26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

1.000-an Dokter Asal Sumut Tak Lulus Uji Kompetensi Kedokteran

BERJALAN: Beberapa dokter coas berjalan di lingkungan RSU Pirngadi Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Konsul Kedokteran Indonesia menyatakan ada sekitar 2.700 calon dokter lulusan fakultas kedokteran yang tak kunjung lulus uji kompetensi. Dari jumlah tersebut, ternyata cukup banyak yang berasal dari Sumatera Utara (Sumut). Jumlahnya disebut-sebut hampir mencapai seribuan.

KETUA Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumut, dr Edy Ardiansyah SpOG (K) mengakui, terdapat sejumlah calon dokter di Sumut yang juga tidak lulus dalam uji kompetensi. Namun dia tidak dapat memastikan berapa jumlah pastinya. “Cukup banyak memang jumlahnya. Yang lebih mengetahui adalah masing-masing pihak universitas yang mengelola fakultas kedokteran,” ujarnya kepada wartawan baru-baru ini.

Oleh karena itu, kata dr Edy, para pemangku kepentingan terutama penyelenggara pemerintahan, profesi dan perguruan tinggi agar dapat duduk bersama untuk membahas. Hal ini mengingat cukup banyak jumlah calon dokter yang gagal uji kompetensi. “Makanya, ke depan harus duduk bersama dan membahas apa kebutuhan sebenarnya,” ungkap dr Edy.

Menurut dia, tingginya angka ketidaklulusan sepatutnya menjadi bahan evaluasi bersama. Sebab, telah menimbulkan berbagai pertanyaan dari berbagai pihak. “Apakah para sarjana kedokteran itu tidak layak menjadi dokter? Atau memang standar yang diberikan perguruan tinggi yang belum mampu menjawab kebutuhan negara? Kalau seandainya memang kurang, di mana peran perguruan tinggi untuk meningkatkan kemampuan kompetensinya? Hal itu yang perlu dievaluasi juga,” tutur dr Edy.

Banyaknya calon dokter yang tidak lulus uji kompetensi, menurutnya, bisa saja karena ada penilaian yang tidak objektif dari pihak pemberi nilai. Atau mungkin pendidikan kedokteran ternyata yang justru lebih rendah dari harapan negara. “Ada kemungkinan penilai lebih melihat harapan kesehatan yang diinginkan negara. Sebab negara kan juga punya standar yang berbeda dalam menempatkan dokter,” tandasnya.

Sistem Pengujian Perlu Dikaji Ulang

Praktisi kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI menuturkan secara kumulatif sejak 2014 di Sumut ada ribuan calon dokter yang tidak lulus uji kompetensi. Ia menilai sistem uji kompetensi bagi calon dokter sudah selayaknya dikaji ulang. Bahkan, jika perlu sistem ini lebih baik dihapuskan.

“Mungkin ditutup saja (uji kompetensi calon dokter), lebih baik diserahkan ke institusi pendidikannya seperti dulu lagi,” ujar dia.

Kata Dr Umar Zein, penilaian yang dilakukan secara singkat dalam uji kompetensi dinilai subjektif. Padahal kompetensi dari seorang calon dokter itu harusnya dilihat dari berbagai aspek, misalkan kemampuannya dalam berpraktik. “Setelah lulus, di lapangan diuji lagi misalnya dalam berpraktik. Soalnya, enggak semua dokter itu sebetulnya mau berpraktik,” cetusnya.

Diutarakan mantan Kadis Kesehatan Kota Medan ini, apabila calon dokter tidak lulus uji kompetensi memang akan diberikan kesempatan untuk mengulang 3 bulan kemudian. Namun, setelah mengulang ternyata tak sedikit jumlah calon dokter yang tetap tidak lulus juga. “Ada yang sampai lebih dari 14 kali mengulang (uji kompetensi) tapi tidak lulus juga, dan ini jelas sudah memakan waktu yang lama,” ucapnya.

Lebih jauh Umar Zein mengatakan, dia menyesalkan sikap pemerintah yang tidak ada memberikan solusi meski uji kompetensi ini telah berjalan sejak tahun 2014 lalu. Padahal, yang bisa dilakukan fakultas kedokteran hanya memberikan bimbingan saja kepada mahasiswa sebelum mengikuti uji kompetensi tersebut.

“Enggak ada maknanya, pemerintah juga tidak ada memberikan solusi. Apakah pemutihan jika telah beberapa kali tidak lulus ataupun lainnya,” imbuh dia.

