25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

SK Kepengurusan Suara USU Dicabut, Mahasiswa Gelar Unjukrasa

Bagus/sumut pos
UNJUKRASA: Solidaritas Mahasiswa Bersuara (Somber) USU unjukrasa di kampus terkait dicabutnya SK Kepengurusan Suara USU.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pencabutan surat keputusan (SK) Kepengurusan Lembaga Pres Mahasiswa, Suara USU oleh Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Runtung Sitepu menuai protes dari kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Bersuara (Somber) USU.

Atas hal itu, puluhan mahasiswa menggelar aksi unjukrasa di depan Sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Suara USU di Kampus USU, Kamis (28/3) siang. Unjukrasa itu, terkait dengan cerita pendek (Cerpen) berjudul ‘ketika semua menolak kehadiran diriku di dekatnya’.

“Rektor saat ini telah melakukan keputusan sepihak yang merugikan mahasiswa terutama pers mahasiswa dan ini merupakan persekusi. Kami mahasiswa yang kaum intelektual menolak keras persekusi yang ada di dalam kampus terhadap ide-ide baru dan kreatifitas,” teriak pimpinan aksi, Felix Cristiano.

Felix juga mengungkapkan, apa dilakukan pihak rektorat dinilai mengekang ekspresi dan kreasi mahasiswa. Untuk itu, massa meminta Runtung untuk mengembalikan posisi SK Suara USU seperti sebelumnya.

“Kami akan melakukan aksi selanjutnya dalam bentuk karya seni seperti puisi, aksi demonstrasi, panggung seni untuk menyuruh pihak rektorat mencabut SK. Kami tetap mendukung mahasiswa untuk berkreativitas di dalam pers mahasiswa,” tutur Felix dengan menggunakan alat pengeras suara.

Felix menambahkan, langkah tersebut merupakan bentuk otoriternya kampus sekaligus kegagalan dalam memahami arti kebebasan berekspresi, berkumpul dan menyampaikan pendapat.

“Pengekangan dan intervensi berlebihan seharusnya jauh dari kehidupan akademis yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Rektor (WR) I USU, Prof. Rosmayati mengatakan pencabutan SK Suara USU sudah dilakukan sesuai dengan prosedur. Kemudian, mengembalikan mahasiswa tersebut untuk belajar ke perkuliahan untuk memahami tulisan sastra yang benar dan tidak menuai polemik seperti ini.

“Kita sebagai dosen menganggap bahwa itu ada sesuatu hal yang harus diperbaiki. Pak rektor menyarankan anak-anak Suara belajar lagi ke kampus, tekuni bidang akademisnya, dan hal-hal lain terkait dengan yang perlu mereka lakukan misalnya etika, moralitas, karena itu ada di dalam visi USU tentang Bintang,” kata Rosmayati kepada wartawan di Kampus USU.

Rosmayati menjelaskan pihak rektorat USU bukan memecat kepengurusan Suara USU atau membredel. Namun, dikembalikan aktivitas perkuliah sebagai mahasiswa yang selama ini, mereka lakukan.

“Tidak ada niat untuk memberedel SUARA USU, dan tidak ada niat untuk memecat anak-anak Suara USU. Sekretariat itu sebenarnya karena anak-anak Suara USU itu sudah dikembalikan ke fakultas masing-masing,” kata ?Rosmayati.

Kemudian, ia mengungkapkan Rektor USU tetap mendukung dengan beroperasi Suara USU sebagai Lembaga Pers Mahasiswa dan UKM USU. Namun, dengan pengurusan yang baru dengan melakukan penjaringan dan prekrutan.

“Dan salah satunta juga kesepakatan pada saat kita diskusi dengan pak rektor dan Suara USU pada 25 Maret 2019, lalu dan itu salah satu item yang sudah disampaikan oleh pak rektor dengan anak-anak Suara USU dan pada saat itu anak-anak Suara USU tidak membantah mereka akan segera keluar,” tuturnya.

Rosmayati tidak melarang mahasiswa tersebut, melakukan aksi unjukrasa. Namun, aksi itu harus dilakukan secara tertib dan jangan sampai melakukan tindakan mengganggu aktivitas perkuliah hingga merusak fasilitas kampus.

“Sebagai intelektual harus bersikap santun dan beretika dengan baik. Itu saja. Saya kira mereka protes. Karena tidak tahu saja posisi masalah kita ini. saya kira kalau yang lain tahu sebenarnya memahami apa yang kita lakukan itu saya yakin mereka tidak akan protes karena pada saat kita mengambil kesimpulan ini kita sudah bersifat persuasif terlebih dahulu tapi mereka tetap bersikukuh bahwa keputusan mereka keputusan yang benar,” kata Rosmayati.

Langkah dilakukan pihak rektorat USU, menilai tulisan cerpen yang tulis Pimpinan Redaksi USU, Yael Stefani Sinaga? yang diunggah di suarausu.co . Dinilai tulisan itu, melegalkan LBGT dan mengandung unsur pronografi berdampak dengan protes masyarakat luas Kampus USU dan menjadi pusat perhatian publik.

