25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

FSPMI Tuntut UMP Rp2,8 Juta

Ilustrasi UMP

MEDAN, SUMUTPOSĀ – Elemen buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara, meminta agar Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar Rp2,8 juta. Mereka menolak keras usulan Dewan Pengupahan Sumut atas UMP senilai Rp2.303.403, yang sudah disampaikan ke gubernur.

Aspirasi tersebut mereka sampaikan saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (29/10) siang. Sebelum menggelar demo, sejumlah pengurus FSPMI sempat berdialog langsung dengan Gubsu Edy Rahmayadi, usai Salat Zuhur di Masjid Agung Medan. ā€œKenyataannya apa? Miris kita mendengar jawaban gubernur, bahwa dia tidak tahu-menahu mengenai upah. Dan dia bilang, ngapai pula demo-demo segala,ā€ teriak Ketua DPW FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo memakai pengeras suara diatas mobil komando.Pihaknya menegaskan, menolak upah murah yang diberikan kepada kaum buruh di Indonesia termasuk Sumut.

Menurut Willy, Presiden Joko Widodo mesti memenuhi janjinya untuk ā€œTri Layakā€, yakni kerja layak, upah layak dan hidup layak bagi kaum buruh indonesia. ā€œSampai sekarang Jokowi tak berani mencabut PP 78/2015 tentang Pengupahan, yang sudah membuat buruh di Indonesia termasuk Sumut mendapatkan upah murah,ā€ katanya yang disambut teriakan massa meminta agar PP tersebut dicabut pemerintah. ā€œUMP Sumut harus naik menjadi Rp2,8 juta. Jakarta kenapa bisa hingga Rp3,2 juta lebih, apa bedanya Sumut dengan DKI,ā€ sambung Willy.

UMP 2019 yang akan ditetapkan sesuai PP 78/2015 dan naik sebesar 8,03% seperti surat edaran menteri Tenaga Kerja, dinilai Willy, sebagai kenaikan upah terendah sepanjang sejarah Jokowi berkuasa. ā€œKebijakan ini jelas merugikan dan berpotensi memisahkan pekerja/buruh dan keluarganya. Karena upah pekerja/buruh Indonesia saat ini masih tergolong sangat murah, kalah jauh dibandingkan dengan upah pekerja/buruh di negara-negara kecil di ASEAN seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Filipina bahkan Vietnam. Hanya beda tipis dengan upah buruh di Kamboja, Laos maupun Myanmar,ā€ katanya.

Sekretaris FSPMI Sumut Tony Rickson Silalahi menambahkan, kehadiran PP 78 tak sebanding dengan kondisi saat ini seperti sulitnya lapangan kerja, maraknya terjadi PHs, Sistem kerja perbudakan (outsourching, kontrak, harian lepas dan borongan) yang semakin merajalela serta kenaikan harga barang yang semakin mahal. ā€œUntuk itu kami juga meminta agar tarif listrik, BBM, sembako dan lain sebagainya dapat diturunkan sehingga upah yang kami peroleh dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga kami. Kepada Pak Edy selaku gubernur yang didukung penuh kaum buruh termasuk FSPMI, kiranya dapat memperjuangkan aspirasi kami ini,ā€ harapnya.

Amatan di lapangan, massa FSPMI yang berunjuk rasa jumlahnya hanya sekitar 50 orang. Mereka menyampaikan aspirasi secara tertib dan tidak sampai menyebabkan kemacetan arus lalu lintas. Pun demikian, massa buruh berjanji pada Senin depan akan menggelar aksi serupa dengan estimasi massa yang lebih banyak lagi, jika tuntutan dan aspirasi mereka tak diindahkan Pemprovsu. Aksi tersebut juga mendapat pengawalan ketat pihak kepolisian, yang sejak pagi hari sudah stand by berada di kantor Gubsu. Bahkan sejumlah kendaraan untuk mengantisipasi kerusuhan massa, terlihat sudah dikerahkan di halaman parkir kantor tersebut.

