25.1 C
Medan
Tuesday, June 18, 2024

Fee Penyaluran Migor Disetor ke Pemprovsu

MEDAN- Dua terdakwa penyaluran minyak goreng (migor) subsidi untuk keluarga kurang mampu di Kabupaten Batubara kembali menjalin persidangan. Pada kesempatan itu terungkap, hasil penyelewengan anggaran disalurkan ke sejumlah pejabat Pemprovsu dan penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).

Kedua terdakwa yang hadir yakni mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Batubara, Mengadar Marpaung dan Direktur UD Sahabat Sejati Sumardi.

Terdakwa tersebut disidangkan secara bersamaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)  Medan, Senin (30/1). Dihadapan Ketua majelis hakim, Denin Lumbantobing dan Jaksa Penuntut Umum, Netti Silaen.

Netti menyatakan, terdakwa Sumardi tidak menyalurkan migor subsidi tersebut ke 7 kecamatan di Kabupaten Batubara tak sesuai prosedur yang ada, akibatnya ditemukan kerugian negara.

Ungkapan tersebut, diakui Sumardi. Dia menyebutkan, dirinya terlibat menyalurkan migor tahap dua dan tiga. Dalam pendistribusiannya, migor seharusnya disalurkan sebanyak 261.740 liter kepada masyarakat di Kabupaten Batubara.

Tapi, dia menyebutkan, sebagai pihak ketiga dari Disperindag Kabupaten Batubara, dirinya bertugas menyalurkan migor sebanyak 50.273 liter. Hal tersebut diakibatkan harga migor dari pabrik mengalami penurunan. Sedangkan, Juli hingga Agustus harga minyak goreng di pabrik dihargai sebesar Rp11 ribu, tapi pada bulan September harganya sudah turun menjadi Rp7 ribu.

“Tujuan program penyaluran minyak goreng bermanfaat untuk menstabilkan harga, jika harga stabil tak mungkin lagi disalurkan. Karena rekanan bisa termakan harga modal sebab kami beli Rp11 ribu per liternya,” ujarnya.

Dia mengatakan, migor yang disalurkan ke warga tersebut didapatkan dari Edi Wijaya seorang pengusaha migor di Kota Medan. Sementara itu, pihaknya hanya menunggu di Kabupaten Batubara. Tapi, sistemnya dalam pengadaan migor itu, uang harus dibayarkan terlebih dahulu. Kemudian, Disperindag baru membeli migor untuk segera disalurkan.

“Saya memang ada pegang uang Rp200 juta lebih, tapi uang setiap hasil penjualan migor subsidi dibagi-bagikan ke Pemprovsu, jumlahnya sekitar Rp157 juta dan dana itu diserahkan ke Benny Samosir untuk fee ke pejabat Pemprovsu di Disperindag Sumut,” katanya.

Sementara itu terdakwa Mangadar Marpaung, mengaku harga migor bersubsdi tersebut dijual kepada warga kurang mampu sebesar Rp2.500 per liter. Migor subsidi ini disalurkan  oleh dua rekanan, pada tahap pertama yakni pada 2007 disalurkan oleh Koperasi Sawit Sejahtera dan sifatnya penunjukkan langsung tanpa melalui verifikasi.

Sedangkan untuk pembayarannya, sebutnya dibayarkan langsung oleh Pemprovsu melalui Disperindag Sumut.

“Saya tidak tahu mulainya, berarti saya ditokohi dalam pelaksanannya tidak saya, namun penandatangan tetap dilakukan. Pencairan uang juga tidak mempunyai berita acara, dokumen lain juga tidak ada tapi uangnya cair,” sebutnya yang duduk di sebelah Sumardi.

Dia juga mengakui, dirinya tidak ada menerima apapun, baik itu uang ataupun minyak goreng. Tapi, secara pribadi menitipkan uang sebesar Rp30 juta diserahkan ke Sumardi. Uang tersebut sebenarnya untuk menutupi kekurangan pembayaran uang migor.

Lebih lanjut, dia menyebutkan ada uang sebesar Rp75 juta yang diserahkan Sumardi kepadanya, dan uang tersebut sebagai fee. Tapi, uangnya sudah dikembalikan ke Sumardi.

