Sempat Tertahan Beberapa Pekan di Malaysia
MEDAN- Jenazah Ria Handayani (24) asal Sumut yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia tiba di Unit Bisnis Gudang dan Kargo (UBGK) Bandara Polonia Medan Rabu (28/11) pagi pukul 08.30 WIB.
Kedatangan jenazah warga Dusun II, Desa Bagan Serdang, Pantailabu, Deliserdang, yang sempat tertahan selama beberapa pekan Malaysia, disambut abang korban, Arif Mawardi (26) dan langsung memboyong jenazah tersebut dengan menggunakan mobil ambulans, ke kampung halamannya untuk dikebumikan secara Islam.
Berdasarkan manifest (surat keterangan) di UBGK Bandara Polonia Medan, Ria Handayani meninggal dunia terjatuh dari atas atau dari ketinggian gedung (Sepsis Secondary To Orthostatic Pneumonia Secondary To Head Injury Due To Fall From Height) pada 20 November 2012 di Pulau Pineng.
Dalam manifest tersebut tertera korban meninggal dengan kepala pecah dan kaki patah. Ibu satu anak ini dikabarkan baru satu minggu bekerja di Malaysia sebagai pembantu rumah tangga.
Peti jenazah korban diboyong dari Malaysia dengan menunmpang maskapai penerbangan Malaysia Air Lines MH 860. Keluarga korban sendiri enggan memberikan keterangan pada wartawan. “Jenazah langsung dibawa pulang ke rumah duka di Pantailabu untuk dikebumikan,” katanya.
Sementara itu, Kasie Penyidikan dan Penyelidikan Bea dan Cukai Bandara Polonia Medan mengaku, korban meninggal dunia karena terjatuh dari atas ketinggian. “Ini berdasarkan manifest yang kita peroleh,” ungkapnya.
Disambut Histeris Keluarga
Sementara itu, begitu jenazah Ria Handayani tiba di rumah duka Dusun II Desa Bagan Serdang Rabu (28/11) pukul 11.00 WIB, disambut jerit tangis yang histeris keluarga korban. Karena selama 8 hari keluarga menunggu jenazah korban dipulangkan.
Jenazah korban tiba dirumah duka dikemas dalam peti. Sebelumnya, sebelum korban menghembuskan nafas terakhirnya pada Selasa (20/11) lalu, korban sempat mendapatkan peratawan, 28 jahitan dikepalanya.
Bahkan korban dikabarkan sempat tidak sadarkan diri 7 hari selama dalam perawatan di rumah sakit di Penang. Sebelum dikebumikan, jenazah korban di salatkan di depan rumah korban. Warga berduyun-duyun mengantar proses pemakaman.
Bahkan saat peti jenazah dibuka untuk dikebumikan, Hendri (26), suami korban sempat jatuh pingsan. Teriakan histeris semakin kuat ketika pentugas makam membuka kain kafan yang menutupi wajah korban. Keluarga menjerit histeris menyaksikan wajah korban untuk terakhir kali itu.
Hendri, mengaku kepada wartawan, dia bersama korban berangkat ke Malaysia melalui agen bernama Muryati yang tinggal di Medan. Karena baru pertama menjadi TKI, Hendri dan korban tidak tahu jika Muryati memberangkatkan mereka ke negeri jiran dengan memakai paspor pelancong.
Awalnya, mereka tergiur dengan tawaran Muryati untuk bekerja di Malaysia dengan gaji tinggi. Untuk itu merekapun memberi uang pada Muryati sebesar Rp3 juta untuk mengurus paspor.
Sementara keberangkatan mereka ke Malaysia melalui Tanjungbalai. “Saya berangkat malam. Isteri saya (korban) berangkat siang (ke Malaysia). Namun kami masih bertemu di Tanjungbalai,” jelas Hendri memulai kisah mereka.
Saat di Penang (Malaysia), Hendri dan korban berpisah. Karena Hendri dipekerjakan sebagai pemasang pipa di Kuala Lumpur. Sementara isterinya bekerja sebagai cleaning service (petugas kebersihan) di Penang.
Sejak saat itu, handphone (HP) milik korban dirampas majikannya sehingga mereka tidak dapat berkomunikasi dan tidak mengetahui kabar masing-masing.
Tiga hari bekerja sebagai cleaning service, korban meminta kepada agen agar dipindahkan. Selanjutnya korban bekerja sebagai pembantu rumah tangga sekaligus bekerja di sarang burung walet milik majikannya.
“Setelah tiga minggu berada di Penang, barulah kami dapat berkomunikasi. Isteri saya menceritakan pekerjaannya dari mulai cleaning service yang sering turun naik tangga hingga dipekerjakan di sarang burung walet,” kata Hendri.
Tidak tahan dipekerjakan, korban meminta Hendri untuk menjemputnya. Namun agen yang memberangkatkan mereka memberikan alamat yang salah kepada Hendri. (jon/btr)