25.7 C
Medan
Saturday, June 1, 2024

Terkait Tudingan RS Covidkan Pasien, Persi Sumut: Tak Ada Untungnya

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Sumut membantah tudingan, ada rumah sakit yang sengaja “mengcovidkan” pasien. Ketua Persi Sumut, dr Azwan Hakmi Lubis SpA menegaskan, tak ada untungnya bagi rumah sakit melakukan hal tersebut.

“Saya rasa mana ada rumah sakit yang mau mengcovidkan pasien, nggak ada untungnya. Cuma, memang persoalannya dalam penegakan diagnosis Covid-19 memerlukan swab PCR. Di daerah kita ini, hasil itu keluar bisa satu hari, dua hari bahkan seminggu. Tapi untuk menegakkan diagnosis, itu bukan dari swab saja, tapi dari gejala klinis, karena sebagai dokter kita menegakkan diagnosis itu dari gejala klinis,” jelas Azwan kepada wartawan, Senin (27/7).

Menurutnya, untuk menegakkan diagnosis Covid-19, gejala klinisnya ada batuk, pilek, demam, hilang perasa. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan darah. “Kalau sudah ada gejala itu, maka rumah sakit sudah bisa menetapkan suspek Covid-19. Kalau sudah keluar hasil pemeriksaan swab PCR, maka konfirmasi Covid-19. Jadi, sebelum hasil swab PCR itu keluar, dia masih suspek Covid-19. Akan tetapi, jika pasien suspek meninggal tetap dilakukan penguburan protokol Covid-19,” ungkap Azwan.

Ia melanjutkan, seseorang yang dinyatakan konfirmasi Covid-19 juga ada dua kategori, yakni ada memiliki gejala dan ada yang tidak memiliki gejala. “Jadi, masalahnya itu hasil swab PCR belum keluar, tapi keluarga pasien bilang ya inikan bukan Covid-19,” ucapnya.

Azwan juga menegaskan, merawat pasien Covid-19 risikonya nyawa. “Dokter ini kalau bisa menolak merawat pasien Covid-19, syukur kalilah. Tapi, merawat pasien Covid-19 diwajibkan, karena ada sumpah dokter yang harus merawat pasien dengan penyakit apapun. Kalau ada profesi lain yang mau dan bisa merawat pasien Covid-19, kami dokter dan rumah sakit ini bersyukur sekali. Untuk itu, pemikiran tenaga kesehatan dan rumah sakit cari keuntungan dengan mengcovidkan pasien itu salah,” cetusnya.

Sementara, Kasubbag Humas RSUP H Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak juga mengaku miris mendengar tudingan tersebut. “Tidak benar, semua pasien yang dirawat atas indikasi Covid-19 akan diklaim sesuai dengan diagnosis dan jenis rawatan/pelayanan yang diterima. Jadi, berbeda-beda tergantung kondisi pasien,” kata Rosa.

Diutarakan Rosa, dalam mengklaim biaya perawatan pasien Covid-19, semua sudah ada aturannya. Bahkan, ketika pihak rumah sakit mengajukan klaim juga ada berkas pendukung yang harus dilengkapi dan diverifikasi kembali oleh BPJS Kesehatan. “Tidak sama klaim setiap pasien Covid-19, ada yang pakai ventilator ada yang enggak. Ada yang sakit sedang, ada yang berat,” sebutnya sembari menambahkan, diminta kepada masyarakat jangan menggeneralisasi semua rumah sakit jika ada satu kasus Covid-19.

Hentikan Fitnah Terhadap Nakes

Terpisah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Medan meminta masyarakat menghentikan segala macam fitnah terhadap tenaga kesehatan (nakes). Ketua IDI Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT (KL) mengatakan, inti dari tudingan tersebut yaitu masyarakat menganggap dokter dan paramedis lainnya mendapat keuntungan dalam penanganan virus corona ini. Terlebih, banyak yang tak berani ke rumah sakit meski mengalami sakit lain karena takut didiagnosis Covid-19.

Misalkan, seorang pasien sudah bertahun-tahun cuci darah, kenapa tiba-tiba kumat masuk rumah sakit jadi didiagnosis Covid-19. Kemudian, pasien masuk dengan gejala DBD, masuk ke rumah sakit kenapa tiba-tiba diisolasi. Banyak lagi kecurigaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan.

“Tenaga kesehatan paling berisiko terpapar Covid-19. Seluruh tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19 berjibaku merawat saudara kita yang terpapar. Untuk itu, hentikan segala macam fitnah terhadap tenaga kesehatan,” tegasnya.

Apalagi, sambung Wijaya, fitnah yang paling sering ditujukan ke tenaga kerja adalah mencari keuntungan di tengah pandemi Covid-19 ini. “Jika ada keluhan terhadap fasilitas kesehatan laporkan ke Dinas Kesehatan, bukan dengan menyebarkan fitnah,” tegasnya lagi.

