29 C
Medan
Monday, July 1, 2024

Pembangunan Gedung Pusdiklat dan Pesantren Buddhis Sigalovada Diprotes karena Diduga Serobot Lahan Milik PT ATIL

M IDRIS/sumu tpos
RDP: Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi D Medan, terkait pembangunan Gedung Pusdiklat dan Pesantren Buddhis Sigalovada. di Jalan Perak, Kebun Sayur, Kota Bangun, Medan Deli, diprotes lantaran diduga menyerobot lahan tanpa izin milik PT Alam Tamanindo Indah Lestari (ATIL), Rabu (30/1). 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pembangunan Gedung Pusdiklat dan Pesantren Buddhis Sigalovada di Jalan Perak, Kebun Sayur, Kota Bangun, Medan Deli, diprotes. Pasalnya, pembangunan gedung tersebut diduga menyerobot lahan tanpa izin milik PT Alam Tamanindo Indah Lestari (ATIL).

Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat yang digelar Komisi D DPRD Medan bersama pihak PT ATIL di gedung dewan, Rabu (30/1). Namun, dalam rapat yang dipimpin Sekretaris Komisi D, Ilhamsyah bersama dua anggota, Ahmad Arif dan Paul Mei Anton Simanjuntak, tidak dihadiri pihak Yayasan Pubbarama Center selaku pengelola Pesantren Buddhis Sigalovada.

Menurut Humas dan Internal PT ATIL, Boasa Simanjuntak, pada Februari 2018 lalu diketahui ada pekerjaan pembangunan Gedung Pusdiklat dan Pesantren Buddhis Sigalovada di lahan perusahaan tersebut seluas 51 hektare lebih oleh seorang yang bernama Suwardi (pengawas lahan). Dengan adanya pekerjaan itu, pihaknya menemui kepala lingkungan setempat (Lingkungan VII) Kota Bangun untuk mempertanyakan.

“Dari pertemuan itu, diputuskan untuk menyurati Dinas Perkim-PR Medan. Dinas tersebut lalu menindaklanjuti dan mengeluarkan surat peringatan kepada pihak Yayasan Pubbarama Center, untuk menghentikan pembangunan dan mengurus izinnya pada Agustus 2018. Namun, sampai tiga kali dilayangkan (surat peringatan) ternyata tak kunjung diresponm,” ungkap Boasa.

Lantaran tak diindahkan surat peringatan yang dilayangkan, sambung Boasa, maka Dinas Perkim-PR mengeluarkan surat tertanggal 7 September 2018 kepada Satpol PP Medan untuk melakukan penindakan atas bangunan itu. Namun, hingga kini Satpol PP tak melakukan apapun sehingga menimbulkan tanda tanya.

“Memang petugas Satpol PP bersama Kecamatan Medan Deli ada menindaklanjuti surat dari Dinas Perkim-PR, dan datang pada Oktober lalu. Tapi, mereka hanya melihat-lihat saja tanpa melakukan tindakan apapun. Ada apa ini sebenarnya, apa maksud dan tujuan pihak Satpol PP dan Kecamatan tanpa bertindak,” cetusnya.

Oleh karena tidak ada tindakan meski telah nyata melanggar hukum, lanjut Boasa, maka pihak perusahaan melaporkan secara resmi ke Polres Pelabuhan Belawan dengan nomor: STTLP/364/I/2018/SPK-Terpadu tertanggal 14 November 2018. “Kita buat pengaduan ke polisi (Polres Pelabuhan Belawan) dengan laporan penyerobotan lahan atau pemakaian tanah tanpa izin dan tak memiliki IMB. Untuk total kerugian yang dialami mencapai sekitar Rp60 miliar,” akunya.

Tak berhenti sampai di situ, lanjut dia, pihaknya mengirimkan surat kepada wali kota, pimpinan DPRD, Kepala Dinas Perkim-PR, Satpol PP, Camat Medan Deli, dan Lurah Kota Bangun untuk menghentikan pembangunan pada awal Desember. Namun, hingga kini tak ada tindaklanjutnya. Bahkan, surat dikirim kembali pada 28 Januari 2019 lalu.

