29 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Dosen USU: Kriminalisasi Perjanjian Perbankan Tidaklah Wajar

MEDAN- Saksi ahli perdata dari USU, Prof Tan Kamello, mengatakan mengkriminalisasikan suatu perjanjian dalam perbankan tidaklah wajar. Sebab bila dalam sebuah perjanjian terjadi masalah, maka seharusnya diselesaikan secara perjanjian.

“Jadi, jika terjadi persoalan pemberian kredit antara perbankan dengan nasabah, maka perkara hukumnya masuk dalam ranah perdata. Masalah di bank harus diselesaikan secara hukum korporasi. Dengan demikian, apabila pihak perbankan dan nasabah telah ada kesepakatan namun terjadi kredit macet, maka kedua belah pihak harus tunduk pada hukum perdata,” tegas Prof Tan Kamello, Dosen Fakultas Hukum USU, saat menjadi saksi ahli dalam perkara kredit tidak terpasang di BNI SKM Medan, di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (28/3).

Lebih lanjut Prof Tan Kamello mengatakan, saat Bank BUMN memberikan kredit kepada debitur, si nasabah tunduk kepada hukum perdata. “Apabila ada masalah, tidak langsung dibawa ke dalam pidana, karena persoalan kontrak-kontrak dalam BUMN ini hanyalah masalah perdata. Jadi harus diselesaikan dulu dari perdata, selanjutnya, RUPS akan minta pertanggungjawaban,” ujarnya.

Dosen FH USU itu melanjutkan, dalam mencairkan kredit, jika agunan yang dijadikan jaminan kredit belum ada akta jual beli, pihak perbankan masih dibenarkan mencairkan kredit, di mana ada syarat minimal yang harus dipenuhi. “Yang terpenting, ada syarat minimal yang telah di penuhi si nasabah. Apalagi nilai jaminan dalam kredit itu lebih besar. ” jelasnya.

Ia mengatakan, permasalahan perbankan sebelum dibawa ke ranah hukum pidana, norma-normanya harus diuji dahulu oleh lembaga perbankan. “Itu adalah keuangan korporasi. Tidak ada campur tangan keuangan negara. Jadi penegak hukum yang langsung membawa perkara itu ke dalam ranah pidana itu sudah salah. Ranah itu bukan ranah korupsi tapi absolut dalam ranah perdata. Karena perusahaan itu adalah BUMN,” ucapnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau.

Untuk jual beli tanah, jelasnya, sebelum ada balik nama namun sudah ada kesepakatan, maka jual beli itu sudah sah. “Jadi tinggal proses balik namanya saja. Begitupun, bila nanti dalam perjanjian itu, izin balik namanya tidak keluar dari BPN, itu hanya persoalan risiko bisnis dalam perbankan. Dalam hal pengalihan hak, itu harus melibatkan notaris. Lalu notaris mngeluarkan covernote, maka dalam lingkungan bank, covernote, itu sudah mengikat,” urainya.

Kemudian, dalam hal perjanjian jual beli objek milik pihak pertama ke pihak kedua, lalu penguasaan fisik telah di kuasai pihak kedua selaku pembeli. “Di sini telah terjadi proses balik nama dari penjual kepada pembeli. Maka dalam hukum perdata sudah menimbulkan hak dan kewajiban. Jadi si penjual tinggal menyerahkan. Asalkan hak dan kewajiban telah dipenuhi kedua belah pihak. Sudah disepakati harga, ada covernote dari notaris, pembayaran telah berlangsung,” katanya.

Mengenai pihak yang menjaminkan aset milik pihak lain sebagai agunan di sebuah bank, menurutnya itu dibolehkan. “Karena untuk sebuah jaminan, bukan hanya aset milik kita sendiri, memakai aset orang lain juga dibolehkan asal ada dasarnya. Seseorang yang mendapat kuasa untuk menjual suatu objek, lalu menjual kepada dirinya sendiri, juga boleh tergantung isi perjanjiannya,” ungkapnya.

Sementara saksi ahli tindak pidana khusus, Dr Mahmud Muliyadi mengatakan, masing-masing perbankan memiliki aturan tersendiri. Jika dalam sebuah perjanjian kredit tersebut dikatakan masuk dalam ranah korupsi, maka harus dibuktikan di mana letak kerugian negaranya. “Jika pembayaran kredit lancar, bagaimana menghitung kerugian negaranya?” jelasnya.

Ketiga terdakwa, yakni, Radiyasto, Darul Azli , dan Titin Indriani , saat diperiksa menyatakan proses pencairan kredit sudah sesuai prosedur dan memegang prinsip kehati-hatian.

Lantas, jaksa bertanya: “Apakah Anda menyesal?”
Menjawab pertanyaan jaksa, ketiganya mengatakan, mereka menyesal kenapa setelah melakukan seluruh prosedural pemberian kredit secara hati-hati, kok malah mereka dijadikan terdakwa. Dijawab seperti itu, jaksa hanya termangu. (far)

MEDAN- Saksi ahli perdata dari USU, Prof Tan Kamello, mengatakan mengkriminalisasikan suatu perjanjian dalam perbankan tidaklah wajar. Sebab bila dalam sebuah perjanjian terjadi masalah, maka seharusnya diselesaikan secara perjanjian.

