Di mana peran kolektor leasing dalam bisnis onderdil illegal atau pencurian sepeda motor? Ternyata tidak sulit mengendusnya. Kata kuncinya adalah kendaraan bermasalah yang menunggak pembayaran diambil alih pihak leasing. Proses inilah yang diakali kolektor.
Dalam hal ini, tukang tarik atau kolektor akan membuat laporan hilang ke polisi, sebab setelah melakukan pencarian selama kurun
waktu setahun, leasing belum juga berhasil menemukan unit kendaraan. Melalui surat keterangan hilang dari polisi, maka dilakukan pemblokiran Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) di Samsat. Dengan demikian pajak kendaraan tidak dapat dibayar. Atas dasar tersebut kendaraan yang dimaksud sudah dianggap tidak ada.
“Bila suatu saat ada pihak yang ingin membayar pajak sesuai nomor rangka mesin yang dimaksud, maka tidak bisa lagi, karena unit sudah dianggap tidak ada. Lalu hasil surat rekomendasi dari polisi akan diberikan ke asuransi. Setelah itu asuransi membayar ke pihak yang mengklaim. Padahal bisa saja unitnya masih beredar di lapangan,” ungkap AS, mantan kepala cabang salah satu perusahaan leasing kepada Sumut Pos, Kamis (6/3) lalu.
Umumnya, kata AS, kendaraan bermotor akan kembali legal apabila pihak asuransi telah mencabut berkas pemblokiran di Samsat. “Padahal sebelumnya sudah diblokir. Jadi bisa dibuka lagi dan dianggap legal. Jadi, setelah dikeluarkan semua surat dari asuransi, unit telah dianggap hilang. Nah, unit tersebut bukan menjadi milik leasing lagi melainkan asuransi. Kenapa? Karena sudah dianggap lunas. Ketika pencairan pihak leasing akan memberikan BPKB ke pihak asuransi,” sebutnya.
Asuransi sendiri terdiri dari 2 bentuk. Yakni, asuransi kendaraan dan kecelakaan. Untuk asuransi kecelakaan, biasanya diestimasi oleh pihak bengkel. Sementara untuk unit kendaraan akan dibayar lunas pihak asuransi kepada pihak yang mengklaim. “Kendaraan akan kembali ke asuransi sekaligus dengan BPKB dan STNK yang sebelumnya sudah diserahkan leasing. Lalu kendaraan dibayar cash oleh asuransi setelah unit tarikan direkondisi dari bengkel. Nah, unit-unit yang sudah dilaporkan leasing kan sudah dibayar asuransi, di situlah terjadi permainan oknum. Padahal jika pihak asuransi tahu, mereka tidak akan mau membayar sebab unit yang ada dibilang sudah tidak ada, ternyata masih beredar di lapangan,” bebernya.
Kata dia, pihak asuransi juga memiliki tim verifikasi. Di mana fungsinya untuk memastikan benar tidaknya surat keterangan hilang kendaraan dari polisi. “Satu pekan setelah surat itu keluar tim akan cek lapangan. Seingat saya ada tujuh jenis suratnya. Mulai dari laporan polisi (LP) sampai pemblokiran BPKB di Samsat. Biasanya leasing akan mengambil langkah tersebut karena unit yang dicari tak kunjung dapat,” kata pria yang sudah 12 tahun berkecimpung di bidang leasing ini.
Maraknya sindikat pencurian sepeda motor menjadi persoalan tersendiri pihak leasing dalam menemukan unit kendaraan. Kebanyakan kendaraan yang hilang akan dijual ke penadah. Kemudian biasanya, unit diedar ke daerah-daerah pelosok sebagai operasional untuk berkebun atau berladang, sehingga tidak pernah beroperasi di jalan raya.
Ia mengakui, di leasing cukup banyak permainan-permainan yang terjadi. Mulai dari kolektor, eksekutor, sampai surveyor. Meski begitu, menurut sudut pandangnya, leasing tidak akan berani menampung unit sembarangan tanpa ada dasar. Seperti halnya penarikan kendaraan. Terlebih dahulu leasing akan mendata unit kendaraan yang tertunggak.
Dijelaskannya, ada tiga peluang permainan yang dilakukan kolektor leasing. Pertama, apabila ditugaskan perusahaan untuk menagih tunggakan kepada konsumen, biasanya kolektor sering telat melaporkan ke perusahaan. Akibatnya konsumen terkena denda. Kedua, konsumen sudah membayar tetapi kolektor tidak menyetor ke perusahaan, ataupun jumlah uang yang disetor kurang. “Ibaratnya kereta (sepeda motor) yang disuruh tarik dari konsumen yang menunggak, tidak diberikan kolektor ke perusahaan, malahan digadai ke orang lain. Sehingga konsumen yang pertama tidak tahu bawa unit ternyata sudah digadai ke orang lain. Atau barangnya sampai ,tapi tidak utuh atau sudah dikokang. Ini jelas suatu kesalahan,” bebernya.
Selanjutnya, permainan data fiktif yang dilakukan surveyor. Di mana, aplikasi yang diajukan surveyor ke perusahaan, belum tentu sesuai fakta pemohon kendaraan. “Itu permainan surveyor. Supaya perusahaan berkenan mengeluarkan unit. Padahal belum tentu aplikasi yang diajukan surveyor sesuai fakta sebenarnya. Kolektor atau eksekutor itu sama. Kalau kolektor titik fokusnya adalah penagihan uang. Sementara eksekutor atau tukang tarik biasanya fokus penarikan barang. Kesalahan yang terjadi sering di kolektor, sebab berpengaruh kepada denda. Siapa yang mau tanggung dendanya? Sementara dari perusahaan memberikan limit waktu. Namun jika konsumen bisa membuktikan bayar sesuai tanggal, maka konsumen tidak dikenakan denda,” ungkapnya.
Pun, dengan sepeda motor tarikan yang sudah rekondisi, nantinya akan dilelang sekaligus dilengkapi BPKB. Itulah kemudian akan dibeli pengusaha sepeda motor bekas. “Terkadang sudut pandang orang terhadap barang tarikan selalu negatif. Padahal barang tersebut adalah milik leasing. Leasing menarik kendaraan berdasarkan data yang dimiliki karena ada konsumen yang menunggak pembayaran. Namun satu hal, selama masih kredit berarti konsumen masih terbilang pinjam, sebab BPKB masih milik di leasing. Lain halnya setelah lunas di mana akan menjadi hak penuh konsumen. Jadi, transaksi tanpa unit dan BPKB tidak mungkin masuk ke leasing. Kecil kemungkinan ke arah itu,” terangnya.
Menurutnya berbicara soal barang gelap atau curian harus terlebih dahulu melihat kasusnya. “Kalau kita katakan penggelapan, terlebih dulu telusuri BPKB-nya. Nah, jika BPKB memang ada di leasing, dan konsumen masih dalam masa kredit, artinya kepemilikan atas nama leasing. Hal berbeda apabila konsumen ingin mengoper alih atau menjual, di situ terjadi tindak pidana. Tindak pidananya adalah yang menjual dikatakan penggelapan dan yang menampung disebut penadah. Itu bisa dijerat KUHPidana. Lantaran bukan wewenang dia melakukan transaksi hukum,” ungkapnya.(tim/bersambung)