Ia juga meminta aparat dan pemerintah mendukung perjuangan seluruh tenaga kesehatan yang telah melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. (ris)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Sumut membantah tudingan, ada rumah sakit yang sengaja “mengcovidkan” pasien. Ketua Persi Sumut, dr Azwan Hakmi Lubis SpA menegaskan, tak ada untungnya bagi rumah sakit melakukan hal tersebut.

“Saya rasa mana ada rumah sakit yang mau mengcovidkan pasien, nggak ada untungnya. Cuma, memang persoalannya dalam penegakan diagnosis Covid-19 memerlukan swab PCR. Di daerah kita ini, hasil itu keluar bisa satu hari, dua hari bahkan seminggu. Tapi untuk menegakkan diagnosis, itu bukan dari swab saja, tapi dari gejala klinis, karena sebagai dokter kita menegakkan diagnosis itu dari gejala klinis,” jelas Azwan kepada wartawan, Senin (27/7).

Menurutnya, untuk menegakkan diagnosis Covid-19, gejala klinisnya ada batuk, pilek, demam, hilang perasa. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan darah. “Kalau sudah ada gejala itu, maka rumah sakit sudah bisa menetapkan suspek Covid-19. Kalau sudah keluar hasil pemeriksaan swab PCR, maka konfirmasi Covid-19. Jadi, sebelum hasil swab PCR itu keluar, dia masih suspek Covid-19. Akan tetapi, jika pasien suspek meninggal tetap dilakukan penguburan protokol Covid-19,” ungkap Azwan.

Ia melanjutkan, seseorang yang dinyatakan konfirmasi Covid-19 juga ada dua kategori, yakni ada memiliki gejala dan ada yang tidak memiliki gejala. “Jadi, masalahnya itu hasil swab PCR belum keluar, tapi keluarga pasien bilang ya inikan bukan Covid-19,” ucapnya.

Azwan juga menegaskan, merawat pasien Covid-19 risikonya nyawa. “Dokter ini kalau bisa menolak merawat pasien Covid-19, syukur kalilah. Tapi, merawat pasien Covid-19 diwajibkan, karena ada sumpah dokter yang harus merawat pasien dengan penyakit apapun. Kalau ada profesi lain yang mau dan bisa merawat pasien Covid-19, kami dokter dan rumah sakit ini bersyukur sekali. Untuk itu, pemikiran tenaga kesehatan dan rumah sakit cari keuntungan dengan mengcovidkan pasien itu salah,” cetusnya.

Sementara, Kasubbag Humas RSUP H Adam Malik, Rosario Dorothy Simanjuntak juga mengaku miris mendengar tudingan tersebut. “Tidak benar, semua pasien yang dirawat atas indikasi Covid-19 akan diklaim sesuai dengan diagnosis dan jenis rawatan/pelayanan yang diterima. Jadi, berbeda-beda tergantung kondisi pasien,” kata Rosa.

Diutarakan Rosa, dalam mengklaim biaya perawatan pasien Covid-19, semua sudah ada aturannya. Bahkan, ketika pihak rumah sakit mengajukan klaim juga ada berkas pendukung yang harus dilengkapi dan diverifikasi kembali oleh BPJS Kesehatan. “Tidak sama klaim setiap pasien Covid-19, ada yang pakai ventilator ada yang enggak. Ada yang sakit sedang, ada yang berat,” sebutnya sembari menambahkan, diminta kepada masyarakat jangan menggeneralisasi semua rumah sakit jika ada satu kasus Covid-19.

Hentikan Fitnah Terhadap Nakes

Terpisah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Medan meminta masyarakat menghentikan segala macam fitnah terhadap tenaga kesehatan (nakes). Ketua IDI Medan, dr Wijaya Juwarna SpTHT (KL) mengatakan, inti dari tudingan tersebut yaitu masyarakat menganggap dokter dan paramedis lainnya mendapat keuntungan dalam penanganan virus corona ini. Terlebih, banyak yang tak berani ke rumah sakit meski mengalami sakit lain karena takut didiagnosis Covid-19.

Misalkan, seorang pasien sudah bertahun-tahun cuci darah, kenapa tiba-tiba kumat masuk rumah sakit jadi didiagnosis Covid-19. Kemudian, pasien masuk dengan gejala DBD, masuk ke rumah sakit kenapa tiba-tiba diisolasi. Banyak lagi kecurigaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan.

“Tenaga kesehatan paling berisiko terpapar Covid-19. Seluruh tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19 berjibaku merawat saudara kita yang terpapar. Untuk itu, hentikan segala macam fitnah terhadap tenaga kesehatan,” tegasnya.

Apalagi, sambung Wijaya, fitnah yang paling sering ditujukan ke tenaga kerja adalah mencari keuntungan di tengah pandemi Covid-19 ini. “Jika ada keluhan terhadap fasilitas kesehatan laporkan ke Dinas Kesehatan, bukan dengan menyebarkan fitnah,” tegasnya lagi.

Ia juga meminta aparat dan pemerintah mendukung perjuangan seluruh tenaga kesehatan yang telah melaksanakan tugasnya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/