25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Pembelian Kebun Dinyatakan Sah

Lanjutan Sidang BNI SKM Medan

MEDAN- Saksi Ir June S Lubis sebagai komisaris PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL) menyatakan, telah ada transaksi pembelian atas SHGU 102 dari PT Atakana Company kepada PT BDKL. “Bahkan pembelian tersebut telah dinyatakan sah oleh Pengadilan Tinggi Aceh,” tegas saksi pada Kamis (27/12) di Pengadilan Tipikor Medan.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau, saksi mengatakan pihaknya telah melakukan klarifikasi ke Pengadilan Tinggi (PT) Acehn
Saat itu PT Aceh menyatakan, pembelian antara PT Atakana Company dengan PT BDKL terhadap SHGU No 102 adalah sah. Dinyatakan pula, kebun tersebut menjadi milik PT BDKL.

Saksi menuturkan, setelah ada proses jual beli kebun, M Aka selaku Direktur PT Atakana Company, mencabut kuasa yang diberikan kepada Boy Hermansyah selaku Direktur PT BDKL dan melakukan pemblokiran atas SHGU No 102 ke Kantor Badan Pertanahan Nasional.

“Padahal saat itu telah ada pengikatan jual beli. Surat kuasa dari seluruh pemegang saham PT Atakana Company kepada Boy Hermansyah juga ada. Seluruh pemegang saham menyepakati menjual sahamnya ke PT BDKL. Tapi, M Aka mencabut kuasa dan memblokir sepihak SHGU No 102 itu. Saya lupa kapan tanggal pastinya dia blokir. Tapi setelah penandatanganan perjanjian kredit dan setelah pembayaran perjanjian kredit,” ujar saksi, Jun Syafrina Lubis.

Kata saksi, tindakan M Aka itu tanpa adanya persetujuan dari tiga pemegang saham PT Atakana lainnya, yakni Yusuf, Sardul Singh, dan Abdul Wahab Yahya. Padahal, M Aka hanya memiliki saham 45 persen di PT Atakana Company.

“Jadi bukan PT Atakana yang memblokir Pak Hakim, tetapi salah satu pemegang sahamnya, yakni M Aka. Padahal sudah ada putusan dari PT Aceh. Saat itu masih proses balik nama SHGU No 102. Biasanya sekitar 3 bulan itu balik nama. Tapi, M Aka menarik kuasanya. Saya juga tidak tau Pak, kenapa fisik kebun dikuasai M Aka, meski dalam putusan PT Aceh telah menyebutkan Boy Hermansyah memiliki kuasa penuh terhadap SHGU No 102,” terang saksi yang diajukan jaksa penuntut umum ini.

Dikatakan saksi, Boy Hermansyah atas nama PT BDKL mengajukan surat Permohonan Kredit kepada BNI SKM (Sentra Kredit Menengah) Medan, dengan total plafon Rp133 miliar. Pinjaman itu untuk beberapa kategori, yakni take over fasilitas Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri sebesar Rp23 miliar, refinancing PKS kapasitas 60 ton/jam sebesar Rp20 miliar, pembelian dan rehabilitasi kebun PT Atakana sebesar Rp90 miliar, kredit investasi untuk pembelian kebun kelapa sawit maksimum Rp74,5 miliar dan kredit investasi untuk rehabilitasi maksimum Rp11,5 miliar. Pihak BNI SKM Medan menyetujui mengabulkan pinjaman Rp129 miliar. Dari jumlah itu, yang dicairkan baru Rp117,5 miliar.

“Sebagai jaminan, Boy Hermansyah, menyediakan Company Guarantee, Personal Guarantee, tanah dan bangunan yang diikat dengan hak tanggungan, mesin, persediaan (stok), alat berat, dan lain- lain yang diikat dengan jaminan fidusia milik PT BDL, termasuk kebun dengan HGU 102 di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur (masih tercatat atas nama PT Atakana, meski telah ada sertifikat jual beli dari PT Atakana kepada Boy Hermansyah),” jelas saksi.

Selain itu, kata saksi, PT BDKL juga menjaminkan SHGB No 102, Garansi Company dari PT Dwi Kencana Semesta, PT Muara Harapan Mandiri, Personal Garanti. Dengan demikian jumlah jaminan atas pengajuan kredit kepada BNI SKM Medan di atas Rp200 miliar.

