29 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Ketok Motor Curian Rp200 Ribu

Minggu (2/3), wartawan koran ini akhirnya bertemu juga dengan Putra (bukan nama asli, Red), residivis curanmor yang lain. Awan mendung menggelayut di utara Medan petang itu.

mesin motorDitemani suguhan kopi panas dan kepulan asap rokok, percakapan mencair setelah saling berkenalan dan ngalor-ngidul ke topik obrolan yang lain. Lelaki 30 tahun itu kini bekerja di sebuah bengkel motor di kawasan Belawan.

Sedikit demi sedikit Putra membuka ‘seluk-beluk’ bisnis haram yang dijalaninya bertahun-tahun tersebut. Ongkos ketok nomor mesin dan rangka motor curian, misalnya, dia menyebut angka Rp200 ribu hingga Rp300 ribu.

“Kalau motor bebek atau matic biasanya segitu. Tapi motor besar (sport, Red) beda lagi,” ujarnya. Memulai percakapan serius ini terlihat cara bicaranya sangat hati-hati. Sorot mata lelaki kurus ini pun penuh curiga.

Meskipun terlihat mudah dikerjakan, kata Putra, mengubah nomor mesin dan rangka motor tak bisa sebentar. Butuh waktu sedikitnya 10 jam. Ini agar hasil ketokan terlihat seperti asli pabrikannya.

“Kalau ngetok biasa malam. Digosok dulu nomor mesin dan rangka yang lama. Setelah itu baru dipakai alat khusus untuk membuat nomor mesin dan rangka sesuai STNK dan BPKP yang baru. Tak sembarang orang bisa mengerjakan,” ujarnya.

Dia mengaku sering mengerjakan pekerjaan serupa, namun terbatas orderan di daerah tinggalnya. Artinya, jika kenal dia kerjakan, jika tak kenal dia tolak. Putra mengaku minggu-minggu ini pekerjaan mengetok lagi kosong alias sepi order. ‘’Ada yang janji mau kasih kerjaan. Ada kawan dari daerah Martubung. Itu pun masih menunggu kabar,’’ katanya.

Sejumlah pertanyaan yang tanpa sadar dijawabnya membuat mantan residivis ini salah tingkah. Beberapa kali dia menatap tajam gerak-gerik wartawan koran ini. Barangkali takut dijebak. Di sela-sela percakapan tiba-tiba ponsel Putra berdering dan minta izin  menjauh.

Tak sampai lima menit dia minta izin bertemu seorang temannya. Janjinya akan kembali dalam satu jam. Tapi ditunggu hingga hamper dua jam, Putra tak juga kembali ke tempat semula. Merasa tak mendapat infromasi memadai dari Putra, Sumut Pos menemui seorang kenalan lama yang sehari-hari bekerja sebagai mekanik motor di bengkel miliknya di kawasan Medan Denai. Ditemui Selasa (4/3) siang, John (bukan nama asli, Red) tengah asyik menambal ban belakang motor pelanggannya. Caranya bekerja cukup cekatan. Tak berapa lama mekanik ini pun membuka sebagian ‘rahasia dapur’ sindikat curanmor.

John bercerita pekerjaan mengubah nomor mesin dan rangka motor curian umumnya diserahkan kepada tukang bubut. ‘’Sorry, aku nggak tahu dimana lokasinya,’’ ujar dia. Umumnya perkakas yang dipakai berupa martil besar, obeng khusus ketok, serta lapisan baja yang sudah dicetak huruf dan angka.

“Sebelum diketok, permukaan nomor mesin dan rangkanya harus digerenda hingga rata. Sesudah itu lapisan baja yang sudah dicetakkan huruf dan angka diketok dengan obeng khusus dan martil besar. Mengetoknya cukup sekali karena kalau berulang hasilnya tak maksimal dan bisa cacat,” jelas bapak dua anak ini.

Menurut dia, beda sepeda motor yang pernah ‘diketok’ terlihat jelas dari permukaan nomor mesin dan rangkanya. Jika dilihat sekilas mirip motor orisinil alias belum pernah dipreteli. “Tapi kalau permukaan nomor itu diraba dengan jari pasti terasa bedanya dari nomor motor yang asli,” katanya.

Biasanya, lanjut John, posisi nomor mesin sepeda motor ada di sekitar blok mesin motor. Begitu juga nomor rangka. “Contohnya nomor rangka Honda Supra X-125, itu  ada di bawah stang,” sebut John sembari memperlihatkan sepeda motor jenis Supra X yang kebetulan terparkir dalam kondisi sayap dan lampu depan tak terpasang.

Secara teknis John terlihat menguasai. Sumut Pos mengalihkan topik ke ‘pemain belakang layar’ bisnis illegal ini. ‘’Kabarnya para pemain itu dari kesatuan militer tertentu yang terlibat, ya?’’ pancing wartawan koran ini. John tertawa kecil.