Perbaikan Penjaringan Calon Dokter

Ketua IDI Cabang Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT menilai, sistem penjaringan calon dokter di fakultas kedokteran yang berlaku saat ini, perlu perbaikan. Sebab hal ini sangat berpengaruh besar terhadap mental dari calon dokter yang nantinya bakal diluluskan.

“Fakultas Kedokteran Negeri di Medan ada satu dan swasta ada lima. Jumlah ini menurut saya tidak ada masalah. Tapi yang perlu diperbaiki adalah sistem dari penjaringan calon mahasiswa kedokteran,” katanya.

Wijaya juga menyampaikan, setiap tahunnya di Medan terdapat sekitar 500 sampai 1.000 orang lulusan kedokteran. Namun dari sisi mental, tak sedikit calon dokter yang ada sedari awal lebih berorientasi pada materi. Bahkan menjadi dokter lebih karena keinginan dari orang tuanya.

“Seharusnya, dokter itu membantu sesama adalah yang nomor satu, karena sumpah kedokteran mengutamakan kesehatan. Jadi kalau dokter paham, ia tidak akan terjebak pada materi,” bebernya.

Ia mengimbau kepada pemerintah supaya lebih selektif lagi terhadap fakultas kedokteran. Pasalnya, di luar negeri seperti di Italia, pemerintahnya tidak mau memiliki banyak fakultas kedokteran. Tujuannya agar sistem seleksi calon dokternya berjalan dengan bagus.

Begitu juga seperti di Belanda dan Jepang. Mereka terlebih dahulu memagangkan calon dokter yang ada selama setahun. Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan calon-calon yang benar ingin menjadi dokter dan bukan hanya yang pintar saja.

“Apabila hal ini berlangsung seperti yang diterapkan di luar negeri, maka untuk menjadi dokter akan benar-benar dapat terseleksi dengan baik. Namun demikian, dari segi kualitas dokter yang ada di Indonesia, khususnya Medan beragam.

“Ada dokter yang memang cepat puas. Jadi ketika telah menyandang gelar dokter, dia tidak mau mengupgrade keilmuannya. Jadi hanya disitu-situ aja, padahal ilmu pengetahuan kan termasuk kedokteran terus berkembang,” tukasnya. (ris)

BERJALAN: Beberapa dokter coas berjalan di lingkungan RSU Pirngadi Medan.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Konsul Kedokteran Indonesia menyatakan ada sekitar 2.700 calon dokter lulusan fakultas kedokteran yang tak kunjung lulus uji kompetensi. Dari jumlah tersebut, ternyata cukup banyak yang berasal dari Sumatera Utara (Sumut). Jumlahnya disebut-sebut hampir mencapai seribuan.

KETUA Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sumut, dr Edy Ardiansyah SpOG (K) mengakui, terdapat sejumlah calon dokter di Sumut yang juga tidak lulus dalam uji kompetensi. Namun dia tidak dapat memastikan berapa jumlah pastinya. “Cukup banyak memang jumlahnya. Yang lebih mengetahui adalah masing-masing pihak universitas yang mengelola fakultas kedokteran,” ujarnya kepada wartawan baru-baru ini.

Oleh karena itu, kata dr Edy, para pemangku kepentingan terutama penyelenggara pemerintahan, profesi dan perguruan tinggi agar dapat duduk bersama untuk membahas. Hal ini mengingat cukup banyak jumlah calon dokter yang gagal uji kompetensi. “Makanya, ke depan harus duduk bersama dan membahas apa kebutuhan sebenarnya,” ungkap dr Edy.

Menurut dia, tingginya angka ketidaklulusan sepatutnya menjadi bahan evaluasi bersama. Sebab, telah menimbulkan berbagai pertanyaan dari berbagai pihak. “Apakah para sarjana kedokteran itu tidak layak menjadi dokter? Atau memang standar yang diberikan perguruan tinggi yang belum mampu menjawab kebutuhan negara? Kalau seandainya memang kurang, di mana peran perguruan tinggi untuk meningkatkan kemampuan kompetensinya? Hal itu yang perlu dievaluasi juga,” tutur dr Edy.

Banyaknya calon dokter yang tidak lulus uji kompetensi, menurutnya, bisa saja karena ada penilaian yang tidak objektif dari pihak pemberi nilai. Atau mungkin pendidikan kedokteran ternyata yang justru lebih rendah dari harapan negara. “Ada kemungkinan penilai lebih melihat harapan kesehatan yang diinginkan negara. Sebab negara kan juga punya standar yang berbeda dalam menempatkan dokter,” tandasnya.