“Kami menduga keras ada oknum pejabat di Medan yang berdiri di belakang atau membekingi pembangunan gedung itu. Padahal, Satpol PP dikenal ganas dalam penertiban bangunan ilegal tetapi nyatanya tidak berani. Jadi, bila suatu bangunan bisa berdiri tanpa ada IMB maka disinyalir ada perlindungan gelap orang kuat atau penguasa,” ketusnya.

Menanggapi itu, Anggota DPRD Medan, Paul Mei Anton Simanjuntak berharap agar pembangunan gedung tersebut dapat dikaji ulang. Namun, sebelum memutuskan atau merekomendasi maka dilakukan peninjauan ke lapangan. “Kita berharap agar rekan-rekan di Komisi D untuk turun terlebih dahulu ke lapangan agar lebih cermat dan teliti mengetahui persoalan yang sebenarnya. Jadi, tidak secara pihak memutuskan,” ujarnya.

Menurut Paul, untuk persoalan penyerobotan lahan sebenarnya dapat ditempuh melalui proses hukum. Biarkan seluruh proses hukumnya berjalan hingga keputusan pengadilan. “Harus lebih teliti dan cermat apa yang menjadi persoalan yang sebenarnya, sehingga tidak secara sepihak kita mendengar pengaduan. Artinya, melihat fakta-fakta di lapangan. Namun, terkait dengan lahan bagaimanapun bukan bagian dari ranah pihak Komisi D. Terkecuali, untuk izin mendirikan bangunan baru bagian kita,” kata Paul.

Paul menyebutkan, apalagi persoalan yang terjadi menyangkut pembangunan rumah ibadah. Hal ini tentunya sangat sensitif, mengingat tahun politik. “Sangat rawan sekali, jangan sampai timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Makanya, harus jeli dan teliti jangan sampai timbul riak-riak di lapangan. Bagaimanapun situasi yang kondusif perlu kita ciptakan saat ini,” pungkasnya. (ris/ila)

M IDRIS/sumu tpos
RDP: Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi D Medan, terkait pembangunan Gedung Pusdiklat dan Pesantren Buddhis Sigalovada. di Jalan Perak, Kebun Sayur, Kota Bangun, Medan Deli, diprotes lantaran diduga menyerobot lahan tanpa izin milik PT Alam Tamanindo Indah Lestari (ATIL), Rabu (30/1). 

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Pembangunan Gedung Pusdiklat dan Pesantren Buddhis Sigalovada di Jalan Perak, Kebun Sayur, Kota Bangun, Medan Deli, diprotes. Pasalnya, pembangunan gedung tersebut diduga menyerobot lahan tanpa izin milik PT Alam Tamanindo Indah Lestari (ATIL).

Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat yang digelar Komisi D DPRD Medan bersama pihak PT ATIL di gedung dewan, Rabu (30/1). Namun, dalam rapat yang dipimpin Sekretaris Komisi D, Ilhamsyah bersama dua anggota, Ahmad Arif dan Paul Mei Anton Simanjuntak, tidak dihadiri pihak Yayasan Pubbarama Center selaku pengelola Pesantren Buddhis Sigalovada.

Menurut Humas dan Internal PT ATIL, Boasa Simanjuntak, pada Februari 2018 lalu diketahui ada pekerjaan pembangunan Gedung Pusdiklat dan Pesantren Buddhis Sigalovada di lahan perusahaan tersebut seluas 51 hektare lebih oleh seorang yang bernama Suwardi (pengawas lahan). Dengan adanya pekerjaan itu, pihaknya menemui kepala lingkungan setempat (Lingkungan VII) Kota Bangun untuk mempertanyakan.