“Saya ada memang menyerahkan uang ke penyidik jaksa sebesar Rp30 juta,” sebutnya.(rud)

MEDAN- Dua terdakwa penyaluran minyak goreng (migor) subsidi untuk keluarga kurang mampu di Kabupaten Batubara kembali menjalin persidangan. Pada kesempatan itu terungkap, hasil penyelewengan anggaran disalurkan ke sejumlah pejabat Pemprovsu dan penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).

Kedua terdakwa yang hadir yakni mantan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Batubara, Mengadar Marpaung dan Direktur UD Sahabat Sejati Sumardi.

Terdakwa tersebut disidangkan secara bersamaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)  Medan, Senin (30/1). Dihadapan Ketua majelis hakim, Denin Lumbantobing dan Jaksa Penuntut Umum, Netti Silaen.

Netti menyatakan, terdakwa Sumardi tidak menyalurkan migor subsidi tersebut ke 7 kecamatan di Kabupaten Batubara tak sesuai prosedur yang ada, akibatnya ditemukan kerugian negara.

Ungkapan tersebut, diakui Sumardi. Dia menyebutkan, dirinya terlibat menyalurkan migor tahap dua dan tiga. Dalam pendistribusiannya, migor seharusnya disalurkan sebanyak 261.740 liter kepada masyarakat di Kabupaten Batubara.

Tapi, dia menyebutkan, sebagai pihak ketiga dari Disperindag Kabupaten Batubara, dirinya bertugas menyalurkan migor sebanyak 50.273 liter. Hal tersebut diakibatkan harga migor dari pabrik mengalami penurunan. Sedangkan, Juli hingga Agustus harga minyak goreng di pabrik dihargai sebesar Rp11 ribu, tapi pada bulan September harganya sudah turun menjadi Rp7 ribu.

“Tujuan program penyaluran minyak goreng bermanfaat untuk menstabilkan harga, jika harga stabil tak mungkin lagi disalurkan. Karena rekanan bisa termakan harga modal sebab kami beli Rp11 ribu per liternya,” ujarnya.

Dia mengatakan, migor yang disalurkan ke warga tersebut didapatkan dari Edi Wijaya seorang pengusaha migor di Kota Medan. Sementara itu, pihaknya hanya menunggu di Kabupaten Batubara. Tapi, sistemnya dalam pengadaan migor itu, uang harus dibayarkan terlebih dahulu. Kemudian, Disperindag baru membeli migor untuk segera disalurkan.

“Saya memang ada pegang uang Rp200 juta lebih, tapi uang setiap hasil penjualan migor subsidi dibagi-bagikan ke Pemprovsu, jumlahnya sekitar Rp157 juta dan dana itu diserahkan ke Benny Samosir untuk fee ke pejabat Pemprovsu di Disperindag Sumut,” katanya.

Sementara itu terdakwa Mangadar Marpaung, mengaku harga migor bersubsdi tersebut dijual kepada warga kurang mampu sebesar Rp2.500 per liter. Migor subsidi ini disalurkan  oleh dua rekanan, pada tahap pertama yakni pada 2007 disalurkan oleh Koperasi Sawit Sejahtera dan sifatnya penunjukkan langsung tanpa melalui verifikasi.

Sedangkan untuk pembayarannya, sebutnya dibayarkan langsung oleh Pemprovsu melalui Disperindag Sumut.

“Saya tidak tahu mulainya, berarti saya ditokohi dalam pelaksanannya tidak saya, namun penandatangan tetap dilakukan. Pencairan uang juga tidak mempunyai berita acara, dokumen lain juga tidak ada tapi uangnya cair,” sebutnya yang duduk di sebelah Sumardi.

Dia juga mengakui, dirinya tidak ada menerima apapun, baik itu uang ataupun minyak goreng. Tapi, secara pribadi menitipkan uang sebesar Rp30 juta diserahkan ke Sumardi. Uang tersebut sebenarnya untuk menutupi kekurangan pembayaran uang migor.

Lebih lanjut, dia menyebutkan ada uang sebesar Rp75 juta yang diserahkan Sumardi kepadanya, dan uang tersebut sebagai fee. Tapi, uangnya sudah dikembalikan ke Sumardi.

“Saya ada memang menyerahkan uang ke penyidik jaksa sebesar Rp30 juta,” sebutnya.(rud)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/