Sistem Pengujian Perlu Dikaji Ulang

Praktisi kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (FK UISU), Dr dr Umar Zein DTM&H SpPD KPTI menuturkan secara kumulatif sejak 2014 di Sumut ada ribuan calon dokter yang tidak lulus uji kompetensi. Ia menilai sistem uji kompetensi bagi calon dokter sudah selayaknya dikaji ulang. Bahkan, jika perlu sistem ini lebih baik dihapuskan.

“Mungkin ditutup saja (uji kompetensi calon dokter), lebih baik diserahkan ke institusi pendidikannya seperti dulu lagi,” ujar dia.

Kata Dr Umar Zein, penilaian yang dilakukan secara singkat dalam uji kompetensi dinilai subjektif. Padahal kompetensi dari seorang calon dokter itu harusnya dilihat dari berbagai aspek, misalkan kemampuannya dalam berpraktik. “Setelah lulus, di lapangan diuji lagi misalnya dalam berpraktik. Soalnya, enggak semua dokter itu sebetulnya mau berpraktik,” cetusnya.

Diutarakan mantan Kadis Kesehatan Kota Medan ini, apabila calon dokter tidak lulus uji kompetensi memang akan diberikan kesempatan untuk mengulang 3 bulan kemudian. Namun, setelah mengulang ternyata tak sedikit jumlah calon dokter yang tetap tidak lulus juga. “Ada yang sampai lebih dari 14 kali mengulang (uji kompetensi) tapi tidak lulus juga, dan ini jelas sudah memakan waktu yang lama,” ucapnya.

Lebih jauh Umar Zein mengatakan, dia menyesalkan sikap pemerintah yang tidak ada memberikan solusi meski uji kompetensi ini telah berjalan sejak tahun 2014 lalu. Padahal, yang bisa dilakukan fakultas kedokteran hanya memberikan bimbingan saja kepada mahasiswa sebelum mengikuti uji kompetensi tersebut.

“Enggak ada maknanya, pemerintah juga tidak ada memberikan solusi. Apakah pemutihan jika telah beberapa kali tidak lulus ataupun lainnya,” imbuh dia.

Perbaikan Penjaringan Calon Dokter

Ketua IDI Cabang Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT menilai, sistem penjaringan calon dokter di fakultas kedokteran yang berlaku saat ini, perlu perbaikan. Sebab hal ini sangat berpengaruh besar terhadap mental dari calon dokter yang nantinya bakal diluluskan.

“Fakultas Kedokteran Negeri di Medan ada satu dan swasta ada lima. Jumlah ini menurut saya tidak ada masalah. Tapi yang perlu diperbaiki adalah sistem dari penjaringan calon mahasiswa kedokteran,” katanya.

Wijaya juga menyampaikan, setiap tahunnya di Medan terdapat sekitar 500 sampai 1.000 orang lulusan kedokteran. Namun dari sisi mental, tak sedikit calon dokter yang ada sedari awal lebih berorientasi pada materi. Bahkan menjadi dokter lebih karena keinginan dari orang tuanya.

“Seharusnya, dokter itu membantu sesama adalah yang nomor satu, karena sumpah kedokteran mengutamakan kesehatan. Jadi kalau dokter paham, ia tidak akan terjebak pada materi,” bebernya.

Ia mengimbau kepada pemerintah supaya lebih selektif lagi terhadap fakultas kedokteran. Pasalnya, di luar negeri seperti di Italia, pemerintahnya tidak mau memiliki banyak fakultas kedokteran. Tujuannya agar sistem seleksi calon dokternya berjalan dengan bagus.

Begitu juga seperti di Belanda dan Jepang. Mereka terlebih dahulu memagangkan calon dokter yang ada selama setahun. Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan calon-calon yang benar ingin menjadi dokter dan bukan hanya yang pintar saja.

“Apabila hal ini berlangsung seperti yang diterapkan di luar negeri, maka untuk menjadi dokter akan benar-benar dapat terseleksi dengan baik. Namun demikian, dari segi kualitas dokter yang ada di Indonesia, khususnya Medan beragam.

“Ada dokter yang memang cepat puas. Jadi ketika telah menyandang gelar dokter, dia tidak mau mengupgrade keilmuannya. Jadi hanya disitu-situ aja, padahal ilmu pengetahuan kan termasuk kedokteran terus berkembang,” tukasnya. (ris)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/