“Jadi, jika terjadi persoalan pemberian kredit antara perbankan dengan nasabah, maka perkara hukumnya masuk dalam ranah perdata. Masalah di bank harus diselesaikan secara hukum korporasi. Dengan demikian, apabila pihak perbankan dan nasabah telah ada kesepakatan namun terjadi kredit macet, maka kedua belah pihak harus tunduk pada hukum perdata,” tegas Prof Tan Kamello, Dosen Fakultas Hukum USU, saat menjadi saksi ahli dalam perkara kredit tidak terpasang di BNI SKM Medan, di Pengadilan Tipikor Medan, Kamis (28/3).

Lebih lanjut Prof Tan Kamello mengatakan, saat Bank BUMN memberikan kredit kepada debitur, si nasabah tunduk kepada hukum perdata. “Apabila ada masalah, tidak langsung dibawa ke dalam pidana, karena persoalan kontrak-kontrak dalam BUMN ini hanyalah masalah perdata. Jadi harus diselesaikan dulu dari perdata, selanjutnya, RUPS akan minta pertanggungjawaban,” ujarnya.

Dosen FH USU itu melanjutkan, dalam mencairkan kredit, jika agunan yang dijadikan jaminan kredit belum ada akta jual beli, pihak perbankan masih dibenarkan mencairkan kredit, di mana ada syarat minimal yang harus dipenuhi. “Yang terpenting, ada syarat minimal yang telah di penuhi si nasabah. Apalagi nilai jaminan dalam kredit itu lebih besar. ” jelasnya.

Ia mengatakan, permasalahan perbankan sebelum dibawa ke ranah hukum pidana, norma-normanya harus diuji dahulu oleh lembaga perbankan. “Itu adalah keuangan korporasi. Tidak ada campur tangan keuangan negara. Jadi penegak hukum yang langsung membawa perkara itu ke dalam ranah pidana itu sudah salah. Ranah itu bukan ranah korupsi tapi absolut dalam ranah perdata. Karena perusahaan itu adalah BUMN,” ucapnya di hadapan majelis hakim yang diketuai Erwin Mangatas Malau.

Untuk jual beli tanah, jelasnya, sebelum ada balik nama namun sudah ada kesepakatan, maka jual beli itu sudah sah. “Jadi tinggal proses balik namanya saja. Begitupun, bila nanti dalam perjanjian itu, izin balik namanya tidak keluar dari BPN, itu hanya persoalan risiko bisnis dalam perbankan. Dalam hal pengalihan hak, itu harus melibatkan notaris. Lalu notaris mngeluarkan covernote, maka dalam lingkungan bank, covernote, itu sudah mengikat,” urainya.

Kemudian, dalam hal perjanjian jual beli objek milik pihak pertama ke pihak kedua, lalu penguasaan fisik telah di kuasai pihak kedua selaku pembeli. “Di sini telah terjadi proses balik nama dari penjual kepada pembeli. Maka dalam hukum perdata sudah menimbulkan hak dan kewajiban. Jadi si penjual tinggal menyerahkan. Asalkan hak dan kewajiban telah dipenuhi kedua belah pihak. Sudah disepakati harga, ada covernote dari notaris, pembayaran telah berlangsung,” katanya.

Mengenai pihak yang menjaminkan aset milik pihak lain sebagai agunan di sebuah bank, menurutnya itu dibolehkan. “Karena untuk sebuah jaminan, bukan hanya aset milik kita sendiri, memakai aset orang lain juga dibolehkan asal ada dasarnya. Seseorang yang mendapat kuasa untuk menjual suatu objek, lalu menjual kepada dirinya sendiri, juga boleh tergantung isi perjanjiannya,” ungkapnya.

Sementara saksi ahli tindak pidana khusus, Dr Mahmud Muliyadi mengatakan, masing-masing perbankan memiliki aturan tersendiri. Jika dalam sebuah perjanjian kredit tersebut dikatakan masuk dalam ranah korupsi, maka harus dibuktikan di mana letak kerugian negaranya. “Jika pembayaran kredit lancar, bagaimana menghitung kerugian negaranya?” jelasnya.

Ketiga terdakwa, yakni, Radiyasto, Darul Azli , dan Titin Indriani , saat diperiksa menyatakan proses pencairan kredit sudah sesuai prosedur dan memegang prinsip kehati-hatian.

Lantas, jaksa bertanya: “Apakah Anda menyesal?”
Menjawab pertanyaan jaksa, ketiganya mengatakan, mereka menyesal kenapa setelah melakukan seluruh prosedural pemberian kredit secara hati-hati, kok malah mereka dijadikan terdakwa. Dijawab seperti itu, jaksa hanya termangu. (far)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/