Di Tiongkok, para raja Dinasti Han mewajibkan siapa pun yang akan menghadapnya harus mengunyah cengkeh, agar nafas mereka wangi ketika bicara.
Nah, di manakah mereka mendapatkan rempah?
Barus!
Antropolog dari Universitas Indonesia, Rusmin Tumanggor menceritakan, pada zaman dahuluuuu…di Barus ada pelabuhan yang sangat terkenal di dunia.
Pelabuhan di pantai Barat Sumatera ini mengekspor kapur Barus, minyak umbil, lada, kunyit, buah pala, cengkeh, kemenyan, kelapa, durian, pisang, tebu, duku, langsat, petai hingga jengkol.
“Barus pernah berhubungan dagang dan obat-obatan dengan Arab, Cina, Yahudi dan India,” ungkap Rusmin yang 3,5 tahun meneliti teknik pengobatan Barus untuk disertasinya.
Merujuk hasil penelitian Rusmin, dalam Sipele Sumangot–kitab suci agama setempat–ada mantra dan jampi pengobatan yang terkait dengan ungkapan reliji dari Arab, Cina, Yahudi dan India.
“Dari bukti ini, jika dihipotesiskan, sekitar 5000 tahun hingga sekarang atau 250 tahun sebelum masehi, Barus sudah punya hubungan dengan negeri-negeri tersebut.”
Dan yang patut dicatat, kabarnya, negeri-negeri di Eropa baru mengenal rempah di abad pertengahan. Dan begitu mereka mendapati kepulauan rempah di Run, Banda, Ternate, Tidore dan lain pulau di negeri yang hari ini bernama Indonesia, tatanan dunia pun berubah.
Sejarah mencatat, temuan “harta karun” ini bertaut-paut dengan perkembangan kapitalisme yang melahirkan imperialisme dan kolonialisme di muka bumi ini. Lakonnya antara lain Portugis, Spanyol dan Belanda. Â