MEDAN- Keanekaragaman pangan lokal di Indonesia belum tergali secara keseluruhan. Akibatnya, sumber pangan ini belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Anggota Dewan Pangan Kota Medan yang juga ahli diverifikasi pangan, Prof DR Posman Sibuea menyampaikan sebagai wujud memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi masyarakat, khususnya di Kota Medan. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kota Medan mensosialisasikan pangan beragam, bergizi, berimbang dan aman.
Dia menerangkan, sesuai UU No.7/1996 menyatakan pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak azasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas untuk melaksanakan pembangunan.
“Setiap orang berhak atas pangan yang aman, bebas pencemaran biologis, kimia dan benda lain yang merugikan kesehatan manusia,” sebutnya.
Di aturan lainnya, yakni Perpres No.22/2009 tentang kebijakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal. Anjuran mengkonsumi panganan lokal itu juga diatur dalam Permen Pertanian No.43/2009.
“Sekarang ini saatnya keseimbangan panganan antara beras dengan pangan lokal yang memiliki gizi,” katanya, Selasa (28/6).
Posman menyebutkan, panganan lokal yang dimaksudkan itu seperti jagung, sagu, singkong dan ubi jalar. Pangan lokal ini dikenal memiliki gizi yang sama dengan beras.
Kepala BKP Kota Medan, Ir Eka R Yanti Danil MM mengatakan, sebenarnya ketersediaan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia cukup banyak untuk dijadikan sumber pangan. Hal itu sesuai dengan analisis pola konsumsi pangan masyarakat di Kota Medan, kelompok pangan padi-padian sebesar 1333,8 kkal/kap/hari atau setara 66,69 persen dari anjuran PPh hanya sebesar 50 persen, sementara konsumsi kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan analisis di bawah anjuran, masing-masing 2,24 persen dan 4,59 persen dari anjuran 5 persen dan 6 persen.
“Makan itu tak mesti konsumsi beras, tapi ada sumber pangan lainnya seperti jagung, singkong, sagu dan pangan lainnya,” sebutnya.
Namun, sebutnya untuk konsumsi pangan lokal seperti jagung, sinkong dan sagu itu mesti ada pengolahan yang baik dan bersih. Karena tanpa diolah tentunya makanan itu tak bisa langsung dikonsumsi. “Sekarang ini sangat penting pangan lokal didekatkan pada sisi teknologi,” imbuhnya. (ril)