25.6 C
Medan
Sunday, June 2, 2024

Penderita Daging Tumbuh 30 Kilogram: Terima Kasih dr Wahyono dan BPJS Kesehatan

PASIEN: Andriadi Putra, penderita daging tumbuh berbobot sekitar 30 kg lebih saat dirawat di RSK Bedah Accuplast, Medan, beberapa waktu lalu.
PASIEN: Andriadi Putra, penderita daging tumbuh berbobot sekitar 30 kg lebih saat dirawat di RSK Bedah Accuplast, Medan, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Andriadi Putra, penderita daging tumbuh dengan bobot sekitar 30 kilogram (kg) lebih yang tumbuh pada beberapa bagian tubuhnya, merupakan satu dari banyak orang yang merasakan manfaat atau keuntungan menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Sebab, pemuda berusia 33 tahun ini tak memikirkan lagi biaya perawatan dan operasi pengangkatan daging tumbuhnya yang diperkirakan mencapai seratusan juta rupiah di Rumah Sakit Khusus (RSK) Bedah Accuplast, Medan karena sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Warga Jalan Pancing Gang Karya Bakti, Kecamatan Medan Tembung Kota Medan ini dirawat selama 11 hari sejak Senin (8/6), dan dioperasi pada Rabu (10/6). Namun, daging tumbuh yang diangkat belum seluruhnya karena tidak bisa sekaligus. Meski begitu, anak kedua dari lima bersaudara ini sangat bersyukur dan berterima kasih kepada BPJS Kesehatan lantaran kondisinya sudah jauh lebih baik.

“Terima kasih kepada BPJS Kesehatan. Kalau saya tidak jadi peserta, saya tidak tahu bagaimana membayar biaya perawatan dan operasi? Sementara, kondisi ekonomi keluarga pas-pasan. Terima kasih juga kepada pihak rumah sakit dan semua pihak yang telah banyak membantu saya. Tanpa bantuan mereka juga, saya tidak tahu bagaimana menghadapi penyakit tumor ini,” ujar Andriadi ditemui di rumahnya baru-baru ini.

Ia menjelaskan, daging tumbuh seberat 30 kg lebih tersebut menggantung di dada, perut dan wajah sebelah kanan. Di bagian wajah, tumbuh hingga ke dagu dan menjulur sampai ke perut. Sedangkan pada bagian dada dan perut, menggantung hingga pangkal paha. Selain itu, tumbuh juga di sekujur tubuh tetapi berupa benjolan. “Paling berat bobotnya di dada dan wajah karena sampai menggantung. Nah, yang berhasil dioperasi di dada dengan berat sekira 20 kg lebih,” terangnya.

Andriadi menceritakan, penyakit tersebut dialaminya sejak bayi. Semula keluarga mengira sebagai tanda lahir karena hanya benjolan kecil seperti kutil di bagian pipi kanan, dada kanan dan perut. Seiring bertambahnya usia dan pertumbuhan badan, daging tumbuh mulai membesar. “Kelas 5 SD daging itu mulai membesar. Tumbuhnya, bersamaan di pipi, dada dan perut. Setelah itu, terus tumbuh dan mulai menggantung setelah tamat sekolah (SMK Al Fattah Medan) hingga bekerja,” tuturnya.

Lantaran semakin membesar, Andriadi terpaksa berhenti bekerja menjadi pegawai showroom sepeda motor bekas karena mulai mengeluhkan sakit. Soalnya, daging tumbuh terserbut kulitnya tipis sehingga terkena benda mudah luka. “Gampang terluka dengan sendirinya karena kulitnya terlalu tipis. Kalau berdarah sudah luka, darahnya mengucur terus sehingga membuat saya lemas dan demam,” ucapnya.

Menurut dia, bila sudah berdarah, tidak dilakukan pengobatan.dan dibiarkan berhenti sendiri. Masalahnya, jika diberi betadin maka daging tumbuh tersebut justru bernanah. “Sudah sering saya diajak ibu untuk berobat ke rumah sakit, tetapi saya enggak mau karena kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan. Makanya, diobati sendiri aja,” tuturnya.

