25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Makan Cuma Sekali, Harapkan Perawat Menyuapi

Korban Luka Bakar Lewati Malam Natal di RSU Pirngadi

Andreas Janter (21), yang mengalami luka bakar 70 persen, harus melewatkan malam Natal di bangsal Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Medan. Dengan kondisi kesehatan yang masih sangat memprihatinkan, tak satupun keluarganya menjenguk. Bahkan, Andreas harus melakukan segala sesuatunya seorang diri.

Farida Noris Ritonga, Medan

Saat wartawan Sumut Pos menjenguknya di Lantai 4 Ruang 8 gedung baru RSU dr Pirngadi Medan, Senin (26/12) bau tak sedap dan sangat menyengat dari ruangan tersebut sangat menusuk hidung. Kedua tangan Andreas masih dibalut perban akibat luka bakar dan patah.

Sesekali, Andreas mengangkat kepalanya dan melihat orang di sekitarnya. Untuk merebahkan tubuhnya saja, dia tidak bisa, karena luka bakar itu masih belum kering. Bukan itu saja, tak jarang semut merah hinggap di tubuhnya. Namun, Andreas hanya bisa membiarkan semut-semut itu mengerumuni lukanya. Sebab untuk bergerak saja baginya terlalu sulit.

Di meja kecil samping tempat tidurnya, ada beberapa bungkus roti dan pampers yang merupakan pemberian para perawat yang telah membawanya berobat di RSUD dr Pirngadi Medan. Namun, roti itu tidak disentuhnya. Andreas merupakan warga asal Tanjungbalai. Namun, dirinya tidak mengetahui di mana keberadaan keluarganya itu. Di Medan, Andreas memiliki keluarga angkat di kawasan KM 7,5 Kampung Lalang. Tapi, Andreas tidak mau menyebutkan alamat pastinya.

“Agak susah kalau mau makan. Aku harus menunggu perawat yang memberi. Aku malu sama kondisi ku. Kadang aku hanya makan sehari sekali, karena nunggu mereka memberi aku makan. Kata perawat di sini, saya akan dioperasi pembersihan. Untuk operasi kan membutuhkan biaya besar. Aku tidak tahu, terserah mereka sajalah. Keluarga nggak tau saya di sini. Biarlah mereka nggak tau. Saya nggak mau menyusahkan orangtua. Apalagi ibu saya baru saja sembuh dari sakit,” urainya sedih.

Diceritakannya, luka bakar itu dialaminya akibat dituduh mencuri sepeda motor milik Feri (26), di rumah kos-kosan Jalan Harmonika, Kelurahan Selayang II, Medan Selayang, pada Februari 2011 lalu. Saat itu, dirinya hanya disuruh oleh temannya Dedi Sitanggang warga Jalan Meteorologi menjaga sepeda motor tersebut. Dia tidak tahu apa yang dilakukan temannya. Ternyata, Dedi berusaha mencuri sepeda motor tersebut dan ketahuan oleh warga.

Karena melihat Dedi dikejar warga, Andreas juga ikut lari. Namun, Dedi meninggalkannya. Naas, warga langsung memukulinya dan menyiramkan bensin lalu membakarnya. Lalu, petugas kepolisian menolongnya dan membawa Andreas dalam kondisi yang kritis ke RS Bhayangkara Medan. Setelah satu bulan lamanya dirawat, luka bakar tersebut tak kunjung sembuh dan menggeluarkan aroma tak sedap, dan dirinya pun dipulangkan.

Dia juga sempat mendapat pertolongan di rumah temannya. Bahkan, dia sempat tinggal di semak-semak sebelum akhirnya ditemukan warga dan dibawa ke RSUD dr Pirngadi Medan. Luka bakar yang dideritanya dan pelayanan yang didapatnya di rumah sakit milik Pemko Medan tersebut, membuat Andreas putus asa. Ia pun lebih memilih tidak dirawat dan jadi gelandangan. “Lebih baik saya keluar dari rumah sakit ini dan jadi gelandangan, dari pada seperti ini. Mengganti perban dan pempers saya saja mereka nggak mau,” ungkapnya.

Menanggapi pengakuan Andreas tersebut, Kasubag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan Edison Peranginangin mengatakan, itu merupakan hak pasien yang merasa tidak dilayani. Karena, kewajiban rumah sakit melayani pasien dengan sebaik-baiknya. “Pengakuan boleh saja-saja. Kalau kita tidak pernah menelantarkan pasien. Karena rumah sakit wajib merawat pasien. Persoalan biaya tidak kita persoalkan itu,” bebernya.(*)

Korban Luka Bakar Lewati Malam Natal di RSU Pirngadi

Andreas Janter (21), yang mengalami luka bakar 70 persen, harus melewatkan malam Natal di bangsal Rumah Sakit Umum dr Pirngadi Medan. Dengan kondisi kesehatan yang masih sangat memprihatinkan, tak satupun keluarganya menjenguk. Bahkan, Andreas harus melakukan segala sesuatunya seorang diri.