“Dari pertemuan itu, diputuskan untuk menyurati Dinas Perkim-PR Medan. Dinas tersebut lalu menindaklanjuti dan mengeluarkan surat peringatan kepada pihak Yayasan Pubbarama Center, untuk menghentikan pembangunan dan mengurus izinnya pada Agustus 2018. Namun, sampai tiga kali dilayangkan (surat peringatan) ternyata tak kunjung diresponm,” ungkap Boasa.

Lantaran tak diindahkan surat peringatan yang dilayangkan, sambung Boasa, maka Dinas Perkim-PR mengeluarkan surat tertanggal 7 September 2018 kepada Satpol PP Medan untuk melakukan penindakan atas bangunan itu. Namun, hingga kini Satpol PP tak melakukan apapun sehingga menimbulkan tanda tanya.

“Memang petugas Satpol PP bersama Kecamatan Medan Deli ada menindaklanjuti surat dari Dinas Perkim-PR, dan datang pada Oktober lalu. Tapi, mereka hanya melihat-lihat saja tanpa melakukan tindakan apapun. Ada apa ini sebenarnya, apa maksud dan tujuan pihak Satpol PP dan Kecamatan tanpa bertindak,” cetusnya.

Oleh karena tidak ada tindakan meski telah nyata melanggar hukum, lanjut Boasa, maka pihak perusahaan melaporkan secara resmi ke Polres Pelabuhan Belawan dengan nomor: STTLP/364/I/2018/SPK-Terpadu tertanggal 14 November 2018. “Kita buat pengaduan ke polisi (Polres Pelabuhan Belawan) dengan laporan penyerobotan lahan atau pemakaian tanah tanpa izin dan tak memiliki IMB. Untuk total kerugian yang dialami mencapai sekitar Rp60 miliar,” akunya.

Tak berhenti sampai di situ, lanjut dia, pihaknya mengirimkan surat kepada wali kota, pimpinan DPRD, Kepala Dinas Perkim-PR, Satpol PP, Camat Medan Deli, dan Lurah Kota Bangun untuk menghentikan pembangunan pada awal Desember. Namun, hingga kini tak ada tindaklanjutnya. Bahkan, surat dikirim kembali pada 28 Januari 2019 lalu.

“Kami menduga keras ada oknum pejabat di Medan yang berdiri di belakang atau membekingi pembangunan gedung itu. Padahal, Satpol PP dikenal ganas dalam penertiban bangunan ilegal tetapi nyatanya tidak berani. Jadi, bila suatu bangunan bisa berdiri tanpa ada IMB maka disinyalir ada perlindungan gelap orang kuat atau penguasa,” ketusnya.

Menanggapi itu, Anggota DPRD Medan, Paul Mei Anton Simanjuntak berharap agar pembangunan gedung tersebut dapat dikaji ulang. Namun, sebelum memutuskan atau merekomendasi maka dilakukan peninjauan ke lapangan. “Kita berharap agar rekan-rekan di Komisi D untuk turun terlebih dahulu ke lapangan agar lebih cermat dan teliti mengetahui persoalan yang sebenarnya. Jadi, tidak secara pihak memutuskan,” ujarnya.

Menurut Paul, untuk persoalan penyerobotan lahan sebenarnya dapat ditempuh melalui proses hukum. Biarkan seluruh proses hukumnya berjalan hingga keputusan pengadilan. “Harus lebih teliti dan cermat apa yang menjadi persoalan yang sebenarnya, sehingga tidak secara sepihak kita mendengar pengaduan. Artinya, melihat fakta-fakta di lapangan. Namun, terkait dengan lahan bagaimanapun bukan bagian dari ranah pihak Komisi D. Terkecuali, untuk izin mendirikan bangunan baru bagian kita,” kata Paul.

Paul menyebutkan, apalagi persoalan yang terjadi menyangkut pembangunan rumah ibadah. Hal ini tentunya sangat sensitif, mengingat tahun politik. “Sangat rawan sekali, jangan sampai timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Makanya, harus jeli dan teliti jangan sampai timbul riak-riak di lapangan. Bagaimanapun situasi yang kondusif perlu kita ciptakan saat ini,” pungkasnya. (ris/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/