28.9 C
Medan
Thursday, June 20, 2024

DPRDSU Dukung Revisi Permen KP 71/2016, Pusat Diminta Adil kepada Nelayan

Zeira Salim Ritonga

MEDAN, SUMUTPOS.CO – DPRD Sumatera Utara mendukung rencana revisi Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 71/2016 tentang Alat Tangkap Nelayan. Meski demikian, sebelum nanti membuat kebijakan pemerintah pusat diingatkan lebih arif terhadap nasib kaum nelayan.

“Kita akan mendorong setiap peningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan. Tapi tentunya juga kita perlu waspada terhadap kepentingan kelompok. Jangan ada revisi (Permen KP 71) itu sampai blunder nantinya,” kata Wakil Ketua Komisi B DPRDSU, Zeira Salim Ritonga menjawab Sumut Pos, Minggu (29/12).

Pihaknya menyatakan dukungan atas aspirasi masyarakat yang bekerja di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion, Belawan, dimana meminta menteri segera merivisi Permen KP 71/2016.

Menurutnya, polemik dari aturan tersebut sudah bertahun-tahun terjadi di Indonesia termasuk Sumut. Bahkan di Sumut, suara kaum nelayan selalu terdengar keras mengenai alat tangkap tersebut, tatkala berdemonstrasi di gedung DPRDSU maupun kantor Gubsu.

“Saya kira aspirasi nelayan untuk hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam lagi. Namun di satu sisi juga jangan sampai menghancurkan ekosistem laut kita,” katanya.

Gubsu Edy Rahmayadi menyatakan siap menindaklanjuti regulasi dari pusat untuk diterapkan di Sumut. Namun sebelum sampai ke sana, ia terlebih dahulu akan mengkaji kebutuhan alat tangkap yang cocok bagi nelayan di wilayah ini.

“Nanti kita uji. Kita kaji. Kita libatkan ahli yang kompeten dibidangnya. Sebab tak bisa juga mendadak dicabut, bubar nanti di sini. Kalau memang pusat mau bikin seperti itu dan mengizinkan daerah, ya kita bikin perda. Demi rakyat kita ini,” tegasnya usai menghadiri Hari Nusantara ke-20 di Belawan baru-baru ini.

Menurut Gubsu, kondisi geografis laut di Sumut dengan wilayah lain berbeda. Termasuk potensi perikanan yang ada di laut. Karenanya dia mau sebelum menemui Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), mesti dikaji dulu soal kebutuhan alat tangkap yang cocok bagi nelayan di Sumut.

“Potensi kelautan dan perikanan ditiap provinsi kan berbeda ini. Contoh di Sulawesi, beda kondisi geografis lautnya dengan kita. Ini yang saya mau harus jelas, jangan maunya masing-masing,” tegasnya.

Begitupun soal pukat trawl yang menurutnya berbeda permasalahan dan dinamika yang dialami oleh nelayan di Indonesia termasuk Sumut. Pihaknya juga akan mengkaji sebelum bertemu dengan KKP nantinya. “Jangan pula sampai pukat trawl ini ditiadakan, tak taunya ikan ini tak cukup. Ini yang harus kita kaji.

Atau kalau memang cukup dengan nelayan ini, tetapi kecil pendapatan si nelayan nanti. Memang ada persoalan, hingga ikan kecil ditangkap dalam jaring. Nanti kita pikirkan jenis jaringnya,” ujar mantan Pangkostrad dan Pangdam I/BB ini.

Pekerja di PPSB Gabion, Belawan sebelumnya mendesak menteri untuk merivisi Permen KP 71/2016. Pasalnya, 27 ribu pekerja di Gabion terancam akan kehilangan pekerjaan. Sebab, masyarakat yang tergantung mata pencaharian dari alat tangkap tersebut dilarang ada 10 ribu pekerja, tenaga gudang ada 3 ribu orang dan pekerja unit pengolahan ikan ada 6 ribu pekerja serta 8 ribu tenaga kerja lainnya, seperti pengolahan es batangan, BBM, pedagang ikan dan petugas kebersihan.

“Kami sangat mendukung menteri KKP mervisi peraturan itu. Kalau sempat peraturan itu tetap diterapkan, akan berdampak ekonomi dan sosial. Sehingga melumpuhkan perekonomian nelayan dan pekerja di Gabion Belawan,” ungkap seorang pekerja, Ricky, Kamis (26/12).

Dijelaskannya, ada sekitar 27 ribu pekerja di Gabion Belawan. Apabila Permen KP 17/2016 tidak disikapi oleh pemerintah, akan membuat masyarakat nelayan turun ke jalan meminta peraturan tersebut direvisi. “Kami minta peraturan itu segera dikaji, kapal-kapal di Gabion Belawan umumnya menangkap ikan di luat di zona 12 mil ke atas. Jadi, tidak merusak habitat laut di pinggiran,” ungkapnya. (prn/ila)

Zeira Salim Ritonga

MEDAN, SUMUTPOS.CO – DPRD Sumatera Utara mendukung rencana revisi Peraturan Menteri Kelautan Perikanan Nomor 71/2016 tentang Alat Tangkap Nelayan. Meski demikian, sebelum nanti membuat kebijakan pemerintah pusat diingatkan lebih arif terhadap nasib kaum nelayan.

