Duka Mendalam Keluarga Bripka Doly Napitupulu
Suasana duka menyelimuti rumah Doly Fransiskus Napitupulu di Komplek Polda Sumut Blok I Desa Sunggal, Deli Serdang, tempat disemayamkannya jasad Bripka Doly Fransiskus Napitupulu untuk terakhir kalinya.
Ari-Jhonson, Medan
Di rumah bercat hijau yang merupakan rumah milik ayahnya Bapak Napitupulu tampak para kerabat, tetangga dan para pelayat yang mengenakan pakaian seragam kepolisian hilir mudik hendak melayat.
Sementara jasad Bripka Doly diletakkan di sebuah peti jenazah di ruang tamu bercat putih. Di situ berkumpul para keluarga, termasuk sang istri Bripka Doly, Ledia br Tarigan serta anak mereka Ezer yang baru berusia 3 bulan, yang lelap tidur di gendongan salah seorang kerabat mereka.
Wartawan sempat dilarang meliput oleh salah seorang kerabatnya. “Kalau melayat boleh. Tapi kalau mau berita, di Polda saja,” katanya.
Namun, tetap saja beberapa wartawan masuk ke area halaman rumah. Terdengar suara Ledia bercerita. Dikatakan perempuan berkulit putih ini, sekira sebulan lalu dia pernah membelikan sebuah tali pinggang untuk suaminya. Namun, Brip ka Doly sempat merepet, karena dianggapnya tali pinggang itu jelek. Namun, tetap saja tali pinggang yang dibelikan Ledia Tarigan itu dipakainya.
“Sebulan lalu kubelikan dia (Bripka Doly, Red) tali pinggang. Tahunya aku itu jelek, dia merepet. Tapi dipakainya juga. Mau kucari kemana lagi abang aku ini,” katanya sembari menangis.
Cerita perempuan bertahi lalat di samping hidung sebelah kanan ini, sontak membuat para kerabat tak tahan lagi untuk menitikkan air mata. Mereka pun berlinangan air mata.
Dikatakannya juga, Minggu (24/7) merupakan hari terakhir bagi putra mereka, Ezer bersama ayahnya. “Hari minggu kami makan-makan, di situ Ezer digendongnya. Di situ pula anakku terakhir kalinya melihat bapaknya. Kalau di rumah, dia (Bripka Doly, Red) selalu main dengan anakku. Suaranya sampai terdengar ke lantai tiga,” kisahnya.
Sementara itu, sang ayah Bapak Napitupulu yang sempat diwawancarai di sela-sela kesedihannya membantah pemberitaan sebuah media massa yang menyatakan, putranya tersebut tewas dibunuh. “Kalian kan sudah tahu, tidak ada yang dibunuh,” katanya.
Saat ditanya mengenai penyebab cekcok antara Bripka Doly dengan isrinya Ledia br Tarigan, Bapak Napitupulu tidak membenarkan hal itu.
“Keduanya baik-baik saja di acara makan-makan Hari Minggu itu. Kalau memang cekcok, setidaknya dari raut wajah mereka bisa kelihatan,” jawabnya.
Mengenai acara makan-makan itu, Bapak Napitupulu menceritakan, pada Jumat (22/7) lalu, Bripka Doly memberi uang kepada ibunya sebesar Rp100 ribu, untuk dibuatkan arsik atau sejenis asinan. Rencananya acara makan-makan itu, diadakan pada keesokan harinya, Sabtu (23/7). Tapi, tiba-tiba Bripka Doly membatalkannya karena dia sedang melaksanakan tugas. Akhirnya, acara makan-makan tersebut digelar pada Minggu (24/7).
“Hari Sabtu itu acaranya tidak jadi, karena anak saya (Bripka Doly, Red) menelepon dan mengatakan tidak bisa karena lagi tugas. Jadi saya bilang tidak apa-apa, Hari Minggu saja,” terangnya.
Seorang personel polisi yang ditemui Sumut Pos di Gedung Ditreskrimum Polda Sumut tempat Doly bertugas, menuturkan, Bripka Doly selama sebulan ini memang terlihat tidak seperti biasanya.
“Sebulan lalu, dia (Bripka Doly, Red) masih menangkap pelaku pencurian kendaraan bermotor (Ranmor, Red). Tapi sebulan belakangan ini, tidak pernah lagi. Dia lebih banyak diam. Mungkin karena itu juga ya, ada masalah dengan istrinya. Dia itu kan di bagian ops, jadi bisa ditempatkan di mana saja,” katanya.
Polda Sumut akan melakukan penyelidikan mendalam penyebab Bripka Dolly Fransiskus Napitupulu melakukan tindakan bunuh diri.
“Penyelidikan tentu diawali dari pihak keluarga. Tetapi mungkin tidak dalam waktu dekat, sebab masih dalam keadaan berduka. Tetapi senjata api (senpi) miliknya telah ditarik ke markas,” sebut Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Heru Prakoso, Rabu (27/7).
Disinggung kemungkinan adanya evaluasi ulang khususnya masalah kejiwaan atau psikologis terhadap personel kepolisian yang diberi kepercayaan memegang senpi, Heru menyatakan kemungkinan itu bisa saja dilakukan. Namun sesungguhnya, sebelum personel dibekali senpi pasti telah menjalani berbagai ujian atau tes di antaranya tentu kejiwaan, kepantasan dan lainnya.
“Sebelum diberi izin memakai senpi, pasti ada tes untuk memastikan berbagai hal. Saat tes psikologis, Bripka Dolly Fransiskus Napitupulu dinyatakan layak. Mungkin saja ada permasalahan hidup yang sangat berat,” beber Heru.
Dia memastikan, setelah kasus Bripda Niko Panjaitan yang menembak seorang cleaning service beberapa waktu lalu, seluruh senpi yang dipegang personel kembali dievaluasi dan ditegaskan supaya melakukan pemeriksaan secara rutin.
Sedangkan Wakil Direktur LBH Medan Muslim Muis SH mengatakan perlu dilakukan pembinaan terhadap personel kepolisian. Muslim Muis mengatakan, personel kepolisian yang mempunyai senjata harus dilakukan uji materi seperti kejiwaan dan mental personel tersebut.
“Kita sangat menyesalkan tindakan personel kepolisian yang memilih jalan mengakhiri hidupnya dengan menembakkan senjata api miliknya sendiri. Ini harus menjadi tugas Kapolda Sumut kepada anggotanya yang mempunyai senjata api,” tukasnya.
Muslim Muis menuturkan, tidak semua permasalahan itu dihadapi dengan jalan pintas karena yang menggunakan jalan pintas itu tidak baik dan dilarang agama. “Lagi pula bunuh diri itu di agama manapun tidak ada diajarkan. Itu jelas-jelas tidak sesuai dengan perintah agama,” tegasnya.
Lebih lanjut Muslim Muis menerangkan, pihak kepolisian sendiri harus mengaktifkan lembaga konseling mereka dimana jika seorang petugas mempunyai masalah bisa menceritakan masalahnya tersebut dan dengan begitu tidak mengambil jalan pintas.
“Ini jelas-jelas mental dan sikap seorang personel yang tidak patut ditiru. Pihak kepolisian harus mengaktifkan lembaga konseling dan petugas itu pun harus diberikan pencerahan keagamaan setidaknya sekali seminggu atau dua kali sebulan,” tukasnya. (*)