Singkat cerita, kata Andriadi, datang seorang dokter bernama Wahyono ke rumahnya untuk menjenguk. Dokter itu tahu setelah viral di media sosial yang diposting oleh keluarganya. “Bagaikan malaikat, dokter Wahyono datang ke rumah saya menjenguk. Setelah itu, membawa saya ke rumah sakit untuk dioperasi,” terangnya.

Ia mengaku, selama dirawat di rumah sakit pelayanan yang diberikan sebagai peserta BPJS Kesehatan merasa seperti kelas VIP. “Pelayanan yang diberikan sangat baik, dokter dan perawatnya bekerja dengan maksimal. Bahkan, ada juga petugas BPJS Kesehatan yang datang untuk memastikan pelayanan di rumah sakit,” tandas Andriadi.

Erida Sri Andriani (51) ibu Andriadi sangat bersyukur karena anaknya memiliki kartu BPJS Kesehatan. Sejak tahun 2014, anaknya terdaftar sebagai peserta Kelas III Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). “Untunglah ada BPJS Kesehatan, bisa diandalkan. Coba kalau tidak, enggak tahu lagilah bagaimana membayar biaya operasi dan perawatan,” ungkapnya.

Dikatakan Erida, awalnya khawatir terkendala biaya ketika anaknya dirawat dan akan dioperasi di RSK Bedah Accuplast. Terlebih, suaminya, Ismed (58), sudah tak bekerja di perusahaan swasta. “Kalau sudah dirawat di rumah sakit, biayanya pasti mahal. Sementara, suami saya sudah enggak bekerja lagi karena sakit dan saya hanya ibu rumah tangga. Makanya, sempat ragu mau bawa ke rumah sakit,” ujarnya.

Walau begitu, lanjut ibu lima anak ini, ia dan suaminya memberanikan diri membawa anak putranya ke RSK Bedah Accuplast pada Senin (8/6). Hal itu berkat bantuan dan dorongan dari dokter Wahyono yang datang ke rumah sembari menjenguk. “Dokter Wahyono ini datang ke rumah paginya sebelum dibawa ke rumah sakit. Dokter tersebut memberi pengertian agar Andriadi segera dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Namun, keluarga khawatir terkendala persoalan biaya. Tapi, dia meyakinkan keluarga tidak perlu khawatir soal biaya karena menjadi peserta BPJS Kesehatan,” sebut Erida.

Setelah sampai di RSK Bedah Accuplast dengan menggunakan ambulans, sambung Erida, Andriadi langsung diarahkan ke ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Selanjutnya, dipindahkan ke ruang Intensive Care Unit (ICU). “Sempat juga masih terpikir biayanya, tapi dokter di rumah sakit meminta saya untuk enggak usah khawatir karena menjadi peserta BPJS Kesehatan,” katanya. Selama di rumah sakit, Erida mengaku hanya mengeluarkan biaya untuk kebutuhan makan dan ongkos. “Biaya perawatan anak sudah ditanggung BPJS Kesehatan,” tambah Erida.

Sementara itu, Direktur Utama RSK Bedah Accuplast, dr Retno Sari Dewi mengatakan, operasi pengangkatan daging tumbuh di tubuh Andriadi membutuhkan proses atau bertahap. Artinya, tidak bisa hanya satu kali. “Operasi pertama berjalan lancar, daging tumbuh di dadanya sudah berhasil diangkat pada Rabu (10/6). Saat ini, pasien tersebut telah dibolehkan pulang sejak tanggal 17 Juni tetapi tetap kontrol,” ujarnya.

Retno menyebutkan,daging tumbuh yang berhasil dioperasi beratnya sekitar 20 kg lebih. Selanjutnya, akan dilakukan operasi tahap kedua untuk mengangkat pada bagian wajah sebelah kanan seberat 10 kg lebih. “Operasi tahap kedua menyusul yang diperkirakan sekitar 3 sampai 6 bulan ke depan,” cetusnya.

Ia menuturkan, terkait biaya operasi dan perawatan pasien sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan karena terdaftar sebagai peserta. Pun begitu, Retno enggan membeberkan secara gamblang berapa biayanya. “Biaya tidak ada persoalan, pasien merupakan peserta BPJS Kesehata,” imbuhnya.

