Menyikapi putusan majelis hakim, pihak Tamin Sukardi menyatakan akan menempuh upaya banding. Sementara JPU Salman menyatakan masih pikir-pikir.
Majelis hakim juga menetapkan Tamin ditahan di Rumah Tahanan Negara. Usai sidang, jaksa langsung membawa Tamin dari gedung pengadilan.
Perkara ini bermula pada 2002, ketika terdakwa Tamin Sukardi mengetahui dari koran bahwa 106 hektare lahan yang dipakai PTPN 2 (Persero) di Kebun Helvetia tidak diperpanjang hak guna usaha (HGU)-nya. Dia pun berniat menguasai lahan yang berada di Pasar IV Desa Helvetia, Labuhan Deli, Deli Serdang itu berbekal 65 lembar Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPSL).
Upaya itu dilakukan dengan Tasman Aminoto dan Misran Sasmita, mantan Karyawan PTPN 2, dan Sudarsono. Mereka membayar dan mengoordinasi sejumlah warga agar mengaku sebagai pewaris hak garap di lokasi tanah dengan dikuatkan dengan bukti 65 lembar SKTPPSL yang seolah-olah diterbitkan tahun 1954. Dengan menyerahkan KTP, warga dijanjikan akan mendapatkan tanah masing-masing seluas 2 hektare.
Padahal, nama yang tertera dalam 65 lembar SKPPTSL bukanlah nama orang tua dari warga-warga itu. Mereka juga sama sekali tidak pernah memiliki tanah di lokasi itu.
Selanjutnya, warga juga dikoordinasi untuk datang ke notaris. Di sana mereka menandatangani bundel dokumen berkaitan dengan tanah itu.
Pada 2006, warga diakomodasi agar memberikan kuasa kepada Tasman Aminoto (Alm) untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) di Deliserdang.
Setiap selesai persidangan, kata jaksa, warga juga singgah ke rumah Tamin di Jalan Thamrin Medan. Mereka diberi uang Rp100.000 hingga Rp500.000 melalui Tasman Aminoto ataupun anaknya Endang.
Gugatan warga akhirnya dikabulkan pengadilan dan dikuatkan sampai Peninjauan Kembali (PK). Setelah putusan pengadilan tingkat pertama, pada 2007 Tasman Aminoto melepaskan hak atas tanah itu kepada Tamin Sukardi yang menggunakan PT Erni Putera Terari (Direktur Mustika Akbar) dengan ganti rugi Rp7.000.000.000. Akta di bawah tangan kemudian didaftarkan ke Notaris Ika Asnika (waarmerking).
Kemudian, atas dasar akta di bawah tangan dan putusan tingkat pertama itu, pada 2011, PT Erni Putera Terari tanpa mengurus peralihan hak atas tanah itu dan tanpa melalui ketentuan UU Agraria, menjual 74 hektare dari 106 hektare lahan yang dikuasainya kepada Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Reality sebesar Rp 236.250.000.000. Namun, Mujianto baru membayar sekitar Rp.132.468.197.742 kepada Tamin Sukardi. Sisanya akan dibayarkan setelah sertifikat tanah terbit.
PT Erni Putera Terari adalah milik anak-anak Tamin Sukardi. Namun Tamin yang menentukan traksaksi itu dan menerima pembayaran. Dia menjadi kuasa Mustika Akbar, Direktur Utama perusahaan itu.
Dalam persidangan, Mustika Akbar maupun Tamin tidak dapat membuktikan bahwa pembayaran berupa uang dan mobil yang telah diterima Tamin dari Mujianto, masuk dalam pembukuan perusahaan. Mobil Land Cruiser yang menjadi bagian pembayaran itu juga belum masuk menjadi aset perusahaan.
Masalahnya, status tanah yang menjadi objek jual beli antara PT Erni Putera Terari dengan PT Agung Cemara Reality masih tercatat sebagai tanah negara. Belum ada rekomendasi melepas hak negara dari Menteri BUMN yang membawahi PTPN2 atas aset itu. (dvs)

