Daftar Tunggu Calhaj Sumut Mencapai Angka 69.750
MEDAN-Daftar tunggu calon haji (calhaj) asal Sumatera Utara (Sumut), per tanggal 27 Februari 2012, pukul 13.00 WIB mencapai angka 69.750. Dengan angka setinggi itu, maka warga yang mendaftar tahun ini baru bisa berangkat ke Tanah Suci pada 2020 mendatang.
Setidaknya hal ini diperkuat oleh data yang diperoleh dari Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama Sumatera Utara (Kemenagsu), di Asrama Haji, Jalan AH Nasution. “Data terakhir yang kita peroleh sudah sebanyak itu. Dan, itu dari 23 kabupaten/kota (kabupaten/kota di Sumut berjumlah 33, Red). Artinya, ada beberapa kabupaten/kota seperti Padanglawas Utara (Paluta) pendaftarannya, masih bergabung dengan kabupaten induk di Padanglawas. Begitu pula dengan Batubara masih bergabung dengan Asahan. Nias Selatan masih dengan Nias dan beberapa daerah lainnya, masih bergabung dengan kabupaten/kota induk. Dengan jumlah sebesar ini, diperkirakan yang mendaftar tahun ini baru akan berangkat pada 2020 nanti,” ungkap petugas Siskohat Kemenagsu, Eko saat ditemui Sumut Pos.
Sudah menjadi rahasia umum, jika orang atau tokoh yang mempunyai kelebihan, baik dari harta maupun jabatan, bisa langsung berangkat tanpa melalui daftar tunggu. Nah, artinya secara langsung telah mengorbankan niat atau keinginan calon haji lain yang telah terlebih dahulu mendaftar.
Terkait hal itu, Kepala Bidang Haji Zakat dan Wakaf Kantor Kementrian Agama Sumut Abdul Rahman Siregar menegaskan, tidak pernah diperbolehkan adanya sistem by pass bagi calhaj, meskipun calhaj tersebut memiliki pangkat ataupun jabatan serta uang. “Tidak ada seperti itu. Semua diberangkatkan sesuai nomor porsi yang ada. Bila ada tambahan, dari pusat baru itulah nanti akan ditambah calon haji yang akan diberangkatkan. Dan itu diprioritaskan bagi yang berusia lanjut,” terangnya.
Bagaimana dengan rencana atau wacana moratorium penerimaan calon haji, usulan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? Terkait hal itu, Abdul Rahman tidak mengomentarinya terlalu berlebihan. Dia hanya mengatakan, hal itu berlaku secara nasional dan keputusannya juga dari pusat. Jadi, untuk daerah hanya sebatas mengikuti instruksi yang diberikan dari pihak Kementerian Agama Pusat. “Itu skala nasional. Dan kita sifatnya menunggu instruksi dari pusat,” tegasnya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut, Abdullahsyah menegaskan, tidak dibenarkan atau diperbolehkan bagi calhaj untuk mendahului dalam keberangkatan haji. Bahkan, Abdullahsyah menyebutnya, apabila ada calhaj yang semestinya berangkat tahun depan, namun kemudian memanfaatkan jabatan dan pangkatnya sehingga bisa menyalip urutan berangkat, maka hal itu adalah perbuatan haram. “Itu haram. Di mata Allah tidak ada perbedaan walaupun kita punya pangkat, jabatan atau uang. Yang diprioritaskan itu adalah bagi calon haji yang berusia lanjut,” tegssnya.
Dari Jakarta, Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Hazrul Azwar, mengingatkan umat muslim di Sumut yang berniat menjalankan ibadah haji, agar jangan terpengaruh wacana moratorium haji yang dilontarkan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas.
Menurut anggota Komisi VIII DPR itu, ide Busyro itu hanya sebatas wacana saja, dan DPR menolaknya. “Tidak ada itu moratorium. Yang mau pergi haji, tetap mendaftar saja dengan menyetor biaya haji. Jadi tidak ada masalah,” ujar Hazrul Azwar kepada Sumut Pos, kemarin.
Jika ide Busyro dituruti, berarti pendaftar haji tidak perlu dulu menyetor dana haji. “Tapi yang namanya daftar haji, ya harus menyetor uang haji. Kalau soal daftar tunggu, itu soal lain yang kita maklumi,” ujar mantan Ketua Komisi VIII DPR yang mengurusi soal keagamaan itu.
Senada dengan Hazrul, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi juga menolak gagasan Busyro. Dia menduga, moratorium haji malah bisa berujung naiknya biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH).
“Moratorium pendaftaran haji tidak perlu dilakukan kalau ujung-ujungnya untuk menaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji,” kata Hasyim Muzadi.
Menurut Hasyim, jika dianggap ada masalah pengelolaan uang haji, maka yang dilakukan adalah audit, bukan moratorium. Pengasuh pondok pesantren Al-Hikam Malang dan Depok itu mengingatkan Busyro agar tidak ikut-ikutan mencampuri urusan haji. “Sebaiknya KPK tidak melampaui fungsinya. Seharusnya yang mengusulkan moratorium itu masyarakat atau DPR,” ujar Hasyim. (ari/sam)