Terpisah, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut-Aceh, Mariamah mengatakan, biaya pelayanan kesehatan pasien tersebut ditanggung BPJS Kesehatan, sesuai dengan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). “Seluruh peserta sepanjang pelayanannya sesuai indikasi medis dan kemudian juga sesuai dengan kelas rawatan hak pasien, maka tidak akan ada biaya apapun yang dikeluarkan,” kata Mariamah.

Dia menyatakan rumah sakit tersebut telah melayani peserta BPJS Kesehatan dengan baik. Setelah ini, pasien akan ada operasi lagi dan kontrol ulang kondisi kesehatannya. Untuk itu, diharapkan agar rutin kontrol demi kondisi kesehatannya. “Pasien ini nantinya akan diusulkan bukan lagi peserta mandiri, melainkan peserta segmen PB-Pemda (Penerima Bantuan-Pemerintah Daerah). Artinya, didaftarkan menjadi peserta PB-Pemda, sehingga iurannya ditanggung Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,” paparnya.

Lebih jauh Mariamah mengatakan, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur mengenai penyesuaian besaran iuran peserta program JKN-KIS. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah menjalankan putusan Mahkamah Agung. “Perlu diketahui juga, Perpres yang baru ini telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di DPR RI, khususnya dari para anggota Komisi IX untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta PBPU dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III,” paparnya.

Diterangkan Mariamah, besaran iuran JKN-KIS peserta PBPU dan BP pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2020 mengikuti Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yaitu Rp160.000 untuk Kelas I, Rp110.000 untuk Kelas II, Rp42.000 untuk Kelas III. Sedangkan pada bulan April, Mei, dan Juni 2020, besaran iurannya mengikuti Perpres Nomor 82 Tahun 2018 yaitu Rp80.000 untuk Kelas I, Rp51.000 untuk Kelas II, dan Rp25.500 untuk Kelas III. “Per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta PBPU dan BP disesuaikan menjadi Rp150.000 Kelas I, Rp100.000 Kelas II, dan Rp42.000 untuk kelas III,” pungkasnya. (ris/azw)

PASIEN: Andriadi Putra, penderita daging tumbuh berbobot sekitar 30 kg lebih saat dirawat di RSK Bedah Accuplast, Medan, beberapa waktu lalu.
PASIEN: Andriadi Putra, penderita daging tumbuh berbobot sekitar 30 kg lebih saat dirawat di RSK Bedah Accuplast, Medan, beberapa waktu lalu.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Andriadi Putra, penderita daging tumbuh dengan bobot sekitar 30 kilogram (kg) lebih yang tumbuh pada beberapa bagian tubuhnya, merupakan satu dari banyak orang yang merasakan manfaat atau keuntungan menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Sebab, pemuda berusia 33 tahun ini tak memikirkan lagi biaya perawatan dan operasi pengangkatan daging tumbuhnya yang diperkirakan mencapai seratusan juta rupiah di Rumah Sakit Khusus (RSK) Bedah Accuplast, Medan karena sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Warga Jalan Pancing Gang Karya Bakti, Kecamatan Medan Tembung Kota Medan ini dirawat selama 11 hari sejak Senin (8/6), dan dioperasi pada Rabu (10/6). Namun, daging tumbuh yang diangkat belum seluruhnya karena tidak bisa sekaligus. Meski begitu, anak kedua dari lima bersaudara ini sangat bersyukur dan berterima kasih kepada BPJS Kesehatan lantaran kondisinya sudah jauh lebih baik.

“Terima kasih kepada BPJS Kesehatan. Kalau saya tidak jadi peserta, saya tidak tahu bagaimana membayar biaya perawatan dan operasi? Sementara, kondisi ekonomi keluarga pas-pasan. Terima kasih juga kepada pihak rumah sakit dan semua pihak yang telah banyak membantu saya. Tanpa bantuan mereka juga, saya tidak tahu bagaimana menghadapi penyakit tumor ini,” ujar Andriadi ditemui di rumahnya baru-baru ini.

Ia menjelaskan, daging tumbuh seberat 30 kg lebih tersebut menggantung di dada, perut dan wajah sebelah kanan. Di bagian wajah, tumbuh hingga ke dagu dan menjulur sampai ke perut. Sedangkan pada bagian dada dan perut, menggantung hingga pangkal paha. Selain itu, tumbuh juga di sekujur tubuh tetapi berupa benjolan. “Paling berat bobotnya di dada dan wajah karena sampai menggantung. Nah, yang berhasil dioperasi di dada dengan berat sekira 20 kg lebih,” terangnya.