“Kredit PT BDKL masih dibayar sampai sekarang. Karena jatuh temponya juga masih panjang. SHGU No 102 juga dijadikan jaminan untuk permohonan itu, padahal saat itu belum ada balik nama dengan PT Atakana Company. Saya pernah tanya, tapi kata Pak Boy sedang dilakukan proses balik nama. Jadi BNI SKM Medan hanya menyetujui pencairan Rp117,5 miliar. Sedangkan pengajuan kredit investasi untuk rehabilitasi maksimum sebesar Rp11,5 miliar belum dicairkan karena saat itu PT BDKL belum menguasai kebun PT Atakana Company,” terang saksi.

Lantas, hakim menanyakan pada saksi, siapa yang menjalankan perusahaan PT BDKL sekarang. Hakim juga menanyakan keberadaan Boy Hermansyah. “Sepertinya Anda banyak tau tentang perjanjian kredit ini. Sebenarnya jabatan Anda komisaris atau direkturnya? Jadi siapa sekarang yang menjalankan perusahaan? Di mana sekarang Boy Hermansyah itu? Kalau memang dia yang dirugikan, kenapa dia lari? Harusnya dia menyelesaikan masalah, bukannya lari,” tegas hakim.

Mendengar pertanyaan hakim, saksi hanya berkomentar singkat. “Posisi saya hanya sebagai komisaris. Saya banyak tahu karena saat itu Pak Boy bercerita dengan saya. Saat ini yang menjalankan perusahaan itu manajer Pak hakim. Karena Pak Boy tidak berada di tempat. Saya juga tidak tau dia berada di mana,” terang saksi.

Sementara itu, Iwan Ariawan selaku Pimpinan BNI Cabang Medan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi mengatakan, BNI SKM Medan pernah mengajukan pencairan dana di BNI Cabang Medan. “Prosedurnya ada surat dari BNI SKM Medan. Dari dokumen yang saya perhatikan transaksi normal. Jumlah pengajuan kredit dengan nilai jaminan juga sesuai. Bahkan jumlah jaminan masih bisa mengcover kredit seandainya kredit itu macet. Karena nilai jaminannya lebih tinggi dari pengajuan kredit,” beber saksi.

Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga Selasa 8 Januari 2012 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya. (far)

Lanjutan Sidang BNI SKM Medan

MEDAN- Saksi Ir June S Lubis sebagai komisaris PT Bahari Dwi Kencana Lestari (BDKL) menyatakan, telah ada transaksi pembelian atas SHGU 102 dari PT Atakana Company kepada PT BDKL. “Bahkan pembelian tersebut telah dinyatakan sah oleh Pengadilan Tinggi Aceh,” tegas saksi pada Kamis (27/12) di Pengadilan Tipikor Medan.

Di hadapan majelis hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau, saksi mengatakan pihaknya telah melakukan klarifikasi ke Pengadilan Tinggi (PT) Acehn
Saat itu PT Aceh menyatakan, pembelian antara PT Atakana Company dengan PT BDKL terhadap SHGU No 102 adalah sah. Dinyatakan pula, kebun tersebut menjadi milik PT BDKL.

Saksi menuturkan, setelah ada proses jual beli kebun, M Aka selaku Direktur PT Atakana Company, mencabut kuasa yang diberikan kepada Boy Hermansyah selaku Direktur PT BDKL dan melakukan pemblokiran atas SHGU No 102 ke Kantor Badan Pertanahan Nasional.

“Padahal saat itu telah ada pengikatan jual beli. Surat kuasa dari seluruh pemegang saham PT Atakana Company kepada Boy Hermansyah juga ada. Seluruh pemegang saham menyepakati menjual sahamnya ke PT BDKL. Tapi, M Aka mencabut kuasa dan memblokir sepihak SHGU No 102 itu. Saya lupa kapan tanggal pastinya dia blokir. Tapi setelah penandatanganan perjanjian kredit dan setelah pembayaran perjanjian kredit,” ujar saksi, Jun Syafrina Lubis.

Kata saksi, tindakan M Aka itu tanpa adanya persetujuan dari tiga pemegang saham PT Atakana lainnya, yakni Yusuf, Sardul Singh, dan Abdul Wahab Yahya. Padahal, M Aka hanya memiliki saham 45 persen di PT Atakana Company.

