31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Dirubuhkan, Terlantar dan Dibiarkan Hancur

Medan Miliki 600 Bangunan Bersejarah

MEDAN-Sesuai Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1988, tentang bangunan bersejarah yang dilindungi di Kota Medan, tercatat ada sekitar 42 bangunan bersejarah yang dilindungi. Namun, menurut pakar, sejatinya jumlah bangunan bersejarah di Medan ada 600 unit. Dari ratusan bangunan itu banyak yang telah dirubuhkan atau terbiarkan hingga hancur.

TUA: Gedung PT London Sumatera (Lonsum)  Jalan A Yani, satu dari sekian gedung tua  masih terawat  Medan.
TUA: Gedung PT London Sumatera (Lonsum) di Jalan A Yani, satu dari sekian gedung tua yang masih terawat di Medan.

Terlepas dari ratusan bangunan tersebut, dari 42 bangunan yang dilindungi pun sudah ada dua bangunan bersejarah yang dirubuhkan dan mengubah bentuknya hingga menghilangkan nilai historis. Kedua bangunan bersejarah yang telah dirubuhkan yakni, kantor eks Bupati Deliserdang yang berada di Jalan Pemuda tepatnya depan Istana Maimun dan Rumah Sakit PTPN Jalan Putri Hijau.

“Kedua bangunan itu harusnya dilindungi sesuai Perda nomor 6 tahun 1988, namun pada kenyataannya saat ini, bangunan tersebut telah dirubuhkan dan sepertinya tidak ada yang mempersalahkan hal itu,” ujar Sekretaris Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) Unimed, Erond Damanik, saat ditemui di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.

Melihat kondisi itu, Erond sebagai sejarawan menyayangkan tindakan barbar sekelompok pihak yang tidak menghargai nilai sejarah di Kota Medan dan lebih mementingkan keuntungan finansial semata. Setidaknya, kata dia, ada sekitar 600 bangunan yang memiliki nilai bersejarah di Kota Medan. Namun karena bangunan tersebut tidak dilindungi oleh peraturan daerah, banyak di antaranya yang kini telah dirubuhkan atau tinggal menunggu rubuhnya karena tidak dirawat dan dijaga.

“Ada beberapa bangunan seperti Villa Kembar di Jalan Dipenogoro, bangunan villa ini sebelumnya ada empat bangunan dan kini tinggal dua. Selain itu Mega Eltra di Jalan Brigjen Katamso, Gedung Kerapatan Deli, Gedung Kereta Api Jalan Timor, Seng Hap Jalan Ahmad Yani, Waren Huis Jalan Hindu VII, serta sejumlah bangunan di Jalan Kesawan, dan banyak lagi lainnya yang telah dirubuhkan, atau bahkan dibiarkan telantar hingga hancur,” ujarnya.

Belum Dianggap Tempat Bersejarah

Ketidakpedulian terhadap aset sejarah menurut Erond, menunjukkan bahwa pemerintah tidak peduli dengan sebuah peradaban. Dalam kesempatan itu dirinya juga menguraikan bangunan-bangunan kolektif (collective Historical building) yang terdapat d Kota Medan yang semestinya mendapat perlindungan. Tetapi hingga kini belum dinyatakan sebagai tempat bersejarah.

Dikatakannya, setidaknya ada sekitar 15 bangunan kolektif bersejarah di Kota Medan (lihat grafis) serta bangunan berkelompok di beberapa lokasi lainnya. Namun hingga kini bangunan kolektif tersebut belum dinyatakan sebagai tempat bersejarah sehingga tidak dilindungi oleh Peraturan Daerah.

