memadai. “Kita butuh orang yang mampu dalam leadership, bekerja dalam team work, punya karakter dan etos kerja. Industri sawit sekarang membutuhkannya. Kalau punya itu, saya yakin dunia pun kita kuasai,” jelasnya.

Sebab selama ini para pelaku industri sawit hanya fokus pada pengembangan skala teknis, lahan, produksi, serta menggenjot nilai ekonomisnya. “Pelatihan kita di mana-mana pun 90 persen muatannya soal teknis. Padahal untuk menguatkan pasar ke luar negeri kita butuh orang berkarakter, punya leadership mampu bekerja sama dalam tim,” tuturnya.

Tanpa itu, Sipayung tidak yakin sawit yang terus dikampanyekan negatif di Eropa dan Amerika akan bertahan. “Sebab Amerika sebagai penghasil minyak kedelai sudah kita kalahkan. Mereka tak akan tenang jika sawit menguasai dunia. Akan ada saja isu termasuk soal lingkungan yang terus dibesarkan. Termasuklah katanya sawit boros air dan tidak ramah lingkungan. Padahal dari penelitian, tanaman yang boros air itu padi,” ungkapnya.

Sementara itu Prof Abdul Hamid, mewakili Rektor Prof Syawal Gultom, menyambut baik kehadiran PASPI. “Saya kira FE Unimed ini sudah sangat tepat menggelar tema kuliah umum tersebut. Karena sekali lagi jadi bukti, kita semakin mendekatkan diri dengan industri. Kita ingin belajar langsung ke pelakunya,” kata dia.

Apalagi, menurut Prof Abdul Hamid, Sumut merupakan salah satu penghasil sawit terbesar setelah Riau. “Unimed ingin mengetahui dan belajar bagaimana agar sawit ini dimaksimalkan untuk pembangunan. Tentu saja juga terbuka peluang kerjasama melakukan riset dan penelitian,” tuturnya.

Hal senada disampaikan Dekan FE Unimed Prof Indra Maipita. “Kita akan turut berpartisipasi meningkatkan kualitas SDM industri sawit. Sebab sebagai character building university, tentu saja kampus ini menyediakan lulusan berkarakter dan setidaknya menyokong kebutuhan industri kepala sawit,” ujarnya.

Indra Maipita menambahkan dukungan terhadap kualitas SDM dalam industri sawit dan industri lain akan datang dari perguruan tinggi. “Apalagi kuliah umum ini rutin kita lakukan setiap semester dengan mengundang pelaku usaha. Tujuannya untuk menjembatani dan mensinkronkan kebutuhan industri dengan lulusan perguruan tinggi,” katanya.

Di ujung sesi acara, Indra Maipita dan Tungkot Sipayung menyerahkan buku berjudul Mitos VS Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia kepada Digital Library Unimed, dosen, dan mahasiswa. (rel)/ila/azw

 

 

 

PLAKAT: Wakil Rektor 1 Unimed Prof. Abdul Hamid (kiri) dan Wakil Dekan 1 FE Unimed Eko Wahyu Nugrahadi menyaksikan Dekan FE Unimed Prof. Indra Maipita (dua kiri) menyerahkan plakat kepada Direktur Esekutif PASPI Tungkot Sipayung, Rabu (26/9).(Foto : Istimewa/Sumut Pos)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Direktur Eksekutif PASPI  (Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute) Tungkot Sipayung mengungkapkan, produksi sawit Indonesia saat ini sebagai penyumbang devisa terbesar menghadapi tantangan berat terutama pada kualitas sumber daya manusia.

Hal itu dikatakannya dalam kuliah umum yang digelar Fakultas Ekononi Universitas Negeri Medan (FE Unimed) bekerja sama dengan PASPI di Digital Library Unimed, Rabu (27/9) dengan tema Perkembangan Mutakhir Industri Minyak Sawit Indonesia dan Pentingnya Dukungan Pendidikan Sumber Daya Manusia dan Masyarakat.

Acara yang dibuka Wakil Rektor I Unimed Prof Abdul Hamid itu dimoderatori Dekan FE Unimed Prof Indra Maipita. Hadir juga di situ Wakil Rektor III Unimed Prof Sahat Siagian, Wakil Rektor IV Prof Manihar Situmorang, Wakil Dekan I FE Unimed Eko Wahyu Nugrahadi, Wakil Dekan II La Ane dan Wakil Dekan III Johnson serta para fungsionaris fakultas.