“Jadi bukan PT Atakana yang memblokir Pak Hakim, tetapi salah satu pemegang sahamnya, yakni M Aka. Padahal sudah ada putusan dari PT Aceh. Saat itu masih proses balik nama SHGU No 102. Biasanya sekitar 3 bulan itu balik nama. Tapi, M Aka menarik kuasanya. Saya juga tidak tau Pak, kenapa fisik kebun dikuasai M Aka, meski dalam putusan PT Aceh telah menyebutkan Boy Hermansyah memiliki kuasa penuh terhadap SHGU No 102,” terang saksi yang diajukan jaksa penuntut umum ini.

Dikatakan saksi, Boy Hermansyah atas nama PT BDKL mengajukan surat Permohonan Kredit kepada BNI SKM (Sentra Kredit Menengah) Medan, dengan total plafon Rp133 miliar. Pinjaman itu untuk beberapa kategori, yakni take over fasilitas Kredit Modal Kerja di Bank Mandiri sebesar Rp23 miliar, refinancing PKS kapasitas 60 ton/jam sebesar Rp20 miliar, pembelian dan rehabilitasi kebun PT Atakana sebesar Rp90 miliar, kredit investasi untuk pembelian kebun kelapa sawit maksimum Rp74,5 miliar dan kredit investasi untuk rehabilitasi maksimum Rp11,5 miliar. Pihak BNI SKM Medan menyetujui mengabulkan pinjaman Rp129 miliar. Dari jumlah itu, yang dicairkan baru Rp117,5 miliar.

“Sebagai jaminan, Boy Hermansyah, menyediakan Company Guarantee, Personal Guarantee, tanah dan bangunan yang diikat dengan hak tanggungan, mesin, persediaan (stok), alat berat, dan lain- lain yang diikat dengan jaminan fidusia milik PT BDL, termasuk kebun dengan HGU 102 di Desa Berandang Kecamatan Rantau Peurelak Kabupaten Aceh Timur (masih tercatat atas nama PT Atakana, meski telah ada sertifikat jual beli dari PT Atakana kepada Boy Hermansyah),” jelas saksi.

Selain itu, kata saksi, PT BDKL juga menjaminkan SHGB No 102, Garansi Company dari PT Dwi Kencana Semesta, PT Muara Harapan Mandiri, Personal Garanti. Dengan demikian jumlah jaminan atas pengajuan kredit kepada BNI SKM Medan di atas Rp200 miliar.

“Kredit PT BDKL masih dibayar sampai sekarang. Karena jatuh temponya juga masih panjang. SHGU No 102 juga dijadikan jaminan untuk permohonan itu, padahal saat itu belum ada balik nama dengan PT Atakana Company. Saya pernah tanya, tapi kata Pak Boy sedang dilakukan proses balik nama. Jadi BNI SKM Medan hanya menyetujui pencairan Rp117,5 miliar. Sedangkan pengajuan kredit investasi untuk rehabilitasi maksimum sebesar Rp11,5 miliar belum dicairkan karena saat itu PT BDKL belum menguasai kebun PT Atakana Company,” terang saksi.

Lantas, hakim menanyakan pada saksi, siapa yang menjalankan perusahaan PT BDKL sekarang. Hakim juga menanyakan keberadaan Boy Hermansyah. “Sepertinya Anda banyak tau tentang perjanjian kredit ini. Sebenarnya jabatan Anda komisaris atau direkturnya? Jadi siapa sekarang yang menjalankan perusahaan? Di mana sekarang Boy Hermansyah itu? Kalau memang dia yang dirugikan, kenapa dia lari? Harusnya dia menyelesaikan masalah, bukannya lari,” tegas hakim.

Mendengar pertanyaan hakim, saksi hanya berkomentar singkat. “Posisi saya hanya sebagai komisaris. Saya banyak tahu karena saat itu Pak Boy bercerita dengan saya. Saat ini yang menjalankan perusahaan itu manajer Pak hakim. Karena Pak Boy tidak berada di tempat. Saya juga tidak tau dia berada di mana,” terang saksi.

Sementara itu, Iwan Ariawan selaku Pimpinan BNI Cabang Medan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi mengatakan, BNI SKM Medan pernah mengajukan pencairan dana di BNI Cabang Medan. “Prosedurnya ada surat dari BNI SKM Medan. Dari dokumen yang saya perhatikan transaksi normal. Jumlah pengajuan kredit dengan nilai jaminan juga sesuai. Bahkan jumlah jaminan masih bisa mengcover kredit seandainya kredit itu macet. Karena nilai jaminannya lebih tinggi dari pengajuan kredit,” beber saksi.

Usai mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda persidangan hingga Selasa 8 Januari 2012 dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya. (far)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/