27 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Kebanjiran Order dari Aceh dan Padang

Berkah Tahun Baru Bagi Pedagang Terompet

Menjelang malam pergantian tahun, tentu saja terompet menjadi incaran masyarakat untuk lebih memeriahkan perayaan tersebut. Tak terkecuali para pedagang musiman. Bagi mereka, moment ini membawa berkah dan dimanfaatkan untuk memperoleh rezeki.

Farida Noris Ritonga, Medan

Sepekan memasuki malam pergantian tahun, para pedagang terompet mulai menjamur di Kota Medan. Seperti di kawasan Jalan SM Raja Medan, para pedagang terompet menggelar lapak dagangannya sejak dini hari. Seorang pedagang terompet, Sri (60) warga Jalan Pelopor yang ditemui Sumut Pos, mengaku tingkat pemesanan terhadap terompet naik hingga 60 persen.

“Di sinilah kita manfaatkan untuk mengais rezeki. Suami saya bekerja sebagai tukang becak. Jadi, dari pada di rumah, mendingan saya jualan terompet untuk membantu ekonomi keluarga juga. Memang tingkat pemesanan semakin naik, apalagi saat pergantian tahun nanti. Warga pasti berburu terompet untuk memeriahkannya. Saya senang jadi pedagang terompet, ada kepuasan tersendiri sambil melihat orang-orang membeli dagangan saya,” ujar Sri, Rabu (28/12).

Wanita yang sudah 11 tahun menjadi pedagang terompet ini mengaku, terompet tersebut dibuat sendiri dengan bentuk yang bervariasi dan harga terjangkau. Untuk bentuk ular, kupu-kupu dan naga dijual seharga Rp15 ribu. Sedangkan bentuk terompet yang biasa dan berukuran kecil seharga Rp3 ribu hingga Rp7 ribu.

“Harganya sangat terjangkau dan bentuknya juga unik, banyak pilihannya. Saya buat sendiri di rumah. Membuatnya juga nggak susah. Hanya modal ketekunan saja. Untuk bahan-bahan yang diperoleh juga gampang seperti karton, lem, kertas kado. Membuatnya bertahap dan dari satu bulan lalu, memang sudah saya persiapkan,” katanya.

Menurutnya setiap pergantian tahun, dirinya dapat membuat 3 ribu hingga 5 ribu terompet. Pemesanan terhadap terompet yang dibuatnya pun terus berdatangan. Tak jarang dirinya kebanjiran order dari luar kota seperti Aceh, Padang, Asahan, Tebingtinggi, hingga Tapanuli Selatan.

“Alhamdulillah banyak yang mesan. Apalagi dari luar kota. Jadi sejak pagi dari pukul 06.30 WIB saya sudah buka kios sampai dini hari. Sama seperti pedagang terompet lainnya, saya tinggal di kios ini. Nggak mungkin terompetnya kita bawa pulang ke rumah, takutnya rusak. Kalau hujan juga nggak masalah, jadi semuanya sudah dipersiapkan,” jelasnya.

Mengenai banyaknya pedagang terompek yang menjajakan dagangannya di kawasan tersebut, bagi Sri bukan menjadi masalah. Karena rezeki sudah diatur oleh Tuhan. Maka kualitas terompet buatannya semakin ditingkatkan.

“Di kawasan ini saya sudah 11 tahun menjadi pedagang terompet musiman. Sudah nyaman jualan di sini. Namanya juga persaingan usaha. Rezeki masing-masing orang sudah diatur oleh Tuhan. Jadi nggak perlu takut dagangan kita nggak habis. Tapi sejauh ini dagangan terompet buatan saya selalu habis. Paling bersisa 100 buah saja. Sisanya kita simpan untuk perayaan tahun baru atau hari besar lainnya,” urai Sri.

Sambungnya, uang yang diperoleh dari penjualan tersebut digunakan untuk biaya masa tuanya dengan sang suami. “Uangnya disimpan untuk masa tua kita dan biaya kesehatan saya dengan suami. Saya juga harus membantu perekonomian keluarga. Maklumlah, suami saya hanya tukang becak. Jadi saya juga harus bantu-bantu suami. Kalau tahun baru telah berlalu, saya jadi ibu rumah tangga lagi. Makanya moment ini sangat kita manfaatkan,” bebernya. (*)

Berkah Tahun Baru Bagi Pedagang Terompet

Menjelang malam pergantian tahun, tentu saja terompet menjadi incaran masyarakat untuk lebih memeriahkan perayaan tersebut. Tak terkecuali para pedagang musiman. Bagi mereka, moment ini membawa berkah dan dimanfaatkan untuk memperoleh rezeki.