Tungkot Sipayung mengatakan dulu sebenarnya Indonesia sukses mengelola beberapa komoditi utama seperti gula tebu, karet serta tembakau. “Namun sekarang semua hilang. Sekarang kita punya satu komoditas utama yang merajai dunia. Yaitu minyak sawit karena sejak 2006 kita sudah leading. Dan 2017 sawit kita menyumbang 58 persen pada pasar dunia,” ujarnya.

Apalagi pada 2017 komoditas ini menyumbang devisa sampai 23 miliar dolar. “Tapi kita khawatir lama-lama industri ini hilang juga. Atau dikuasai asing. Kenapa? Karena SDM perkebunan sawit sangat rendah,” imbuh Sipayung.

Menurutnya, dari 17 juta tenaga kerja yang ada di sektor kelapa sawit ternyata 90 persen pendidikannya sarjana ke bawah. “Kita sedang berupaya mengejar produksi dari 2 ton per hektar ke 4 ton per hektare menjadi 6 ton dan kemudian 8 ton per hektare. Bagaimana bisa kalau kualitas SDM rendah,” urainya.

Kemudian dia menjelaskan, produksi sawit ini bukan untuk minyak goreng tapi sudah dikemas dalam oleo food, oleo kimia dan biofuel (bahan bakar). “Di sektor energi, kandungan solar yang dijual di SPBU sudah mengandung minyak sawit 20 persen,” jelasnya.

Tungkot Sipayung mengatakan Indonesia berpeluang menguasai industri ini tapi dibutuhkan SDM yang memadai. “Kita butuh orang yang mampu dalam leadership, bekerja dalam team work, punya karakter dan etos kerja. Industri sawit sekarang membutuhkannya. Kalau punya itu, saya yakin dunia pun kita kuasai,” jelasnya.

Sebab selama ini para pelaku industri sawit hanya fokus pada pengembangan skala teknis, lahan, produksi, serta menggenjot nilai ekonomisnya. “Pelatihan kita di mana-mana pun 90 persen muatannya soal teknis. Padahal untuk menguatkan pasar ke luar negeri kita butuh orang berkarakter, punya leadership mampu bekerja sama dalam tim,” tuturnya.

Tanpa itu, Sipayung tidak yakin sawit yang terus dikampanyekan negatif di Eropa dan Amerika akan bertahan. “Sebab Amerika sebagai penghasil minyak kedelai sudah kita kalahkan. Mereka tak akan tenang jika sawit menguasai dunia. Akan ada saja isu termasuk soal lingkungan yang terus dibesarkan. Termasuklah katanya sawit boros air dan tidak ramah lingkungan. Padahal dari penelitian, tanaman yang boros air itu padi,” ungkapnya.

Sementara itu Prof Abdul Hamid, mewakili Rektor Prof Syawal Gultom, menyambut baik kehadiran PASPI. “Saya kira FE Unimed ini sudah sangat tepat menggelar tema kuliah umum tersebut. Karena sekali lagi jadi bukti, kita semakin mendekatkan diri dengan industri. Kita ingin belajar langsung ke pelakunya,” kata dia.

Apalagi, menurut Prof Abdul Hamid, Sumut merupakan salah satu penghasil sawit terbesar setelah Riau. “Unimed ingin mengetahui dan belajar bagaimana agar sawit ini dimaksimalkan untuk pembangunan. Tentu saja juga terbuka peluang kerjasama melakukan riset dan penelitian,” tuturnya.

Hal senada disampaikan Dekan FE Unimed Prof Indra Maipita. “Kita akan turut berpartisipasi meningkatkan kualitas SDM industri sawit. Sebab sebagai character building university, tentu saja kampus ini menyediakan lulusan berkarakter dan setidaknya menyokong kebutuhan industri kepala sawit,” ujarnya.

Indra Maipita menambahkan dukungan terhadap kualitas SDM dalam industri sawit dan industri lain akan datang dari perguruan tinggi. “Apalagi kuliah umum ini rutin kita lakukan setiap semester dengan mengundang pelaku usaha. Tujuannya untuk menjembatani dan mensinkronkan kebutuhan industri dengan lulusan perguruan tinggi,” katanya.

Di ujung sesi acara, Indra Maipita dan Tungkot Sipayung menyerahkan buku berjudul Mitos VS Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia kepada Digital Library Unimed, dosen, dan mahasiswa. (rel)/ila/azw

 

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/