Ilustrasi UMP

MEDAN, SUMUTPOSĀ – Elemen buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara, meminta agar Upah Minimum Provinsi (UMP) 2019 sebesar Rp2,8 juta. Mereka menolak keras usulan Dewan Pengupahan Sumut atas UMP senilai Rp2.303.403, yang sudah disampaikan ke gubernur.

Aspirasi tersebut mereka sampaikan saat berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumut, Jalan Pangeran Diponegoro Medan, Senin (29/10) siang. Sebelum menggelar demo, sejumlah pengurus FSPMI sempat berdialog langsung dengan Gubsu Edy Rahmayadi, usai Salat Zuhur di Masjid Agung Medan. ā€œKenyataannya apa? Miris kita mendengar jawaban gubernur, bahwa dia tidak tahu-menahu mengenai upah. Dan dia bilang, ngapai pula demo-demo segala,ā€ teriak Ketua DPW FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo memakai pengeras suara diatas mobil komando.Pihaknya menegaskan, menolak upah murah yang diberikan kepada kaum buruh di Indonesia termasuk Sumut.

Menurut Willy, Presiden Joko Widodo mesti memenuhi janjinya untuk ā€œTri Layakā€, yakni kerja layak, upah layak dan hidup layak bagi kaum buruh indonesia. ā€œSampai sekarang Jokowi tak berani mencabut PP 78/2015 tentang Pengupahan, yang sudah membuat buruh di Indonesia termasuk Sumut mendapatkan upah murah,ā€ katanya yang disambut teriakan massa meminta agar PP tersebut dicabut pemerintah. ā€œUMP Sumut harus naik menjadi Rp2,8 juta. Jakarta kenapa bisa hingga Rp3,2 juta lebih, apa bedanya Sumut dengan DKI,ā€ sambung Willy.

UMP 2019 yang akan ditetapkan sesuai PP 78/2015 dan naik sebesar 8,03% seperti surat edaran menteri Tenaga Kerja, dinilai Willy, sebagai kenaikan upah terendah sepanjang sejarah Jokowi berkuasa. ā€œKebijakan ini jelas merugikan dan berpotensi memisahkan pekerja/buruh dan keluarganya. Karena upah pekerja/buruh Indonesia saat ini masih tergolong sangat murah, kalah jauh dibandingkan dengan upah pekerja/buruh di negara-negara kecil di ASEAN seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Filipina bahkan Vietnam. Hanya beda tipis dengan upah buruh di Kamboja, Laos maupun Myanmar,ā€ katanya.

Sekretaris FSPMI Sumut Tony Rickson Silalahi menambahkan, kehadiran PP 78 tak sebanding dengan kondisi saat ini seperti sulitnya lapangan kerja, maraknya terjadi PHs, Sistem kerja perbudakan (outsourching, kontrak, harian lepas dan borongan) yang semakin merajalela serta kenaikan harga barang yang semakin mahal. ā€œUntuk itu kami juga meminta agar tarif listrik, BBM, sembako dan lain sebagainya dapat diturunkan sehingga upah yang kami peroleh dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga kami. Kepada Pak Edy selaku gubernur yang didukung penuh kaum buruh termasuk FSPMI, kiranya dapat memperjuangkan aspirasi kami ini,ā€ harapnya.

Amatan di lapangan, massa FSPMI yang berunjuk rasa jumlahnya hanya sekitar 50 orang. Mereka menyampaikan aspirasi secara tertib dan tidak sampai menyebabkan kemacetan arus lalu lintas. Pun demikian, massa buruh berjanji pada Senin depan akan menggelar aksi serupa dengan estimasi massa yang lebih banyak lagi, jika tuntutan dan aspirasi mereka tak diindahkan Pemprovsu. Aksi tersebut juga mendapat pengawalan ketat pihak kepolisian, yang sejak pagi hari sudah stand by berada di kantor Gubsu. Bahkan sejumlah kendaraan untuk mengantisipasi kerusuhan massa, terlihat sudah dikerahkan di halaman parkir kantor tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/