“Kita sebagai orang tua melihat itu bukan sesuatu yang benar dan sesuatu yang harus diperbaiki. Itulah sebabnya kita kembalikan ke fakultas biar mereka memperbaiki diri sekaligus instropeksi diri sebenarnya apa yang mereka buat itu benar atau tidak,” pungkasnya. (gus/ila)

Bagus/sumut pos
UNJUKRASA: Solidaritas Mahasiswa Bersuara (Somber) USU unjukrasa di kampus terkait dicabutnya SK Kepengurusan Suara USU.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pencabutan surat keputusan (SK) Kepengurusan Lembaga Pres Mahasiswa, Suara USU oleh Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Runtung Sitepu menuai protes dari kalangan mahasiswa yang tergabung dalam Solidaritas Mahasiswa Bersuara (Somber) USU.

Atas hal itu, puluhan mahasiswa menggelar aksi unjukrasa di depan Sekretariat Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Suara USU di Kampus USU, Kamis (28/3) siang. Unjukrasa itu, terkait dengan cerita pendek (Cerpen) berjudul ‘ketika semua menolak kehadiran diriku di dekatnya’.

“Rektor saat ini telah melakukan keputusan sepihak yang merugikan mahasiswa terutama pers mahasiswa dan ini merupakan persekusi. Kami mahasiswa yang kaum intelektual menolak keras persekusi yang ada di dalam kampus terhadap ide-ide baru dan kreatifitas,” teriak pimpinan aksi, Felix Cristiano.

Felix juga mengungkapkan, apa dilakukan pihak rektorat dinilai mengekang ekspresi dan kreasi mahasiswa. Untuk itu, massa meminta Runtung untuk mengembalikan posisi SK Suara USU seperti sebelumnya.

“Kami akan melakukan aksi selanjutnya dalam bentuk karya seni seperti puisi, aksi demonstrasi, panggung seni untuk menyuruh pihak rektorat mencabut SK. Kami tetap mendukung mahasiswa untuk berkreativitas di dalam pers mahasiswa,” tutur Felix dengan menggunakan alat pengeras suara.

Felix menambahkan, langkah tersebut merupakan bentuk otoriternya kampus sekaligus kegagalan dalam memahami arti kebebasan berekspresi, berkumpul dan menyampaikan pendapat.

“Pengekangan dan intervensi berlebihan seharusnya jauh dari kehidupan akademis yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,” pungkasnya.

Sementara itu, Wakil Rektor (WR) I USU, Prof. Rosmayati mengatakan pencabutan SK Suara USU sudah dilakukan sesuai dengan prosedur. Kemudian, mengembalikan mahasiswa tersebut untuk belajar ke perkuliahan untuk memahami tulisan sastra yang benar dan tidak menuai polemik seperti ini.

“Kita sebagai dosen menganggap bahwa itu ada sesuatu hal yang harus diperbaiki. Pak rektor menyarankan anak-anak Suara belajar lagi ke kampus, tekuni bidang akademisnya, dan hal-hal lain terkait dengan yang perlu mereka lakukan misalnya etika, moralitas, karena itu ada di dalam visi USU tentang Bintang,” kata Rosmayati kepada wartawan di Kampus USU.

Rosmayati menjelaskan pihak rektorat USU bukan memecat kepengurusan Suara USU atau membredel. Namun, dikembalikan aktivitas perkuliah sebagai mahasiswa yang selama ini, mereka lakukan.

“Tidak ada niat untuk memberedel SUARA USU, dan tidak ada niat untuk memecat anak-anak Suara USU. Sekretariat itu sebenarnya karena anak-anak Suara USU itu sudah dikembalikan ke fakultas masing-masing,” kata ?Rosmayati.

Kemudian, ia mengungkapkan Rektor USU tetap mendukung dengan beroperasi Suara USU sebagai Lembaga Pers Mahasiswa dan UKM USU. Namun, dengan pengurusan yang baru dengan melakukan penjaringan dan prekrutan.

“Dan salah satunta juga kesepakatan pada saat kita diskusi dengan pak rektor dan Suara USU pada 25 Maret 2019, lalu dan itu salah satu item yang sudah disampaikan oleh pak rektor dengan anak-anak Suara USU dan pada saat itu anak-anak Suara USU tidak membantah mereka akan segera keluar,” tuturnya.

Rosmayati tidak melarang mahasiswa tersebut, melakukan aksi unjukrasa. Namun, aksi itu harus dilakukan secara tertib dan jangan sampai melakukan tindakan mengganggu aktivitas perkuliah hingga merusak fasilitas kampus.

“Sebagai intelektual harus bersikap santun dan beretika dengan baik. Itu saja. Saya kira mereka protes. Karena tidak tahu saja posisi masalah kita ini. saya kira kalau yang lain tahu sebenarnya memahami apa yang kita lakukan itu saya yakin mereka tidak akan protes karena pada saat kita mengambil kesimpulan ini kita sudah bersifat persuasif terlebih dahulu tapi mereka tetap bersikukuh bahwa keputusan mereka keputusan yang benar,” kata Rosmayati.

Langkah dilakukan pihak rektorat USU, menilai tulisan cerpen yang tulis Pimpinan Redaksi USU, Yael Stefani Sinaga? yang diunggah di suarausu.co . Dinilai tulisan itu, melegalkan LBGT dan mengandung unsur pronografi berdampak dengan protes masyarakat luas Kampus USU dan menjadi pusat perhatian publik.

“Kita sebagai orang tua melihat itu bukan sesuatu yang benar dan sesuatu yang harus diperbaiki. Itulah sebabnya kita kembalikan ke fakultas biar mereka memperbaiki diri sekaligus instropeksi diri sebenarnya apa yang mereka buat itu benar atau tidak,” pungkasnya. (gus/ila)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/