MEDAN, SUMUTPOS.CO – Sebanyak 16 elemen buruh di Sumut yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bermartabat (Gebber) Sumut, mengancam akan menggelar aksi besar-besaran pada Desember 2020 mendatang.
Menurut Ketua DPW FSPMI Sumut Willy Agus Utomo, hal ini menyikapi penolakan buruh atas telah ditetapkannya Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut yang tidak mengalami kenaikan untuk 2021 mendatang. Atas hal ini, para buruh memperkirakan untuk Upah Minimum Kota dan Kabupaten (UMK) se-Sumut juga tidak mengalami kenaikan.
Pada temu pers di Pendopo Lapangan Merdeka Medan, Kamis (26/11), Willy didampingi pengurus 16 elemen buruh lainnya. Yakni Tony R Silalahi (FSPMI Sumut), Hera Yunita Siregar (FSBSI Kikes), Jhonson Pardosi (KSBSI Sumut), Amin Basri (FSPI), M Amrul Sinaga (SBSU), Baginda Harahap (SBMI Sumut), Elfianti Tanjung (FSP Niba SPSI), Natal Sidabutar (Serbunas), Purwandi (KGB Peta), Parulian Sinaga (KBI), Donald Sitorus (KSBSI Fikep), Ahmad Albar (SBSI92), Awaludin Pane (PPMI), Adiono (SPKAHUT SPSI), Vicky Zebua (SBBI), dan Isrofi (SPLEM SPSI),
Lebih lanjut Willy mengatakan, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi, sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 561, kepada para kepala daerah agar mengikuti dan mempedomani SE Menteri Tenaga Kerja (Menaker), yang memerintahkan para kepala daerah agar tidak menaikan UMP dan UMK pasca pandemi Covid-19.
“Secara tegas, kami Gebber Sumut menolak sikap Gubernur, yang terkesan tak peduli akan nasib buruh di Sumut. Kami menolak tidak ada kenaikan UMP dan UMK di wilayah Sumut. Kami akan siapkan aksi besar-besaran di Sumut,” tegas Willy.
Menurut Willy, jika alasannya untuk meningkatkan perekonomian, bukankah dengan menaikkan upah, maka daya beli kaum buruh dan keluarganya tetap terjaga, produk-produk perusahaan laku terjual di pasaran, dan ekonomi pun akan tumbuh. Jika alasannya untuk melindungi dunia usaha, mengapa hanya dunia usaha yang diberikan perlindungan, bukankah kaum buruh yang seharusnya menjadi prioritas untuk dilindungi, karena lemah dan miskin, serta paling rentan terdampak pandemi.
“Di saat ekonomi terpuruk, perusahaan bangkrut, kaum buruh jugalah yang menjadi korban PHK dan dirumahkan secara massal. Bahkan hak-haknya yang tidak dipenuhi dan kasus-kasus yang dilaporkan, juga tak kunjung dapat diselesaikan oleh pemerintah,” ungkapnya.
Berkenaan dengan Upah Minimum dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMK/UMSK) se-Sumut 2021, yang segera ditetapkan dalam waktu dekat, pihaknya meminta kepada Gubernur Sumut, agar menetapkannya tidak lagi mengacu kepada SE Menaker yang ‘sesat’. Tapi dilakukan berdasarkan Konstitusi Negara UUD 1945, UU Nomor 13/2003, tentang Ketenagakerjaan, maupun PP Nomor 78/2015, tentang Pengupahan.
“Kami sangat berharap UMK/UMSK se-Sumut 2021 bisa naik sebesar 8 persen,” harap Willy.
Hal ini, lanjut Willy, penting dilakukan untuk menjaga daya beli kaum buruh dan keluarganya tidak menurun. Produk-produk perusahaan laku di pasaran dan perekonomian di Sumut juga tumbuh.
“Lagian, Pemerintahan Jokowi sudah memproyeksikan, pandemi akan berakhir pada awal Januari 2021. Sedangkan UMP, UMK/UMSK akan berlaku mulai Januari-Desember 2021,” jelasnya lagi.
Sementara itu, Hera Yunita Siregar dari F-SBSI Kikes Sumut, menambahkan, SE Menaker dan UMP Sumut 2021 yang ditetapkan Gubernur Sumut adalah cacat hukum dan tidak sah, karena mengangkangi ketentuan dalam UUD 1945, UU Nomor 13/2003, tentang Ketenagakerjaan, maupun PP Nomor 78/2015, tentang Pengupahan. Serta dilakukan tanpa melalui proses pembahasan musyawarah mufakat dalam rapat Dewan Pengupahan Provinsi Sumut.
Martin Silitonga dari SBSI 92, turut menyampaikan, per Kamis (26/11) Gebber Sumut sudah melayangkan surat penyataan sikapnya ke Gubernur Sumut dan instansi terkait tuntutan para buruh di Sumut. (mag-1/saz)