Andriadi menceritakan, penyakit tersebut dialaminya sejak bayi. Semula keluarga mengira sebagai tanda lahir karena hanya benjolan kecil seperti kutil di bagian pipi kanan, dada kanan dan perut. Seiring bertambahnya usia dan pertumbuhan badan, daging tumbuh mulai membesar. “Kelas 5 SD daging itu mulai membesar. Tumbuhnya, bersamaan di pipi, dada dan perut. Setelah itu, terus tumbuh dan mulai menggantung setelah tamat sekolah (SMK Al Fattah Medan) hingga bekerja,” tuturnya.

Lantaran semakin membesar, Andriadi terpaksa berhenti bekerja menjadi pegawai showroom sepeda motor bekas karena mulai mengeluhkan sakit. Soalnya, daging tumbuh terserbut kulitnya tipis sehingga terkena benda mudah luka. “Gampang terluka dengan sendirinya karena kulitnya terlalu tipis. Kalau berdarah sudah luka, darahnya mengucur terus sehingga membuat saya lemas dan demam,” ucapnya.

Menurut dia, bila sudah berdarah, tidak dilakukan pengobatan.dan dibiarkan berhenti sendiri. Masalahnya, jika diberi betadin maka daging tumbuh tersebut justru bernanah. “Sudah sering saya diajak ibu untuk berobat ke rumah sakit, tetapi saya enggak mau karena kondisi ekonomi keluarga yang pas-pasan. Makanya, diobati sendiri aja,” tuturnya.

Singkat cerita, kata Andriadi, datang seorang dokter bernama Wahyono ke rumahnya untuk menjenguk. Dokter itu tahu setelah viral di media sosial yang diposting oleh keluarganya. “Bagaikan malaikat, dokter Wahyono datang ke rumah saya menjenguk. Setelah itu, membawa saya ke rumah sakit untuk dioperasi,” terangnya.

Ia mengaku, selama dirawat di rumah sakit pelayanan yang diberikan sebagai peserta BPJS Kesehatan merasa seperti kelas VIP. “Pelayanan yang diberikan sangat baik, dokter dan perawatnya bekerja dengan maksimal. Bahkan, ada juga petugas BPJS Kesehatan yang datang untuk memastikan pelayanan di rumah sakit,” tandas Andriadi.

Erida Sri Andriani (51) ibu Andriadi sangat bersyukur karena anaknya memiliki kartu BPJS Kesehatan. Sejak tahun 2014, anaknya terdaftar sebagai peserta Kelas III Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU). “Untunglah ada BPJS Kesehatan, bisa diandalkan. Coba kalau tidak, enggak tahu lagilah bagaimana membayar biaya operasi dan perawatan,” ungkapnya.

Dikatakan Erida, awalnya khawatir terkendala biaya ketika anaknya dirawat dan akan dioperasi di RSK Bedah Accuplast. Terlebih, suaminya, Ismed (58), sudah tak bekerja di perusahaan swasta. “Kalau sudah dirawat di rumah sakit, biayanya pasti mahal. Sementara, suami saya sudah enggak bekerja lagi karena sakit dan saya hanya ibu rumah tangga. Makanya, sempat ragu mau bawa ke rumah sakit,” ujarnya.

Walau begitu, lanjut ibu lima anak ini, ia dan suaminya memberanikan diri membawa anak putranya ke RSK Bedah Accuplast pada Senin (8/6). Hal itu berkat bantuan dan dorongan dari dokter Wahyono yang datang ke rumah sembari menjenguk. “Dokter Wahyono ini datang ke rumah paginya sebelum dibawa ke rumah sakit. Dokter tersebut memberi pengertian agar Andriadi segera dibawa ke rumah sakit untuk dioperasi. Namun, keluarga khawatir terkendala persoalan biaya. Tapi, dia meyakinkan keluarga tidak perlu khawatir soal biaya karena menjadi peserta BPJS Kesehatan,” sebut Erida.

