Sidang dugaan korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Tapanuli Selatan (Tapsel) 2005, dengan terdakwa mantan Sekda Tapsel Rahudman Harahap, telah memasuki babak akhir. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan menjadwalkan akan menjatuhkan putusan pada Kamis, 15 Agustus 2013 mendatang.
“Setelah di musyawarahkan, kami berkesimpulan akan membacakan putusan kepada terdakwa pada 15 Agustus mendatang. Berarti sehabis lebaran,” ujar majelis hakim yang diketuai Sugianto serta dua hakim anggota masing-masing SB Hutagalung dan Ahmad Jauhari, Senin (29/7) di ruang utama Pengadilan Tipikor Medan.
Dalam persidangan itu, tim penasihat hukum Rahudman Harahap menyatakan tetap padan nota pembelaan (pledoi) mereka, serta menolak semua tuntutan dan replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) atau tanggapan atas pembelaan terdakwa. Pernyataan itu disampaikan penasehat hukum (PH) terdakwa dalam duplik yang disampaikan secara lisan menanggapi replik JPU.
“Terhadap replik penuntut umum, kami sampaikan duplik secara lisan. Kami tetap pada nota pembelaan kami, karena itu kami menolak semua tuntutan dan replik penuntut umum,” kata Julisman, salah seorang PH terdakwa.
Usai sidang, Julisman mengatakan, pihaknya memutuskan menyampaikan duplik secara lisan dan tidak tertulis karena menilai replik JPU hanya pengulangan dari surat tuntutan yang telah disampaikan pada sidang 18 Juli 2013 lalu. “Tidak ada hal penting dalam replik penuntut umum yang perlu kami tanggapi lagi, semuanya hanya pengulangan tuntutan saja,” ungkapnya.
Karena tetap pada pembelaannya, penasehat hukum terdakwa meminta majelis hakim membebaskan terdakwa dari semua dakwaan JPU baik dakwaan primair, subsidair dan lebih subsidair. Sebab, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, yakni dari keterangan para saksi dan bukti-bukti lainnya, terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.
Sementara JPU dalam repliknya menyatakan tetap menuntut terdakwa dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp480,8 juta subsider 2 tahun kurungan. Uang pengganti yang harus dibayar Rahudman tersebut, merupakan sisa dari total kerugian negara versi JPU sebesar Rp2,071 miliar. Pada sidang perkara serupa dengan terdakwa Amrin Tambunan, telah ada pengembalian kerugian negara sebesar Rp1,59 miliar.
JPU Dwi Aries Sudarto dkk dari Kejaksaan Tinggi Sumut (Kejatisu) juga meminta majelis memutuskan untuk menolak seluruh nota pembelaan terdakwa, dan menyatakan surat tuntutan atas nama terdakwa Rahudman Harahap sudah sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan. “Kami dari penuntut umum tetap pada tuntutan pidana yang telah dibacakan pada hari Kamis, 18 Juli 2013,” tegas JPU.
Sebelumnya, dalam nota pembelaannya, PH terdakwa menyatakan Rahudman tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan JPU, baik dalam dakwaan primair, subsidair atau lebih subsidair.
Pasalnya, berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dari keterangan saksi, baik saksi fakta maupun saksi ahli disertai dengan bukti-bukti surat lainnya, PH terdakwa menilai permintaan panjar kerja yang di dalamnya termasuk dana TPAPD tahun 2005, yang dilakukan terdakwa selaku Pengguna Anggaran (PA) di Sekretariat Daerah (Setda) Tapsel, sebelum APBD disahkan dapat dibenarkan. Apalagi, permintaan yang dilakukan terdakwa tersebut sudah sesuai dengan prosedur dan mekanisme pengeluaran dan pengelolaan keuangan daerah.
Selain itu, dana TPAPD adalah merupakan Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa yang formasinya telah ditetapkan untuk tiap-tiap daerahnya yang dapat dipersamakan dengan gaji bagi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Berhubung kepala desa berikut perangkatnya tersebut bukanlah seorang PNS, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal 49 ayat (2) Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) No. 29 Tahun 2002, maka dana TPAPD tersebut dapat dimintakan untuk dicairkan sebelum APBD disahkan.
Oleh karena itu, mereka berpendapat, tindakan terdakwa yang mengajukan Surat Perintah Pembayaran-Pengisian Kas (SPP-PK) untuk tanggal 6 Januari 2005 dan tanggal 13 April 2005 yang didalamnya termasuk panjar kerja untuk dana TPAPD 2005 Triwulan I dan II adalah dibenarkan menurut ketentuan hukum yang berlaku khsusnya tentang peraturan pengelolaan keuangan daerah.
PH terdakwa juga mengatakan, dari fakta hukum di persidangan dari keterangan saksi-saksi maupun keterangan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut disebutkan, terjadinya kerugian keuangan daerah dalam penyaluran dana TPAPD tahun 2005 sebesar Rp1.590.944.500 adalah dikarenakan tidak disalurkannya oleh Amrin Tambunan selaku pemegang kas kepada Kabag Pemerintahan Desa untuk sebagian dana TPAPD Triwulan III dan seluruh Triwulan IV.
Berdasarkan fakta tersebut, PH terdakwa menegaskan terjadinya kerugian negara tersebut saat Rahudman Harahap sudah tidak menjabat Sekda Tapsel lagi karena telah mengundurkan diri pada 25 April 2005, sehingga secara hukum kerugian negara tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada terdakwa Rahudman Harahap.
Namun, PH terdakwa menilai, JPU dalam tuntutannya telah berupaya menggiring agar terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan tindakan manifulatif dalam menguraikan fakta-fakta dalam tuntutannya, di antaranya adanya fakta baru tentang kerugian keuangan negara dalam penyaluran dana TPAPD Tahun 2005 tersebut diluar dari hasil audit yang telah dilakukan BPKP Sumut. Bila JPU berpendapat kerugian negara diluar hasil audit BPKP tersebut, seharusnya JPU terlebih dahulu melakukan penyidikan terhadap hal tersebut dan bukan langsung membawa perkara ini untuk disidangkan di pengadilan. (far)