“Kita berharap dalam hal ini ada bentuk perhatian dan kepedulian dari pemerintah, akademisi, maupun sektor lainnya untuk bisa menjaga sejarah peradaban masa lalu di Kota Medan. Kalau bukan kita yang peduli dengan sejarah kita sendiri bagaimana kota ini bisa maju dan memahami nilai sebuah eradaban,” tegasnya diakhir. (uma)

Medan Miliki 600 Bangunan Bersejarah

MEDAN-Sesuai Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1988, tentang bangunan bersejarah yang dilindungi di Kota Medan, tercatat ada sekitar 42 bangunan bersejarah yang dilindungi. Namun, menurut pakar, sejatinya jumlah bangunan bersejarah di Medan ada 600 unit. Dari ratusan bangunan itu banyak yang telah dirubuhkan atau terbiarkan hingga hancur.

TUA: Gedung PT London Sumatera (Lonsum)  Jalan A Yani, satu dari sekian gedung tua  masih terawat  Medan.
TUA: Gedung PT London Sumatera (Lonsum) di Jalan A Yani, satu dari sekian gedung tua yang masih terawat di Medan.

Terlepas dari ratusan bangunan tersebut, dari 42 bangunan yang dilindungi pun sudah ada dua bangunan bersejarah yang dirubuhkan dan mengubah bentuknya hingga menghilangkan nilai historis. Kedua bangunan bersejarah yang telah dirubuhkan yakni, kantor eks Bupati Deliserdang yang berada di Jalan Pemuda tepatnya depan Istana Maimun dan Rumah Sakit PTPN Jalan Putri Hijau.

“Kedua bangunan itu harusnya dilindungi sesuai Perda nomor 6 tahun 1988, namun pada kenyataannya saat ini, bangunan tersebut telah dirubuhkan dan sepertinya tidak ada yang mempersalahkan hal itu,” ujar Sekretaris Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) Unimed, Erond Damanik, saat ditemui di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.

Melihat kondisi itu, Erond sebagai sejarawan menyayangkan tindakan barbar sekelompok pihak yang tidak menghargai nilai sejarah di Kota Medan dan lebih mementingkan keuntungan finansial semata. Setidaknya, kata dia, ada sekitar 600 bangunan yang memiliki nilai bersejarah di Kota Medan. Namun karena bangunan tersebut tidak dilindungi oleh peraturan daerah, banyak di antaranya yang kini telah dirubuhkan atau tinggal menunggu rubuhnya karena tidak dirawat dan dijaga.

“Ada beberapa bangunan seperti Villa Kembar di Jalan Dipenogoro, bangunan villa ini sebelumnya ada empat bangunan dan kini tinggal dua. Selain itu Mega Eltra di Jalan Brigjen Katamso, Gedung Kerapatan Deli, Gedung Kereta Api Jalan Timor, Seng Hap Jalan Ahmad Yani, Waren Huis Jalan Hindu VII, serta sejumlah bangunan di Jalan Kesawan, dan banyak lagi lainnya yang telah dirubuhkan, atau bahkan dibiarkan telantar hingga hancur,” ujarnya.

Belum Dianggap Tempat Bersejarah

Ketidakpedulian terhadap aset sejarah menurut Erond, menunjukkan bahwa pemerintah tidak peduli dengan sebuah peradaban. Dalam kesempatan itu dirinya juga menguraikan bangunan-bangunan kolektif (collective Historical building) yang terdapat d Kota Medan yang semestinya mendapat perlindungan. Tetapi hingga kini belum dinyatakan sebagai tempat bersejarah.

Dikatakannya, setidaknya ada sekitar 15 bangunan kolektif bersejarah di Kota Medan (lihat grafis) serta bangunan berkelompok di beberapa lokasi lainnya. Namun hingga kini bangunan kolektif tersebut belum dinyatakan sebagai tempat bersejarah sehingga tidak dilindungi oleh Peraturan Daerah.

“Kita berharap dalam hal ini ada bentuk perhatian dan kepedulian dari pemerintah, akademisi, maupun sektor lainnya untuk bisa menjaga sejarah peradaban masa lalu di Kota Medan. Kalau bukan kita yang peduli dengan sejarah kita sendiri bagaimana kota ini bisa maju dan memahami nilai sebuah eradaban,” tegasnya diakhir. (uma)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/