Lewat jasa sejumlah perantara, wartawan koran menelisik keberadaan seseorang bermarga Srg dari kesatuan militer tertentu yang terkenal di kalangan ‘pemain’ curanmor sebagai penadah. Tak ada jalan lain. Modus menjual motor terpaksa dilakoni agar bisa bertemu Srg. (tim/bersambung)

Minggu (2/3), wartawan koran ini akhirnya bertemu juga dengan Putra (bukan nama asli, Red), residivis curanmor yang lain. Awan mendung menggelayut di utara Medan petang itu.

mesin motorDitemani suguhan kopi panas dan kepulan asap rokok, percakapan mencair setelah saling berkenalan dan ngalor-ngidul ke topik obrolan yang lain. Lelaki 30 tahun itu kini bekerja di sebuah bengkel motor di kawasan Belawan.

Sedikit demi sedikit Putra membuka ‘seluk-beluk’ bisnis haram yang dijalaninya bertahun-tahun tersebut. Ongkos ketok nomor mesin dan rangka motor curian, misalnya, dia menyebut angka Rp200 ribu hingga Rp300 ribu.

“Kalau motor bebek atau matic biasanya segitu. Tapi motor besar (sport, Red) beda lagi,” ujarnya. Memulai percakapan serius ini terlihat cara bicaranya sangat hati-hati. Sorot mata lelaki kurus ini pun penuh curiga.

Meskipun terlihat mudah dikerjakan, kata Putra, mengubah nomor mesin dan rangka motor tak bisa sebentar. Butuh waktu sedikitnya 10 jam. Ini agar hasil ketokan terlihat seperti asli pabrikannya.

“Kalau ngetok biasa malam. Digosok dulu nomor mesin dan rangka yang lama. Setelah itu baru dipakai alat khusus untuk membuat nomor mesin dan rangka sesuai STNK dan BPKP yang baru. Tak sembarang orang bisa mengerjakan,” ujarnya.

Dia mengaku sering mengerjakan pekerjaan serupa, namun terbatas orderan di daerah tinggalnya. Artinya, jika kenal dia kerjakan, jika tak kenal dia tolak. Putra mengaku minggu-minggu ini pekerjaan mengetok lagi kosong alias sepi order. ‘’Ada yang janji mau kasih kerjaan. Ada kawan dari daerah Martubung. Itu pun masih menunggu kabar,’’ katanya.

Sejumlah pertanyaan yang tanpa sadar dijawabnya membuat mantan residivis ini salah tingkah. Beberapa kali dia menatap tajam gerak-gerik wartawan koran ini. Barangkali takut dijebak. Di sela-sela percakapan tiba-tiba ponsel Putra berdering dan minta izin  menjauh.

Tak sampai lima menit dia minta izin bertemu seorang temannya. Janjinya akan kembali dalam satu jam. Tapi ditunggu hingga hamper dua jam, Putra tak juga kembali ke tempat semula. Merasa tak mendapat infromasi memadai dari Putra, Sumut Pos menemui seorang kenalan lama yang sehari-hari bekerja sebagai mekanik motor di bengkel miliknya di kawasan Medan Denai. Ditemui Selasa (4/3) siang, John (bukan nama asli, Red) tengah asyik menambal ban belakang motor pelanggannya. Caranya bekerja cukup cekatan. Tak berapa lama mekanik ini pun membuka sebagian ‘rahasia dapur’ sindikat curanmor.

John bercerita pekerjaan mengubah nomor mesin dan rangka motor curian umumnya diserahkan kepada tukang bubut. ‘’Sorry, aku nggak tahu dimana lokasinya,’’ ujar dia. Umumnya perkakas yang dipakai berupa martil besar, obeng khusus ketok, serta lapisan baja yang sudah dicetak huruf dan angka.

“Sebelum diketok, permukaan nomor mesin dan rangkanya harus digerenda hingga rata. Sesudah itu lapisan baja yang sudah dicetakkan huruf dan angka diketok dengan obeng khusus dan martil besar. Mengetoknya cukup sekali karena kalau berulang hasilnya tak maksimal dan bisa cacat,” jelas bapak dua anak ini.

Menurut dia, beda sepeda motor yang pernah ‘diketok’ terlihat jelas dari permukaan nomor mesin dan rangkanya. Jika dilihat sekilas mirip motor orisinil alias belum pernah dipreteli. “Tapi kalau permukaan nomor itu diraba dengan jari pasti terasa bedanya dari nomor motor yang asli,” katanya.

Biasanya, lanjut John, posisi nomor mesin sepeda motor ada di sekitar blok mesin motor. Begitu juga nomor rangka. “Contohnya nomor rangka Honda Supra X-125, itu  ada di bawah stang,” sebut John sembari memperlihatkan sepeda motor jenis Supra X yang kebetulan terparkir dalam kondisi sayap dan lampu depan tak terpasang.

Secara teknis John terlihat menguasai. Sumut Pos mengalihkan topik ke ‘pemain belakang layar’ bisnis illegal ini. ‘’Kabarnya para pemain itu dari kesatuan militer tertentu yang terlibat, ya?’’ pancing wartawan koran ini. John tertawa kecil.

Lewat jasa sejumlah perantara, wartawan koran menelisik keberadaan seseorang bermarga Srg dari kesatuan militer tertentu yang terkenal di kalangan ‘pemain’ curanmor sebagai penadah. Tak ada jalan lain. Modus menjual motor terpaksa dilakoni agar bisa bertemu Srg. (tim/bersambung)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/