Farida Noris Ritonga, Medan

Sepekan memasuki malam pergantian tahun, para pedagang terompet mulai menjamur di Kota Medan. Seperti di kawasan Jalan SM Raja Medan, para pedagang terompet menggelar lapak dagangannya sejak dini hari. Seorang pedagang terompet, Sri (60) warga Jalan Pelopor yang ditemui Sumut Pos, mengaku tingkat pemesanan terhadap terompet naik hingga 60 persen.

“Di sinilah kita manfaatkan untuk mengais rezeki. Suami saya bekerja sebagai tukang becak. Jadi, dari pada di rumah, mendingan saya jualan terompet untuk membantu ekonomi keluarga juga. Memang tingkat pemesanan semakin naik, apalagi saat pergantian tahun nanti. Warga pasti berburu terompet untuk memeriahkannya. Saya senang jadi pedagang terompet, ada kepuasan tersendiri sambil melihat orang-orang membeli dagangan saya,” ujar Sri, Rabu (28/12).

Wanita yang sudah 11 tahun menjadi pedagang terompet ini mengaku, terompet tersebut dibuat sendiri dengan bentuk yang bervariasi dan harga terjangkau. Untuk bentuk ular, kupu-kupu dan naga dijual seharga Rp15 ribu. Sedangkan bentuk terompet yang biasa dan berukuran kecil seharga Rp3 ribu hingga Rp7 ribu.

“Harganya sangat terjangkau dan bentuknya juga unik, banyak pilihannya. Saya buat sendiri di rumah. Membuatnya juga nggak susah. Hanya modal ketekunan saja. Untuk bahan-bahan yang diperoleh juga gampang seperti karton, lem, kertas kado. Membuatnya bertahap dan dari satu bulan lalu, memang sudah saya persiapkan,” katanya.

Menurutnya setiap pergantian tahun, dirinya dapat membuat 3 ribu hingga 5 ribu terompet. Pemesanan terhadap terompet yang dibuatnya pun terus berdatangan. Tak jarang dirinya kebanjiran order dari luar kota seperti Aceh, Padang, Asahan, Tebingtinggi, hingga Tapanuli Selatan.

“Alhamdulillah banyak yang mesan. Apalagi dari luar kota. Jadi sejak pagi dari pukul 06.30 WIB saya sudah buka kios sampai dini hari. Sama seperti pedagang terompet lainnya, saya tinggal di kios ini. Nggak mungkin terompetnya kita bawa pulang ke rumah, takutnya rusak. Kalau hujan juga nggak masalah, jadi semuanya sudah dipersiapkan,” jelasnya.

Mengenai banyaknya pedagang terompek yang menjajakan dagangannya di kawasan tersebut, bagi Sri bukan menjadi masalah. Karena rezeki sudah diatur oleh Tuhan. Maka kualitas terompet buatannya semakin ditingkatkan.

“Di kawasan ini saya sudah 11 tahun menjadi pedagang terompet musiman. Sudah nyaman jualan di sini. Namanya juga persaingan usaha. Rezeki masing-masing orang sudah diatur oleh Tuhan. Jadi nggak perlu takut dagangan kita nggak habis. Tapi sejauh ini dagangan terompet buatan saya selalu habis. Paling bersisa 100 buah saja. Sisanya kita simpan untuk perayaan tahun baru atau hari besar lainnya,” urai Sri.

Sambungnya, uang yang diperoleh dari penjualan tersebut digunakan untuk biaya masa tuanya dengan sang suami. “Uangnya disimpan untuk masa tua kita dan biaya kesehatan saya dengan suami. Saya juga harus membantu perekonomian keluarga. Maklumlah, suami saya hanya tukang becak. Jadi saya juga harus bantu-bantu suami. Kalau tahun baru telah berlalu, saya jadi ibu rumah tangga lagi. Makanya moment ini sangat kita manfaatkan,” bebernya. (*)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/