“Kita akan mendorong setiap peningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya nelayan. Tapi tentunya juga kita perlu waspada terhadap kepentingan kelompok. Jangan ada revisi (Permen KP 71) itu sampai blunder nantinya,” kata Wakil Ketua Komisi B DPRDSU, Zeira Salim Ritonga menjawab Sumut Pos, Minggu (29/12).

Pihaknya menyatakan dukungan atas aspirasi masyarakat yang bekerja di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan (PPSB) Gabion, Belawan, dimana meminta menteri segera merivisi Permen KP 71/2016.

Menurutnya, polemik dari aturan tersebut sudah bertahun-tahun terjadi di Indonesia termasuk Sumut. Bahkan di Sumut, suara kaum nelayan selalu terdengar keras mengenai alat tangkap tersebut, tatkala berdemonstrasi di gedung DPRDSU maupun kantor Gubsu.

“Saya kira aspirasi nelayan untuk hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam lagi. Namun di satu sisi juga jangan sampai menghancurkan ekosistem laut kita,” katanya.

Gubsu Edy Rahmayadi menyatakan siap menindaklanjuti regulasi dari pusat untuk diterapkan di Sumut. Namun sebelum sampai ke sana, ia terlebih dahulu akan mengkaji kebutuhan alat tangkap yang cocok bagi nelayan di wilayah ini.

“Nanti kita uji. Kita kaji. Kita libatkan ahli yang kompeten dibidangnya. Sebab tak bisa juga mendadak dicabut, bubar nanti di sini. Kalau memang pusat mau bikin seperti itu dan mengizinkan daerah, ya kita bikin perda. Demi rakyat kita ini,” tegasnya usai menghadiri Hari Nusantara ke-20 di Belawan baru-baru ini.

Menurut Gubsu, kondisi geografis laut di Sumut dengan wilayah lain berbeda. Termasuk potensi perikanan yang ada di laut. Karenanya dia mau sebelum menemui Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), mesti dikaji dulu soal kebutuhan alat tangkap yang cocok bagi nelayan di Sumut.

“Potensi kelautan dan perikanan ditiap provinsi kan berbeda ini. Contoh di Sulawesi, beda kondisi geografis lautnya dengan kita. Ini yang saya mau harus jelas, jangan maunya masing-masing,” tegasnya.

Begitupun soal pukat trawl yang menurutnya berbeda permasalahan dan dinamika yang dialami oleh nelayan di Indonesia termasuk Sumut. Pihaknya juga akan mengkaji sebelum bertemu dengan KKP nantinya. “Jangan pula sampai pukat trawl ini ditiadakan, tak taunya ikan ini tak cukup. Ini yang harus kita kaji.

Atau kalau memang cukup dengan nelayan ini, tetapi kecil pendapatan si nelayan nanti. Memang ada persoalan, hingga ikan kecil ditangkap dalam jaring. Nanti kita pikirkan jenis jaringnya,” ujar mantan Pangkostrad dan Pangdam I/BB ini.

Pekerja di PPSB Gabion, Belawan sebelumnya mendesak menteri untuk merivisi Permen KP 71/2016. Pasalnya, 27 ribu pekerja di Gabion terancam akan kehilangan pekerjaan. Sebab, masyarakat yang tergantung mata pencaharian dari alat tangkap tersebut dilarang ada 10 ribu pekerja, tenaga gudang ada 3 ribu orang dan pekerja unit pengolahan ikan ada 6 ribu pekerja serta 8 ribu tenaga kerja lainnya, seperti pengolahan es batangan, BBM, pedagang ikan dan petugas kebersihan.

“Kami sangat mendukung menteri KKP mervisi peraturan itu. Kalau sempat peraturan itu tetap diterapkan, akan berdampak ekonomi dan sosial. Sehingga melumpuhkan perekonomian nelayan dan pekerja di Gabion Belawan,” ungkap seorang pekerja, Ricky, Kamis (26/12).

Dijelaskannya, ada sekitar 27 ribu pekerja di Gabion Belawan. Apabila Permen KP 17/2016 tidak disikapi oleh pemerintah, akan membuat masyarakat nelayan turun ke jalan meminta peraturan tersebut direvisi. “Kami minta peraturan itu segera dikaji, kapal-kapal di Gabion Belawan umumnya menangkap ikan di luat di zona 12 mil ke atas. Jadi, tidak merusak habitat laut di pinggiran,” ungkapnya. (prn/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/