Farida Noris Ritonga, Medan

Saat wartawan Sumut Pos menjenguknya di Lantai 4 Ruang 8 gedung baru RSU dr Pirngadi Medan, Senin (26/12) bau tak sedap dan sangat menyengat dari ruangan tersebut sangat menusuk hidung. Kedua tangan Andreas masih dibalut perban akibat luka bakar dan patah.

Sesekali, Andreas mengangkat kepalanya dan melihat orang di sekitarnya. Untuk merebahkan tubuhnya saja, dia tidak bisa, karena luka bakar itu masih belum kering. Bukan itu saja, tak jarang semut merah hinggap di tubuhnya. Namun, Andreas hanya bisa membiarkan semut-semut itu mengerumuni lukanya. Sebab untuk bergerak saja baginya terlalu sulit.

Di meja kecil samping tempat tidurnya, ada beberapa bungkus roti dan pampers yang merupakan pemberian para perawat yang telah membawanya berobat di RSUD dr Pirngadi Medan. Namun, roti itu tidak disentuhnya. Andreas merupakan warga asal Tanjungbalai. Namun, dirinya tidak mengetahui di mana keberadaan keluarganya itu. Di Medan, Andreas memiliki keluarga angkat di kawasan KM 7,5 Kampung Lalang. Tapi, Andreas tidak mau menyebutkan alamat pastinya.

“Agak susah kalau mau makan. Aku harus menunggu perawat yang memberi. Aku malu sama kondisi ku. Kadang aku hanya makan sehari sekali, karena nunggu mereka memberi aku makan. Kata perawat di sini, saya akan dioperasi pembersihan. Untuk operasi kan membutuhkan biaya besar. Aku tidak tahu, terserah mereka sajalah. Keluarga nggak tau saya di sini. Biarlah mereka nggak tau. Saya nggak mau menyusahkan orangtua. Apalagi ibu saya baru saja sembuh dari sakit,” urainya sedih.

Diceritakannya, luka bakar itu dialaminya akibat dituduh mencuri sepeda motor milik Feri (26), di rumah kos-kosan Jalan Harmonika, Kelurahan Selayang II, Medan Selayang, pada Februari 2011 lalu. Saat itu, dirinya hanya disuruh oleh temannya Dedi Sitanggang warga Jalan Meteorologi menjaga sepeda motor tersebut. Dia tidak tahu apa yang dilakukan temannya. Ternyata, Dedi berusaha mencuri sepeda motor tersebut dan ketahuan oleh warga.

Karena melihat Dedi dikejar warga, Andreas juga ikut lari. Namun, Dedi meninggalkannya. Naas, warga langsung memukulinya dan menyiramkan bensin lalu membakarnya. Lalu, petugas kepolisian menolongnya dan membawa Andreas dalam kondisi yang kritis ke RS Bhayangkara Medan. Setelah satu bulan lamanya dirawat, luka bakar tersebut tak kunjung sembuh dan menggeluarkan aroma tak sedap, dan dirinya pun dipulangkan.

Dia juga sempat mendapat pertolongan di rumah temannya. Bahkan, dia sempat tinggal di semak-semak sebelum akhirnya ditemukan warga dan dibawa ke RSUD dr Pirngadi Medan. Luka bakar yang dideritanya dan pelayanan yang didapatnya di rumah sakit milik Pemko Medan tersebut, membuat Andreas putus asa. Ia pun lebih memilih tidak dirawat dan jadi gelandangan. “Lebih baik saya keluar dari rumah sakit ini dan jadi gelandangan, dari pada seperti ini. Mengganti perban dan pempers saya saja mereka nggak mau,” ungkapnya.

Menanggapi pengakuan Andreas tersebut, Kasubag Hukum dan Humas RSUD dr Pirngadi Medan Edison Peranginangin mengatakan, itu merupakan hak pasien yang merasa tidak dilayani. Karena, kewajiban rumah sakit melayani pasien dengan sebaik-baiknya. “Pengakuan boleh saja-saja. Kalau kita tidak pernah menelantarkan pasien. Karena rumah sakit wajib merawat pasien. Persoalan biaya tidak kita persoalkan itu,” bebernya.(*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/