Setelah sampai di RSK Bedah Accuplast dengan menggunakan ambulans, sambung Erida, Andriadi langsung diarahkan ke ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD). Selanjutnya, dipindahkan ke ruang Intensive Care Unit (ICU). “Sempat juga masih terpikir biayanya, tapi dokter di rumah sakit meminta saya untuk enggak usah khawatir karena menjadi peserta BPJS Kesehatan,” katanya. Selama di rumah sakit, Erida mengaku hanya mengeluarkan biaya untuk kebutuhan makan dan ongkos. “Biaya perawatan anak sudah ditanggung BPJS Kesehatan,” tambah Erida.

Sementara itu, Direktur Utama RSK Bedah Accuplast, dr Retno Sari Dewi mengatakan, operasi pengangkatan daging tumbuh di tubuh Andriadi membutuhkan proses atau bertahap. Artinya, tidak bisa hanya satu kali. “Operasi pertama berjalan lancar, daging tumbuh di dadanya sudah berhasil diangkat pada Rabu (10/6). Saat ini, pasien tersebut telah dibolehkan pulang sejak tanggal 17 Juni tetapi tetap kontrol,” ujarnya.

Retno menyebutkan,daging tumbuh yang berhasil dioperasi beratnya sekitar 20 kg lebih. Selanjutnya, akan dilakukan operasi tahap kedua untuk mengangkat pada bagian wajah sebelah kanan seberat 10 kg lebih. “Operasi tahap kedua menyusul yang diperkirakan sekitar 3 sampai 6 bulan ke depan,” cetusnya.

Ia menuturkan, terkait biaya operasi dan perawatan pasien sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan karena terdaftar sebagai peserta. Pun begitu, Retno enggan membeberkan secara gamblang berapa biayanya. “Biaya tidak ada persoalan, pasien merupakan peserta BPJS Kesehata,” imbuhnya.

Terpisah, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah Sumut-Aceh, Mariamah mengatakan, biaya pelayanan kesehatan pasien tersebut ditanggung BPJS Kesehatan, sesuai dengan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). “Seluruh peserta sepanjang pelayanannya sesuai indikasi medis dan kemudian juga sesuai dengan kelas rawatan hak pasien, maka tidak akan ada biaya apapun yang dikeluarkan,” kata Mariamah.

Dia menyatakan rumah sakit tersebut telah melayani peserta BPJS Kesehatan dengan baik. Setelah ini, pasien akan ada operasi lagi dan kontrol ulang kondisi kesehatannya. Untuk itu, diharapkan agar rutin kontrol demi kondisi kesehatannya. “Pasien ini nantinya akan diusulkan bukan lagi peserta mandiri, melainkan peserta segmen PB-Pemda (Penerima Bantuan-Pemerintah Daerah). Artinya, didaftarkan menjadi peserta PB-Pemda, sehingga iurannya ditanggung Pemerintah Provinsi Sumatera Utara,” paparnya.

Lebih jauh Mariamah mengatakan, pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang mengatur mengenai penyesuaian besaran iuran peserta program JKN-KIS. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah telah menjalankan putusan Mahkamah Agung. “Perlu diketahui juga, Perpres yang baru ini telah memenuhi aspirasi masyarakat seperti yang disampaikan wakil-wakil rakyat di DPR RI, khususnya dari para anggota Komisi IX untuk memberikan bantuan iuran bagi peserta PBPU dan Bukan Pekerja (BP) Kelas III,” paparnya.

Diterangkan Mariamah, besaran iuran JKN-KIS peserta PBPU dan BP pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2020 mengikuti Perpres Nomor 75 Tahun 2019 yaitu Rp160.000 untuk Kelas I, Rp110.000 untuk Kelas II, Rp42.000 untuk Kelas III. Sedangkan pada bulan April, Mei, dan Juni 2020, besaran iurannya mengikuti Perpres Nomor 82 Tahun 2018 yaitu Rp80.000 untuk Kelas I, Rp51.000 untuk Kelas II, dan Rp25.500 untuk Kelas III. “Per 1 Juli 2020, iuran JKN-KIS bagi peserta PBPU dan BP disesuaikan menjadi Rp150.000 Kelas I, Rp100.000 Kelas II, dan Rp42.000 untuk kelas III,” pungkasnya. (ris/azw)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/